Batu besar di dalam kompleks permakaman umum Sasanalaya Canan, Padukuhan Tangisan, Banyurejo, Tempel, Sleman, menyimpan cerita tragis yang kelak menjadi asal-usul nama Padukuhan Tangisan. Batu ini konon menjadi 'penjara' gadis yang menolak cinta mandor Belanda.
Pantauan detikJogja, batu berjenis batu lesung ini berada di dalam kompleks makam yang berada di ujung Padukuhan Tangisan. Batu ini memiliki diameter dan tinggi sekitar satu meter. Di sekeliling batu pun tampak diplester semen.
Sekilas, batu ini memang tampak biasa saja. Namun, menurut kisah yang diceritakan tokoh masyarakat di Padukuhan Tangisan, Daya Santosa (56), terdapat cerita tragis yang turun temurun diceritakan. Cerita itu kelak menjadi asal-usul nama Padukuhan Tangisan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diterangkan Daya, kisah ini berawal pada saat selokan Van Der Wijck dibangun oleh Belanda, banyak warga kampung yang akhirnya dipekerjakan. Singkat cerita, mandor proyek Van Der Wijck ini kepincut dengan satu gadis di kampung itu.
"Di kampung sini juga waktu itu ada seorang gadis cantik, itu mau dipersunting sama mandornya proyek Van der Wicjk, orang Belanda," papar Daya saat ditemui detikJogja di kediamannya, Jumat (12/9/2025).
"Tapi karena sudah tahu watak karakternya Belanda itu, gadis itu nggak mau. Kemudian tetep dipaksa, tapi masih nggak mau," sambungnya.
![]() |
Geram dengan penolakan sang gadis bernama Sri Tanjung itu, sang Mandor pun memerintahkan bawahannya untuk menghukum si gadis. Sri Tanjung dimasukkan ke sebuah liang kemudian ditutup dengan batu besar di atas liang tersebut.
"Menurut cerita, (setelah kejadian) itu Sri Tanjung terus nangis setiap hari. Warga nggak berani, kan ada penjagaan ketat itu, Belanda kan waktu itu senjatanya itu, ndak ada yang berani. Akhirnya selama 40 hari itu sudah nggak nangis lagi, mungkin sudah meninggal," ujarnya.
Batu itu kini berada di dalam kompleks permakaman umum di ujung Padukuhan Tangisan, yakni makam Sasanalaya Canan. Kata Daya, konon banyak warga yang sering mendengar suara tangisan pada malam tertentu.
"Setiap malam Jumat Kliwon itu menurut cerita juga, ada cahaya keluar dari batu dan ada tangisan wanita. Kalau warga sini ya rata-rata pernah, minimal denger, rintihan tangis itu, tapi yang tua-tua," terang Daya.
"Itu juga nggak setiap orang bisa melihat dan dengar, tapi rata-rata kalau orang kampung sini sudah pernah lihat atau dengar. Tapi kalau mau ke sini pas malam Jumat Kliwon ke sini ya belum tentu (bisa lihat atau dengar)," lanjutnya.
Kata Daya, batu itu bukan batu spesial atau lazim ditemui di kawasan itu. Namun ada satu kisah yang diceritakan oleh sang ayah, yakni batu tersebut sempat bergeser dari posisi awalnya dulu.
"Itu banyak kok batunya di sini, batu lesung, cuma yang besar. Orang sini nyebutnya juga batu klenteng," ungkap Daya.
"Awalnya posisi batunya di tengah (kompleks makam), menurut cerita bapak saya. Tapi kok bisa minggir itu saya juga nggak tahu. Terus ditambahi plesteran itu, itu biar nggak geser, belum lama kok (diplester) tapi saya lupa kapan," imbuhnya.
![]() |
Lebih lanjut Daya mengatakan, kisah-kisah mengenai Padukuhan Tangisan beserta batu itu sudah turun temurun diceritakan, dan bahkan menyebar. Salah satu buktinya, yakni banyaknya konten kreator yang datang untuk membuat konten mistis.
"Ziarah ndak ada, tapi sering ada YouTuber itu bikin konten-konten. Itu bikin kontennya memang malem, tengah malem," pungkas Daya.
(apl/ams)
Komentar Terbanyak
Siasat Anggun Sopir Bank Pencuri Rp 10 M Hilangkan Jejak Selama Buron
Gelagat Anggun Sopir Bank Gondol Rp 10 M Sebelum Ditangkap
Penjelasan Menkeu Purbaya soal Postingan Anaknya 'Lengserkan Agen CIA'