Kawasan Kotabaru yang berada di timur Kali Code merupakan sentra penjualan bunga yang sudah ada sejak tahun 1990. Daerah ini menjadi salah satu sentra toko bunga atau pasar kembang di Jogja. Seperti apa kisahnya?
Pantauan detikJogja, Senin (9/10/2023), ada sekitar 30 toko bunga yang berjejer rapi di sepanjang Jalan Ahmad Jazuli, Kotabaru. Sebagai informasi, area yang sekarang ini merupakan tempat relokasi karena dulunya para pedagang bunga tersebut bertempat di taman parkir Abu Bakar Ali.
Cerita Pedagang Tertua Toko Kembang Kotabaru
Salah satu perangkai bunga paling tua di Kotabaru, Panut Suprapto (95) telah menjual bunga selama 68 tahun. Mulanya, ia hanya membantu di salah satu toko bunga sebelum berhasil membuka tokonya sendiri.
"Kalau jualan bunga saya dulu awalnya cuma bantu-bantu 15 tahun di Toko Bunga Yuni, terus buka toko sendiri. Kalau sampai sekarang udah lebih dari 50 tahun. Nah dulu (tokonya) kan di utara hotel (Grand Inna) yang sekarang untuk parkir," terang Panut saat ditemui detikJogja di kiosnya.
Kian ramainya wisatawan di Malioboro mengharuskan pemerintah untuk merelokasi para pedagang bunga ke kawasan Kotabaru. Panut mengatakan saat itu kawasan Kotabaru masih dipenuhi sampah dan tampak kumuh.
"Pemerintah yang pindahin, untuk perkembangan parkir itu. Terus dipindah ke sini (Kotabaru). Di sini kan dulu perengan. Diisi sampah, jadi (dulu) sini sampah semua tahun 1990," ujarnya.
Panut mengenang sepanjang Jalan Ahmad Jazuli terus berkembang dari semula 10 toko bunga hingga menjadi pusat pasar kembang seperti saat ini. Dia pun mengaku lebih senang menempati kiosnya saat ini dibandingkan kiosnya yang dulu.
"Waktu itu orang jualan bunga di sana (daerah Abu Bakar Ali) cuma lima orang, terus pindah sini dari lima orang berkembang sampai 10. Sekarang boleh dibilang satu kompleks ini jualan bunga, belum yang di kampung-kampung," ungkap pria asal Kopeng ini.
"Boleh dibilang diakui, diwongke kalau orang Jawa. Soalnya di sana itu statusnya pasar, jadi tiap hari pakai karcis kayak pasar. Tapi di sini di kasih tempat pakai sertifikat," tambahnya.
Selama 33 tahun berdagang di Kotabaru, pasang surut pun dialami Panut. Dia pernah merasakan masa-masa jaya ketika area tersebut sedikit pesaing, namun seiring berjalannya waktu kendala juga dialami karena perubahan akses jalan menjadi satu arah.
"Kendalanya ya ini kan jalan satu arah. Waktu cuma 10 orang, (jualan) saya rame. Tapi setelah semuanya jualan bunga saya kepojok, sudah dua tahun saya begini. Terus kalau saya lho, pake HP atau internet itu sulit. Padahal HP aja saya nggak punya," kata pria kelahiran 1928 itu.
Meski begitu, Panut senang menekuni profesinya sebagai penjual dan perangkai bunga. Mulai dari pernikahan hingga kematian, Panut merasa gembira bisa ikut berperan dalam setiap kejadian penting dalam hidup seseorang.
"Yang memakai bunga kan dari orang paling rendah sampai Presiden. Kebanggaan orang jual bunga itu. Untuk orang meninggal, untuk orang kawin, bikinin karangan bunga," ujar Panut bangga.
Stok Bunga Diambil dari Puncak-Bandungan
Panut turut menjelaskan mengenai stok bunga berkembang secara mayoritas diambil dari kawasan Puncak, Bogor. Lalu daerah Jawa Tengah berada di daerah Bandungan dan Ambarawa.
"Dulu bunga untuk Jawa Tengah cuma Bandungan dan Ambarawa se-Indonesia cuma ada itu. Saya matur gitu karena orang Jakarta, Malang gitu kulak-nya di Ambarawa," tuturnya.
Harga bunga yang dijual oleh Panut sendiri berkisar mulai dari 25 ribu hingga ratusan ribu. Harga ini tergantung jenis bunga yang dipilih, serta ukuran besar kecilnya.
"Itu satu ikat isi sepuluh tangkai (bunga krisan) sekitar 25 ribu, (karangan bunga) sekarang minimal mungkin sekitar 400 ribu keatas ada yang sampai jutaan, dilihat dari jenis bunga dan ukurannya, besar kecilnya," katanya.
(ams/aku)