34 Cerita Rakyat Pendek Lengkap dari Seluruh Daerah Indonesia

34 Cerita Rakyat Pendek Lengkap dari Seluruh Daerah Indonesia

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Kamis, 06 Mar 2025 15:17 WIB
Cerita rakyat Sulawesi Barat Samba Paria
Ilustrasi cerita rakyat. (Foto: dok. Kemendikbud)
Jogja -

Setiap daerah di Indonesia memiliki cerita rakyat yang berkembang sejak zaman dahulu dan dituturkan secara turun temurun. Setiap cerita rakyat pendek lengkap dari seluruh daerah Indonesia ini memiliki amanat atau nilai yang berharga bagi kehidupan.

Dikutip dari buku Bahasa Indonesia 1 yang ditulis Sri Sutami dan Sukardi, cerita rakyat adalah kisah turun-temurun yang berkembang dalam masyarakat lama yang masih menganut animisme dan dinamisme. Ciri khasnya adalah bersifat lisan, anonim, komunal, statis, tidak berangka tahun, dan sering berpusat pada kehidupan istana. Kisah-kisah ini biasanya menjelaskan kejadian alam dengan unsur gaib dan banyak berkembang di lingkungan kerajaan karena tukang cerita sering berasal dari istana dan ingin mengambil hati raja.

Jika ingin tahu cerita rakyat pendek lengkap dari seluruh Indonesia, sebaiknya jangan lewatkan penjelasan berikut ini. detikJogja akan membagikan sejumlah cerita rakyat yang dihimpun dari buku Kumpulan Legenda Nusantara karya Astri Damayanti serta 100 Cerita Rakyat Nusantara karya Dian K.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita Rakyat Pendek Lengkap dari Seluruh Indonesia

Berikut ini adalah kisah rakyat pendek lengkap dari wilayah Aceh hingga Papua. Mari kita simak!

1. Danau Laut Tawar (Aceh)

Di Kerajaan Takengon, hiduplah seorang putri cantik bernama Pukes. Orang tuanya sangat menyayanginya.

ADVERTISEMENT

Namun, masalah besar terjadi. Putri Pukes ingin menikahi seorang pangeran dari kerajaan musuhnya. Tentu saja keinginan itu ditentang oleh orangtua Putri Pukes. Putri Pukes tidak menuruti orangtuanya. Dia tetap menikah dengan seorang pangeran dari kerajaan musuh.

Maka, ketika Putri Pukes berpamitan untuk tinggal di kerajaan suaminya, orangtuanya sangat kecewa. Dengan sangat sedih, ibunda Putri Pukes berkata, "Jika kamu benar-benar ingin meninggalkan kerajaan ini, teruslah berjalan. Jangan pernah melihat ke belakang!"

Putri Pukes pun meninggalkan Kerajaan Takengon. Namun, Putri Pukes masih memiliki perasaan tidak rela meninggalkan rumah dan orangtuanya. Hingga tanpa sadar, dia menoleh ke belakang.

Tiba-tiba petir menggelegar. Langit menjadi hitam. Hujan turun sangat deras. Putri Pukes dan suaminya berteduh di dalam gua. Hujan turun selama berhari-hari. Genangan air di luar gua berubah menjadi danau besar. Putri Pukes tidak pernah keluar dari gua. Dia berubah menjadi batu. Di sisi lain, suaminya menghilang entah ke mana. Danau besar itu kini bernama Danau Laut Tawar.

2. Danau Si Losung & Si Pinggan (Sumatra Utara)

Dahulu kala, hiduplah dua bersaudara bernama Datu Dalu dan Sangmaima. Keduanya orangtua mereka telah meninggal. Tapi mereka diwarisi seni bela diri dan pengobatan. Harta benda yang diwariskan pada mereka hanyalah sebuah tombak pusaka. Tombak ini diberikan kepada Datu Dalu. Namun, Sangmaima masih bisa meminjamnya.

Suatu hari, Sangmaima meminjam tombak pusaka untuk berburu babi hutan. Tombak itu memang berhasil mengenai seekor babi, tapi hewan itu lari ke dalam hutan.

Sangmaima mengejar babi hutan itu, tapi dia hanya berhasil mendapatkan batang tombaknya saja. Ujung tombaknya masih berada di dalam perut babi hutan.

Mendengar ini, kakaknya sangat marah. Dia meminta Sangmaima untuk menemukan ujung tombak tersebut.

Setelah beberapa hari mencari, Sangmaima menemukan sebuah gua. Samar-samar, dia mendengar erangan dari dalam gua. Ternyata ada seorang wanita cantik yang perutnya sedang terluka. Sangmaima mendekatinya.

Dengan ilmu pengobatan yang dimilikinya, Sangmaima akhirnya bisa mengobati sang putri. Namun, dia terkejut karena wanita tersebut mengaku sebagai jelmaan babi yang dia buru di hutan. Benar saja, ujung tombak yang dicarinya ada di perut wanita itu. Sangmaima pun berhasil mengambil kembali ujung tombak tersebut, lalu mengembalikannya kepada kakaknya.

Tidak lama kemudian, kakaknya mengadakan pesta pernikahan. Namun, Sangmaima tidak diundang. Datu Dalu masih marah pada adiknya.

Sangmaima yang merasa kecewa dan marah bertengkar hebat dengan kakaknya. Mereka menggunakan seluruh kesaktian yang diajarkan oleh orang-tua mereka. Datu Dalu melemparkan sebuah lesung ke arah adiknya. Namun, Sangmaima berhasil mengelak. Tanah tempat jatuhnya Lesung itu kemudian menjadi Danau Si Losung.

Sangmaima membalas lemparan kakaknya dengan sebuah pinggan (piring). Datu Dalu juga bisa menghindari serangan adiknya. Tempat jatuhnya pinggan itu kemudian menjadi Danau Si Pinggan.

3. Siamang Putih (Sumatra Barat)

Puti Juilan adalah cucu Tuanku Raja Kecik dari Kerajaan Pagaruyung. Ia memiliki paras cantik dan sopan santun, namun tak ada pemuda yang berani melamarnya karena ia keturunan bangsawan. Seiring bertambahnya usia, kakeknya mulai cemas dan berencana mencarikannya jodoh.

Suatu hari, Puti Juilan bermimpi menikah dengan seorang pemuda bernama Sutan Rumandang. Tuanku Raja Kecik segera mengerahkan pengawalnya untuk mencari pemuda tersebut, namun hasilnya nihil. Tak lama kemudian, seorang pemuda dari negeri seberang bernama Sutan Rumandang datang ke Pantai Tiku untuk beristirahat. Puti Juilan mengenali wajahnya dari mimpi, dan mereka pun saling jatuh cinta. Raja Kecik akhirnya menikahkan mereka.

Namun, setelah menikah, Sutan Rumandang pergi dan tak pernah kembali. Puti Juilan mulai putus asa, hingga akhirnya menerima lamaran seorang pemuda bangsawan lain. Pada hari pernikahannya, tiba-tiba tubuh Puti Juilan berubah menjadi siamang putih. Ia melompat ke langit-langit istana, sementara para tamu terkejut. Tuanku Raja Kecik menyadari bahwa ini akibat janjinya pada Sutan Rumandang yang telah dilanggar.

Sejak saat itu, Puti Juilan yang telah menjadi siamang putih selalu menunggu di tepi Pantai Tiku, berharap Sutan Rumandang kembali. Namun, hingga akhir hayatnya, Sutan Rumandang tak pernah kembali.

4. Putri Mambang Linau (Riau)

Suatu hari, Bujang Enok membunuh seekor ular berbisa yang telah meresahkan banyak orang. Sebagai rasa terima kasih, tujuh bidadari dari kayangan datang ke rumahnya dan diam-diam menyiapkan makanan untuknya. Saat mengintip, Bujang Enok melihat mereka dan jatuh cinta pada salah satu bidadari berselendang jingga.

Ketika para bidadari hendak kembali ke kayangan, bidadari berselendang jingga tidak bisa terbang karena selendangnya tersangkut di pintu rumah Bujang Enok. Dia menangis ketakutan karena tertinggal. Bujang Enok mengembalikan selendangnya dan melamarnya. Putri Mambang Linau, demikian namanya, menerima lamaran itu dengan satu syarat: Bujang Enok tidak boleh memintanya menari, karena jika ia menari, ia akan kembali ke kayangan.

Mereka hidup bahagia dan menjadi pasangan yang dermawan. Suatu hari, Raja mengangkat Bujang Enok sebagai kepala kampung. Ketika diadakan pesta kerajaan, semua istri kepala kampung diminta untuk menari. Bujang Enok yang tak ingin membangkang Raja memohon istrinya untuk menari sekali saja. Dengan berat hati, Putri Mambang Linau memenuhi permintaan itu.

Namun, saat menari, tubuhnya perlahan melayang ke langit. Bujang Enok hanya bisa melihat istrinya pergi, menyesali keputusannya. Sebagai penghormatan atas kesetiaannya, Raja mengangkat Bujang Enok menjadi penghulu istana. Hingga akhir hayatnya, ia mengabdikan diri kepada Raja dan rakyatnya.

5. Ibu Kami Seekor Kucing (Jambi)

Di sebuah dusun di Jambi, Mimi dan Mini adalah dua gadis cantik yang memiliki ibu seekor kucing. Awalnya, mereka menyayangi ibunya, tetapi setelah dua pemuda menolak menikahi mereka karena malu memiliki mertua seekor kucing, mereka pun berniat mencari ibu baru.

Dalam perjalanan, mereka meminta Matahari menjadi ibu mereka, tetapi Matahari menyarankan Awan. Awan pun menolak dan menyarankan Gunung, yang kemudian menyarankan Tikus. Namun, Tikus justru mengatakan bahwa yang paling hebat adalah Kucing, karena ia sendiri takut terhadap kucing.

Mimi dan Mini akhirnya menyadari bahwa ibu mereka yang sebenarnya adalah yang terbaik. Mereka segera pulang dan meminta maaf. Sang ibu menyambut mereka dengan bahagia, dan sejak saat itu, Mimi dan Mini tak lagi ingin mencari ibu baru.

6. Si Pahit Lidah (Sumatra Selatan)

Serunting merasa iri karena ladang milik adik istrinya, Aria Tebing, selalu subur sementara ladangnya sendiri kering. Karena curiga Aria Tebing berbuat curang, Serunting menantangnya berduel, tetapi ia kalah dan pergi ke Gunung Siguntang.

Di gunung itu, Serunting bertapa selama dua tahun hingga tubuhnya tertutup daun bambu. Ia memperoleh kesaktian untuk mengutuk apa pun yang ditemuinya, sehingga orang-orang menjulukinya "Si Pahit Lidah." Namun, kesaktiannya membuatnya menjadi sombong dan semena-mena.

Suatu hari, dalam perjalanan pulang ke desanya, Serunting tanpa sadar mengucapkan keinginan agar tempat tandus yang ia lewati menjadi rindang. Seketika pepohonan tumbuh dan memberikan keteduhan. Ia pun bertemu dengan pasangan kakek-nenek miskin yang tidak memiliki anak. Merasa iba, ia mengucapkan keinginan agar mereka memiliki anak, dan seketika itu juga dua anak muncul di rumah mereka.

Melihat kebahagiaan orang lain karena perbuatannya, Serunting menyadari bahwa lebih menyenangkan membantu daripada menakuti. Sejak saat itu, ia menggunakan kesaktiannya untuk kebaikan.

7. Asal Usul Batang Aren (Bengkulu)

Di sebuah desa di Bengkulu Selatan, hiduplah tujuh bersaudara yatim piatu, enam kakak laki-laki dan seorang adik perempuan bernama Putri Sedoro Putih. Sebagai satu-satunya perempuan, ia sangat disayangi kakak-kakaknya.

Suatu malam, Putri Sedoro Putih bermimpi didatangi seorang kakek yang mengatakan bahwa ia sebenarnya adalah nenek dari saudara-saudaranya dan akan segera meninggal. Dari makamnya, akan tumbuh pohon yang belum pernah ada sebelumnya dan akan bermanfaat bagi manusia. Ia menceritakan mimpinya kepada kakak-kakaknya, tetapi mereka menganggapnya hanya bunga tidur.

Setahun kemudian, Putri Sedoro Putih meninggal. Kakak-kakaknya sedih, tetapi mereka tetap tabah dan memakamkannya dekat rumah. Beberapa bulan setelah pemakamannya, tumbuhlah sebatang pohon di makamnya, sesuai dengan yang ada dalam mimpinya. Mereka pun merawatnya dengan baik.

Ketika pohon itu mulai berbuah, salah satu kakaknya melihat seekor tupai menggigit buahnya hingga mengeluarkan cairan jernih. Penasaran, ia mencicipinya dan mendapati rasanya manis. Bersama saudara-saudaranya, ia mulai menyadap cairan dari pohon itu dan menyimpannya dalam bambu. Namun, air tersebut menjadi masam jika disimpan lama.

Mereka lalu mencoba memasaknya hingga mengental dan mendiamkannya sampai mengeras, berubah menjadi cokelat kekuningan. Dari sinilah asal mula gula aren, yang dikenal hingga kini.

8. Buaya Perompak (Lampung)

Di Sungai Tulang Bawang, ada seekor buaya bernama Buaya Perompak yang suka menculik penduduk desa. Suatu hari, Aminah mencuci baju sendirian di sungai dan tiba-tiba disergap oleh Buaya Perompak. Ia pingsan karena ketakutan dan saat sadar, ia sudah berada di gua dasar sungai, tempat tinggal Buaya Perompak.

Buaya Perompak tidak ingin memakan Aminah, tetapi hanya ingin teman. Sebagai imbalan, ia menawarkan emas dan berlian. Aminah berpura-pura menerima, tetapi diam-diam mencari cara untuk melarikan diri.

Dengan cerdik, Aminah mengorek informasi dari Buaya Perompak dan mengetahui bahwa buaya itu dulunya manusia yang dikutuk. Setiap bulan purnama, ia kembali menjadi manusia dan keluar dari gua melalui terowongan yang langsung menuju pasar.

Saat Buaya Perompak tertidur lelap, Aminah segera melarikan diri melalui terowongan tersebut. Setelah melewati perjalanan panjang, ia akhirnya berhasil keluar dan kembali ke rumah.

Kepulangannya disambut dengan sukacita oleh keluarganya. Sejak itu, kisah Aminah menjadi peringatan bagi penduduk desa agar selalu berhati-hati saat berada di Sungai Tulang Bawang.

9. Bujang Katak (Bangka Belitung)

Seorang ibu berdoa agar dikaruniai anak, meskipun wujudnya seperti katak. Doanya dikabulkan, dan lahirlah Bujang Katak, yang meski berpenampilan seperti katak, memiliki hati yang baik dan rajin bekerja.

Suatu hari, Bujang Katak ingin melamar salah satu putri raja. Saat ibunya menyampaikan lamaran ke istana, semua putri menolak kecuali putri bungsu, yang meminta Bujang Katak datang sendiri. Raja kemudian memberi syarat agar Bujang Katak membangun jembatan emas yang menghubungkan desa ke istana.

Bujang Katak berdoa dengan sungguh-sungguh, dan keajaiban terjadi. Saat mandi, kulit kataknya terkelupas, berubah menjadi emas, dan dirinya menjadi pria tampan. Dengan emas itu, ia membangun jembatan emas seperti yang diminta Raja.

Setelah jembatan selesai, ia kembali ke istana. Raja terkejut melihat perubahan Bujang Katak dan akhirnya merestui pernikahannya dengan putri bungsu. Mereka pun menikah dan hidup bahagia.

10. Putri Pandan Berduri (Kepulauan Riau)

Batin Lagoi, pemimpin Suku Laut di Pulau Bintan, menemukan seorang bayi perempuan di dekat semak pandan berduri. Karena tak ada yang mengakuinya, ia mengadopsi bayi itu dan menamainya Putri Pandan Berduri.

Sementara itu, di Pulau Galang, seorang bangsawan memiliki dua putra, Julela dan Jenang Perkasa. Setelah diangkat menjadi pemimpin, Julela menjadi sombong dan mengusir adiknya. Jenang Perkasa pun berlayar hingga tiba di Pulau Bintan, di mana ia hidup dengan sopan dan disukai penduduk, termasuk Batin Lagoi.

Batin Lagoi lalu mengenalkan Jenang Perkasa kepada Putri Pandan Berduri. Mereka saling jatuh cinta, menikah, dan memiliki tiga anak: Mantang, Mapoi, dan Kelong. Ketika dewasa, ketiga anak mereka merantau dan menjadi pemimpin suku masing-masing di Pulau Bintan. Inilah asal mula persukuan di Pulau Bintan.

11. Si Pitung (Jakarta)

Si Pitung adalah pemuda yang tidak tahan melihat ketidakadilan di kampungnya. Babah Liem, seorang tuan tanah yang bekerja sama dengan Belanda, sering merampas harta rakyat. Untuk melawan kezaliman, Si Pitung berguru pada Haji Naipin dan menguasai ilmu bela diri.

Setelah siap, Si Pitung mulai melawan anak buah Babah Liem dan merebut kembali harta rakyat. Namanya menjadi terkenal sebagai pembela kaum tertindas. Ia bersama teman-temannya terus melawan para tuan tanah dan pemerintah Belanda, yang akhirnya berusaha menangkapnya.

Karena sulit menangkap Si Pitung, Belanda menggunakan cara licik dengan menawan ayahnya, Pak Piun, serta gurunya, Haji Naipin. Demi menyelamatkan mereka, Si Pitung menyerahkan diri. Namun, pemerintah Belanda tetap mengeksekusinya dengan tembakan.

Meskipun tewas, perjuangan dan keberanian Si Pitung tetap dikenang sebagai pahlawan rakyat.

12. Kisah Batu Kuwung (Banten)

Ki Sarmin adalah seorang saudagar kaya yang dermawan dan disukai banyak orang. Namun, ia tertimpa musibah ketika terserang penyakit aneh yang membuat kakinya lumpuh. Berbagai pengobatan telah dicoba, tetapi tidak berhasil.

Suatu malam, ia bermimpi bertemu dengan seorang kakek yang menyarankan agar ia bertapa di atas batu cekung di kaki Gunung Karang selama 40 hari 40 malam. Setelah pertapaan selesai, air panas akan memancar dari batu itu, dan jika ia mandi dengan air tersebut, penyakitnya akan sembuh.

Ki Sarmin akhirnya mengikuti petunjuk itu. Setelah selesai bertapa, benar saja, air panas keluar dari batu tersebut. Ia segera mandi dengan air itu, dan keajaiban pun terjadi, kakinya sembuh total.

Sejak saat itu, batu cekung tempat Ki Sarmin bertapa dikenal sebagai Batu Kuwung, yang dipercaya memiliki air panas dengan khasiat menyembuhkan penyakit.

13. Telaga Warna (Jawa Barat)

Di Jawa Barat, seorang Raja dan Permaisuri yang lama menantikan keturunan akhirnya dikaruniai seorang putri cantik. Mereka sangat menyayanginya dan selalu menuruti keinginannya.

Ketika Putri berulang tahun ke-17, Raja dan Permaisuri memberinya hadiah berupa kalung permata yang sangat indah. Namun, Putri menolak kalung tersebut dan bahkan menjatuhkannya hingga permatanya tercerai-berai.

Melihat sikap Putri, Permaisuri menangis sedih, diikuti oleh seluruh rakyat yang hadir. Ajaibnya, air mata mereka berubah menjadi aliran air deras yang menggenangi istana, membentuk sebuah danau berwarna-warni seperti permata di kalung Putri. Danau itu kemudian dikenal sebagai Telaga Warna.

14. Legenda Gunung Tidar (Jawa Tengah)

Dahulu, Gunung Mahameru yang berada di ujung timur Pulau Jawa terlalu besar dan berat, menyebabkan wilayah tersebut tenggelam dan bagian barat Pulau Jawa terangkat. Untuk menyeimbangkan pulau, para dewa yang dipimpin Batara Guru memutuskan memindahkan gunung itu ke barat.

Dalam perjalanan, puncak gunung jatuh dan menjadi Gunung Semeru, sementara bagian lainnya yang terjatuh membentuk deretan gunung baru. Ketika tiba di tengah Pulau Jawa, para dewa menyadari gunung yang tersisa tinggal sedikit, sehingga mereka meletakkannya di sana dan menamakannya Gunung Tidar. Gunung ini akhirnya membuat Pulau Jawa kembali seimbang.

15. Asal Usul Nama Kali Gajah Wong (DIY)

Ki Sapa Wira adalah penjaga gajah Sultan Agung bernama Kyai Dwipangga. Suatu hari, karena sedang sakit, ia meminta adik iparnya, Ki Kerti Pejok, untuk memandikan gajah tersebut.

Saat itu turun hujan, dan air di sungai kecil dekat keraton surut. Ki Kerti Pejok memutuskan membawa Kyai Dwipangga ke hilir sungai yang memiliki air lebih deras, meskipun Sultan Agung sebenarnya telah melarangnya.

Tiba-tiba, banjir bandang datang dan menyeret Ki Kerti Pejok serta Kyai Dwipangga hingga ke Laut Selatan, menyebabkan keduanya meninggal. Untuk mengenang peristiwa ini, Sultan Agung menamai sungai tersebut Kali Gajah Wong, yang berarti Sungai Gajah dan Orang.

16. Kisah Lembu Sura (Jawa Timur)

Raja Brawijaya dari Majapahit mengadakan sayembara, di mana pemenangnya akan menikahi putrinya, Dyah Ayu Pusparani. Tantangannya adalah merentangkan busur sakti Kyai Garadoksa dan mengangkat gong Kyai Sekardelima. Semua pemuda gagal, kecuali Lembu Sura, seorang pria berkepala lembu.

Putri Pusparani tidak ingin menikah dengannya, jadi ia meminta mas kawin berupa sumur di puncak Gunung Kelud. Lembu Sura menyanggupi dan mulai menggali. Namun, sebelum sumur selesai, Raja Brawijaya dan prajuritnya menimbunnya dengan batu dan tanah agar air tidak muncul.

Merasa dikhianati, Lembu Sura marah dan mengeluarkan sumpah bahwa setiap dua windu (16 tahun) sekali, ia akan datang dan merusak kehidupan mereka. Masyarakat percaya bahwa letusan Gunung Kelud adalah bentuk balas dendam Lembu Sura.

17. Legenda Selat Bali (Bali)

Manik Angkeran adalah putra seorang brahmana bernama Sidhimantra. Ia gemar menyabung ayam hingga kehilangan seluruh hartanya dan berhutang banyak. Sidhimantra yang ingin menolong anaknya meminta harta kepada Naga Besukih di Gunung Agung. Naga Besukih memberikan emas dan permata, tetapi Manik Angkeran justru menghamburkannya lagi untuk berjudi.

Karena kehabisan harta, Manik Angkeran pergi sendiri ke Gunung Agung dan mencoba mencuri harta dengan memotong ekor Naga Besukih. Namun, ia disambar api dan tubuhnya menjadi abu. Sidhimantra memohon agar anaknya dihidupkan kembali. Naga Besukih setuju dengan syarat Manik Angkeran harus tinggal di Bali dan belajar menjadi orang baik.

Untuk mencegah Manik Angkeran kembali ke Jawa, Sidhimantra membuat garis pemisah yang kemudian berubah menjadi aliran air. Air tersebut akhirnya membentuk Selat Bali yang memisahkan Pulau Bali dan Pulau Jawa.

18. Batu Golog (NTB)

Di Padamara, Nusa Tenggara Barat, hiduplah pasangan miskin, Amaq Lembain dan Inaq Lembain, bersama dua anak mereka. Untuk mencukupi kebutuhan, mereka bekerja serabutan. Suatu hari, Inaq Lembain mendapat pekerjaan menumbuk padi dan mendudukkan anak-anaknya di sebuah batu ceper bernama Batu Golog.

Saat sibuk bekerja, anak-anaknya berteriak memanggil karena batu yang mereka duduki bergerak naik. Namun, Inaq Lembain mengabaikan mereka. Lama-kelamaan, batu itu semakin tinggi hingga anak-anaknya hampir tak terlihat. Saat menyadari hal itu, Inaq Lembain panik dan memohon pertolongan.

Ia melempar selendangnya ke arah batu, hingga batu itu pecah menjadi tiga bagian. Namun, kedua anaknya telah berubah menjadi burung. Sulung menjadi burung kekuwo dan bungsu menjadi burung kelik. Inaq Lembain menyesal, tetapi tetap membawa dan merawat burung-burung itu.

Konon, tiga bagian Batu Golog yang pecah jatuh ke tiga daerah yang kini dikenal sebagai Desa Gembong, Dasan Batu, dan Montong Teker.

19. Suri Ikun dan Dua Ekor Burung (NTT)

Suri Ikun adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Suatu malam, saat menjaga kebun ayahnya, ia berhasil membunuh babi hutan, tetapi kakak-kakaknya yang pemalas malah iri kepadanya.

Suatu hari, saat mereka berjalan-jalan di hutan, kakak-kakaknya sengaja meninggalkan Suri Ikun. Saat tersesat, Suri Ikun dikepung oleh hantu-hantu yang ingin menggemukkannya sebelum dimakan. Ia dikurung dalam gua tanpa jalan keluar.

Di dalam gua, Suri Ikun merawat dua burung yang sayapnya patah. Setelah sembuh, burung-burung itu membalas kebaikannya dengan menyerang para hantu bersama teman-temannya. Suri Ikun pun akhirnya bebas.

Burung-burung itu kemudian membawanya ke sebuah kerajaan, di mana ia menjadi raja yang adil dan bijaksana hingga akhir hayatnya.

20. Asal Usul Sungai Landak (Kalimantan Barat)

Di Kalimantan Barat, sepasang petani menemukan seekor kelabang putih di rumah mereka. Kelabang itu menuju ke sebuah danau dan menghilang. Keesokan harinya, sang istri bermimpi tentang landak raksasa di danau. Karena penasaran, petani itu kembali ke danau dan menemukan patung landak emas dengan mata berlian.

Malamnya, ia bermimpi bahwa patung itu memiliki kekuatan ajaib dan bisa mengabulkan permintaan. Mereka pun menjadi kaya, tetapi tetap rendah hati dan suka menolong.

Suatu hari, seorang pencuri mencuri patung landak dan meminta air untuk desanya yang kekeringan. Patung itu mengeluarkan air, tetapi pencuri tidak tahu cara menghentikannya. Akibatnya, air terus mengalir dan menenggelamkan desanya, membentuk sungai yang kini dikenal sebagai Sungai Landak.

21. Kisah Bulu Tengon (Kalimantan Utara)

Ku Anyi dan istrinya adalah pasangan yang sudah tua tetapi belum memiliki anak. Mereka terus berdoa agar diberikan keturunan.

Suatu hari, saat berburu, Ku Anyi menemukan sebutir telur dan sebatang bambu betung di hutan. Ia membawa pulang benda-benda itu dan meletakkannya di dapur. Keesokan harinya, mereka terkejut saat menemukan dua bayi di tempat telur dan bambu itu sebelumnya berada.

Bayi laki-laki mereka beri nama Jau Iru, dan bayi perempuan Lamlai Suri. Setelah Ku Anyi wafat, Jau Iru menjadi pemimpin suku Dayak dan menjadi cikal bakal Kesultanan Bulungan. Nama Bulungan berasal dari Bulu Tengon, yang berarti "bambu yang sesungguhnya".

22. Kutukan Raja Pulau Mintin (Kalimantan Tengah)

Di Pulau Mintin, Kalimantan Tengah, hiduplah seorang raja bijaksana yang berduka setelah permaisurinya wafat. Untuk menghilangkan kesedihan, sang Raja memutuskan untuk berlayar, meninggalkan kerajaan sementara kepada dua putra kembarnya, Naga dan Buaya. Buaya, yang baik hati, berjanji menjaga kerajaan, sedangkan Naga, yang egois, hanya memikirkan kesenangan dirinya sendiri.

Setelah kepergian Raja, Naga mulai bertindak semena-mena. Ia malas memerintah dan menghamburkan harta kerajaan. Ia bahkan memeras rakyat dengan pajak yang besar. Buaya berusaha menasihati kakaknya, tetapi Naga tak mengindahkannya. Akhirnya, Buaya marah dan melawan Naga. Pertempuran besar pun terjadi di kerajaan.

Saat Raja kembali, ia terkejut melihat kedua putranya bertempur dan rakyatnya menderita. Dengan penuh amarah, ia mengutuk Buaya menjadi seekor buaya untuk menjaga Pulau Mintin dari serangan musuh. Naga pun dikutuk menjadi naga yang tinggal di Sungai Kapuas, bertugas menjaga agar sungai itu tidak ditumbuhi cendawan bantilung.

Sejak saat itu, Pulau Mintin selalu dijaga oleh buaya, dan Sungai Kapuas dipercaya menjadi tempat tinggal naga. Kutukan sang Raja menjadi legenda yang diceritakan turun-temurun di Kalimantan Tengah.

23. Legenda Gunung Batu Bangkai (Kalimantan Selatan)

Andung Kuswara adalah pemuda baik hati yang tinggal bersama ibunya. Suatu hari, ia menolong seorang kakek di hutan dan diberi kalung sebagai tanda terima kasih. Ketika dewasa, Andung memutuskan merantau untuk menjadi tabib, dan ibunya merestuinya dengan syarat ia tidak melupakan kampung halaman serta ibunya.

Andung berhasil menjadi tabib terkenal dan bahkan menyembuhkan putri Raja Basiang menggunakan kalung pemberian kakek. Sebagai balasannya, ia menikahi sang putri dan hidup dalam kemewahan. Suatu hari, istrinya menginginkan buah kasturi dari Loksado, kampung halaman Andung.

Saat tiba di Loksado, ibunya mengenalinya dan memanggilnya dengan penuh haru. Namun, Andung merasa malu dan mengabaikan ibunya. Ibu Andung yang sedih berdoa, lalu tiba-tiba langit gelap dan petir menyambar Andung, mengubahnya menjadi batu. Sejak saat itu, tempat itu dikenal sebagai Gunung Batu Bangkai di Kalimantan Selatan.

24. Legenda Pesut Mahakam (Kalimantan Timur)

Dua kakak beradik diperintahkan ibu tiri mereka untuk mencari kayu bakar dan dilarang pulang sebelum mendapatkannya. Setelah bekerja keras, mereka akhirnya mengumpulkan kayu, tetapi saat pulang, mereka mendapati rumah kosong, ayah dan ibu tiri mereka telah pergi.

Mereka berusaha mencari orangtua mereka dan bertemu seorang kakek yang memberi tahu bahwa ayah dan ibu tiri mereka menyeberangi sungai. Dengan bantuan kakek, mereka menyeberang dan menemukan rumah baru orangtua mereka. Karena lapar, mereka memakan bubur yang ada di dapur.

Setelah makan, tubuh mereka terasa panas dan mereka berlari ke sungai untuk mendinginkan diri. Saat ayah mereka pulang dan menyadari kehadiran anak-anaknya, ia melihat dua ekor ikan menyemburkan air di sungai. Ibu tiri mereka tiba-tiba lenyap, dan sang ayah sadar bahwa istrinya bukan manusia biasa. Sejak itu, ikan yang menyemburkan air di Sungai Mahakam disebut Pesut Mahakam.

25. Kisah Burung Kekekow (Sulawesi Utara)

Di sebuah desa di Sulawesi Utara, dua gadis bersaudara hidup bersama ibu mereka dalam kemiskinan. Saat kemarau panjang, mereka kesulitan mendapatkan makanan hingga suatu hari, mereka mendengar suara "Keke... kow" di hutan, lalu buah-buahan jatuh dari pohon. Suara itu berasal dari burung ajaib bernama Kekekow, yang kemudian menjadi sahabat mereka dan memberi mereka makanan serta perhiasan.

Kabar tentang burung Kekekow menyebar, membuat warga desa iri. Kepala desa memerintahkan warga menangkap burung itu, berharap bisa mendapatkan kekayaan. Namun, burung Kekekow menolak menuruti permintaan mereka dan akhirnya mati dalam kurungan.

Kakak beradik itu menguburkan Kekekow di halaman rumah mereka. Ajaibnya, dari kuburan itu tumbuh pohon besar yang berbuah sepanjang tahun dengan berbagai jenis buah. Dari hasil menjual buah-buahan itu, mereka hidup berkecukupan. Meskipun sudah mati, burung Kekekow tetap membantu mereka dengan cara yang berbeda.

26. Asal-Usul Pohon Sagu dan Palem (Sulawesi Tengah)

Di pinggir hutan Dolo, hiduplah sebuah keluarga miskin yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak laki-lakinya. Sang istri mengusulkan bercocok tanam, tetapi suaminya yang malas selalu menolak. Namun, akhirnya suaminya setuju dan mencari lahan di hutan.

Keesokan harinya, suami pergi ke hutan tetapi malah bermalas-malasan dan tidur. Hal ini terjadi berulang kali hingga istrinya curiga dan diam-diam mengikutinya. Ketika melihat suaminya hanya bermalas-malasan, ia kecewa dan menangis. Saat suami marah dan meninggalkannya, sang istri berjalan tanpa arah hingga tiba di sebuah telaga.

Karena terpeleset, sang istri jatuh ke telaga dan perlahan berubah menjadi pohon sagu. Saat anaknya datang bersama sang ayah dan melihat kejadian itu, ia panik dan menceburkan diri ke telaga. Ajaib, ia pun berubah menjadi pohon aren. Sang ayah hanya bisa menyesal dan menangis atas kelalaiannya.

27. La Upe (Sulawesi Selatan)

La Upe adalah seorang anak yang tinggal bersama ibu tirinya, I Ruga, yang kejam. Suatu hari, I Ruga menyuruhnya mencari ikan di sungai. Setelah lama menunggu, La Upe menangkap seekor ikan besar yang ternyata adalah raja ikan. Sebagai imbalan atas kebebasannya, raja ikan memberi La Upe kekuatan untuk mengabulkan permintaannya dengan mantra khusus.

Saat pulang, La Upe menceritakan kejadian itu kepada I Ruga, tetapi ia malah dimarahi. Dengan kekuatan barunya, La Upe membuat tubuh I Ruga menempel di pintu. Ketakutan, I Ruga berjanji untuk berubah, dan La Upe membebaskannya.

Bertahun-tahun kemudian, La Upe jatuh cinta pada putri raja, tetapi lamarannya ditolak karena ia bukan bangsawan. Ia pun menggunakan kekuatannya untuk melekatkan sang putri ke pintu istana. Raja mengadakan sayembara untuk menyelamatkan putrinya, dan La Upe berhasil melepaskannya dengan mantra raja ikan.

Karena keajaiban itu, La Upe diizinkan menikahi sang putri. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi raja, menggantikan ayah mertuanya.

28. La Sirimbone (Sulawesi Tenggara)

La Sirimbone, seorang anak laki-laki, tersesat di hutan dan menemukan rumah seorang raksasa perempuan yang baik hati. Raksasa itu mengizinkannya tinggal, tetapi melarangnya keluar karena banyak bahaya.

Suatu hari, La Sirimbone menangkap ikan, tetapi ada jin memakannya. Sebagai ganti, jin itu memberinya cincin ajaib yang bisa menyembuhkan orang sakit. Dalam perjalanan pulang, ia mendapat kalung ajaib dari babi hutan yang memungkinkannya berjalan di atas air, serta keris ajaib dari seorang nelayan yang bisa menikam sendiri.

Dengan ketiga benda ajaib itu, La Sirimbone membantu banyak orang, termasuk menyembuhkan yang sakit dan melawan naga jahat. Setelah berpamitan dengan raksasa, ia melanjutkan perjalanannya untuk menolong lebih banyak orang di berbagai tempat.

29. Keperkasaan Limonu (Gorontalo)

Limonu, seorang yatim piatu, mengetahui bahwa ayah dan kakaknya gugur saat berusaha merebut wilayah utara dari Hemuto, yang ternyata adalah gurunya sendiri. Meskipun ibunya menasihatinya untuk tidak menuntut balas, Limonu bersikeras ingin merebut kembali wilayah ayahnya.

Ia membentuk dan melatih Pasukan Berani Mati, yang juga membantu penduduk wilayah barat dan utara. Karena kebaikannya, rakyat mulai mencintainya.

Saat menghadiri pertemuan pendekar yang dipimpin Hemuto, Limonu menantangnya. Duel pun terjadi di Benteng Otanaha. Berkat kehebatannya dan usianya yang lebih muda, Limonu mengalahkan Hemuto, yang akhirnya menyerahkan kembali wilayah barat kepadanya.

30. I Tui Ting (Sulawesi Barat)

I Tui Tuing, seorang pemuda dengan kulit bersisik seperti ikan terbang, ingin menikah, tetapi ditolak oleh banyak gadis di desanya. Hanya Siti Rukiah, putri Juragan Kaya yang berhati baik, yang bersedia menjadi istrinya.

Siti Rukiah selama ini dipaksa saudara-saudaranya menutupi kecantikannya dengan bedak arang. Setelah menikah, saat mencuci wajahnya, arang itu hilang, memperlihatkan kecantikannya yang sesungguhnya.

Sementara itu, I Tui Tuing yang pergi menangkap ikan kembali dalam wujud seorang pria tampan, sisiknya lenyap karena ketulusan hati Siti Rukiah. Mereka pun menyadari keajaiban cinta mereka dan hidup bahagia bersama.

31. Asal Mula Tanjung Menangis (Maluku Utara)

Setelah Raja wafat, Putra Baginda Binaut mendesak ibunya agar segera dinobatkan sebagai raja. Namun, setelah berkuasa, ia menjadi raja yang kejam dan tamak, menindas rakyatnya serta mengabaikan nasihat ibunya dan saudara-saudaranya, Baginda Arif dan Putri Nuri.

Tak tahan dengan perlakuan Binaut, sang Ratu beserta kedua anaknya meninggalkan istana dan hidup dalam pengasingan. Sementara itu, rakyat semakin menderita. Seorang pelayan istana bernama Bijak berencana melawan Binaut, tetapi Ratu dan keluarganya melarangnya mencelakai Binaut.

Hingga suatu hari, gunung meletus dan lahar panas mengalir ke arah istana. Binaut berusaha melarikan diri, tetapi lahar terus mengejarnya. Sebelum akhirnya tersapu lahar, ia sempat menyesali perbuatannya dan meminta maaf. Tubuhnya terdampar di sebuah tanjung, yang kemudian disebut Tanjung Menangis, karena konon masih terdengar suara tangisannya.

32. Si Rusa dan Si Kelomang (Maluku)

Kelompok rusa di hutan Kepulauan Aru menjadi sombong karena kecepatan mereka berlari. Mereka menantang hewan lain berlomba dan merebut wilayah yang kalah, hingga akhirnya menguasai hutan.

Suatu hari, mereka ingin merebut wilayah indah milik kelomang dan menantang pemimpin kelomang untuk lomba lari. Meski kecil dan lambat, kelomang memiliki akal cerdik. Diam-diam, ia menyusun strategi dengan sepuluh temannya, yang bersembunyi di setiap perhentian perlombaan.

Saat lomba dimulai, rusa berlari cepat dan terus mengolok kelomang. Namun, setiap tiba di perhentian, selalu ada kelomang yang sudah lebih dulu sampai. Rusa terkejut dan terus berlari lebih cepat, tetapi kelomang selalu unggul. Akhirnya, kelomang memenangkan lomba, dan rusa pun mengakui kekalahannya.

Karena malu, rusa mengembalikan semua wilayah yang direbutnya. Sejak saat itu, hutan kembali damai, dan tak ada yang membocorkan rahasia kemenangan kelomang.

33. Kasuari dan Dara Makota (Papua)

Burung Kasuari terkenal serakah, mengambil semua buah di pohon dan tanah, sehingga burung lain tidak kebagian. Karena itu, tak ada yang mau berteman dengannya.

Dara Makota mengusulkan lomba terbang untuk mengajarkan Kasuari pelajaran. Jika Kasuari kalah, ia harus berhenti mencurangi burung lain. Meski diragukan karena tubuhnya kecil, Dara Makota tetap menantang Kasuari.

Saat lomba dimulai, Kasuari terbang cepat sambil mengejek Dara Makota. Namun, karena terlalu asyik menoleh ke belakang, ia menabrak pohon hingga sayapnya patah. Kasuari jatuh dan tak bisa terbang lagi, sementara Dara Makota terus melesat jauh.

Kasuari akhirnya sadar akan kesalahannya dan malu karena telah mencurangi burung lain. Sejak saat itu, ia berubah menjadi lebih baik, tetapi tak bisa terbang lagi dan hanya mencari makan di tanah.

34. Legenda Nama Irian (Papua Barat)

Mananamakrdi, anak bungsu yang malang dari Kampung Sopen, diusir keluarganya karena tubuhnya dipenuhi kudis. Ia merantau hingga tiba di Pulau Miokbundi dan mulai hidup baru.

Suatu hari, ia memergoki makhluk bernama Sampan yang mencuri air niranya. Sebagai balasan karena telah dibebaskan, Sampan memberi petunjuk agar Mananamakrdi melemparkan biji bitanggur kepada seorang gadis di pantai. Gadis itu, Insoraki, anak kepala suku, jatuh cinta dan menikah dengannya.

Namun, penduduk desa tak tahan dengan kudis Mananamakrdi dan pergi meninggalkan kampung. Sedih, ia hendak membakar diri, tetapi Insoraki mencegahnya. Keajaiban terjadi, kudisnya hilang karena ketulusan cinta Insoraki.

Mereka pun berlayar hingga tiba di Mandori, dekat Manokwari. Saat fajar menyingsing, putra mereka, Konori, berteriak, "Irian... irian..." yang berarti panas. Insoraki menjelaskan bahwa panas matahari pagi menunjukkan tanah yang indah. Sejak itu, wilayah tersebut disebut Irian.

Demikianlah cerita rakyat pendek lengkap dari seluruh daerah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Semoga bermanfaat!




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads