Mantan narapidana kasus pemalsuan surat, M Hafidz Halim, diduga mengajukan sumpah advokat lagi. Pria kelahiran Berangas, Kalimantan Selatan ini sebelumnya berprofesi sebagai seorang pengacara sebelum tersandung kasus pada 2022 lalu.
Hafiz diketahui divonis bersalah dan terlibat kasus pemalsuan dokumen magang pada 2022. Hal itu tertuang dalam putusan inkrah dari Pengadilan Negeri Kotabaru bernomor 165/Pid.B/2022/PN Ktb. Ia dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Dalam vonisnya, Hafidz dijatuhi 10 bulan penjara. Setelah itu, Hafiz dinyatakan bebas pada 2024 lalu. Jelang setahun setelah bebas, Hafiz diduga kembali mengajukan sumpah advokat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Informasi dihimpun detikKalimantan, Hafidz diketahui kembali aktif sebagai penasehat hukum tertanggal 28 April 2025 lalu. Wakil Ketua Dewan Kehormatan dan Kode Etik Perkumpulan Pengacara dan Penasehat Hukum Indonesia (P3HI) Abdul Rahman Suhu menyayangkan hal tersebut.
"Kita tentu turut menyayangkan hal itu kalau sampai terjadi. Terlebih lagi dengan kejadian ini berarti polres dan pengadilan negeri kecolongan," ujar Rahman, Senin (23/6/2025).
Rahman mengatakan, untuk bisa mengajukan sumpah advokat ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon advokat. Salah satunya ialah harus melampirkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK).
"Setelah mendapatkan SKCK nanti dibawa ke PN untuk mendapat surat keterangan tidak pernah dipidana dengan ancaman pidana lima tahun," ujar Rahman.
Sedangkan dalam kasus ini, Hafidz Halim pernah terancam pidana dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara walau pada akhirnya hanya divonis 10 bulan.
Rahman menegaskan itu artinya Hafidz telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan. Dia juga menyebut seluruh kasus yang ditangani Hafidz Halim pun terancam gugur di mata hukum meskipun kasus yang ia tangani menang.
"Jadi sebenarnya kalau dia itu digugat atau ada yang menggugat. Maka semua kasus perkara hukum yang sudah ditangani ya batal secara hukum walaupun menang di mata hukum," tegas Rahman.
Rahman menyebut kasus ini melanggar Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003. Dia pun berharap pihak-pihak terkait menindak tegas dugaan pelanggaran ini.
"Semoga saja nanti ada penanganan yang tegas dan sesuai untuk kasus Hafidz Halim ini," harapnya.
Sementara itu, tim detikKalimantan telah berupaya menghubungi pihak Hafidz Halim maupun organisasi yang menaungi. Namun hingga Senin (23/6), tidak ada balasan dan respons yang diberikan.
(des/des)