Melihat Candi Gampingan Situs Pemujaan Dewa Kemakmuran di Bantul

Melihat Candi Gampingan Situs Pemujaan Dewa Kemakmuran di Bantul

Najma Alya Jasmine, Rheina Meuthia Ashari, Rhesa Azhar Pratama - detikJogja
Minggu, 27 Okt 2024 11:08 WIB
Kompleks Candi Gampingan di Bantul. Lokasi candi ini konon dipakai untuk pemujaan dewa kemakmuran.
Kompleks Candi Gampingan di Bantul. Lokasi candi ini konon dipakai untuk pemujaan dewa kemakmuran. (Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja)
Bantul -

Candi Gampingan di Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, dulunya merupakan tempat pemujaan Dewa Jambhala atau Dewa Kemakmuran. Situs Candi Gampingan ini unik karena terbuat dari batu putih yang direkatkan dengan tanah liat.

Candi Gampingan ini sudah tidak utuh dan tersisa struktur pondasi candi. Perjalanan menuju Candi Gampingan sekitar 11 km dari Titik Nol Yogyakarta menuju ke arah timur.

Dari jalan utama, detikers melewati jalanan desa daerah Piyungan yang di sekelilingnya terdapat banyak sawah dan kebun jagung. Lokasi Candi Gampingan berada di tengah perkampungan dan berdekatan dengan saluran irigasi yang berair jernih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Candi Gampingan diketahui sebagai tempat ibadah umat Buddha. Bangunan candi ini unik karena berbeda dengan struktur candi lainnya yang dibangun menggunakan batuan andesit, melainkan dari batu putih yang direkatkan dengan tanah liat.

"Karena terbuat dari batu putih dan hanya direkatkan dengan tanah liat, kekuatannya tidak sekuat batu andesit yang pakai kunci-kuncian. Makanya, setelah kena panas, hujan, dan termakan usia, candi ini akhirnya runtuh," terang Juru Pelihara Candi Gampingan, Taniyo saat ditemui detikJogja di lokasi, Gampingan, Bantul, Jumat (18/10/2024).

ADVERTISEMENT

Awal Mula Penemuan Candi Gampingan

Candi ini mulanya ditemukan saat salah seorang warga menggali tanah untuk membuat batu bata. Namun, di tengah penggalian, warga bernama Sarjono, itu justru menemukan sisa bangunan candi yang berserakan.

"Yang menemukan itu Pak Sarjono pas lagi menggali tanah buat bikin bata merah, tapi lahannya itu bukan punya dia, tapi Bu Mulyo. Saat Pak Sarjono itu lagi ngegali, nggak sengaja nemu batuan itu," jelas Taniyo.

Setelah adanya penemuan batu, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (sekarang Badan Pelestarian Kebudayaan Wilayah X) langsung menindaklanjuti dengan melakukan ekskavasi. "Penggalian itu dilakukan secara tiga tahap, yaitu Agustus 1995, November 1996, dan terakhir Oktober 1997," kata Taniyo.

Pada awal penggalian, batuan yang ditemukan keadaannya cukup berantakan. Bebatuan tersebut lalu dikumpulkan dan disusun di satu tempat oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP).

"Awalnya (batuannya) lebih berserakan dari ini (sekarang). Struktur bangunannya sudah agak berantakan karena usia dan mungkin terkena gempa atau banjir. Tapi, kemudian yang berantakan itu dikumpulkan jadi satu tempat," jelas Taniyo.

Kompleks Candi Gampingan di Bantul. Lokasi candi ini konon dipakai untuk pemujaan dewa kemakmuran.Bagian depan Candi Gampingan di Bantul. Candi Gampingan ini konon dipakai untuk pemujaan dewa kemakmuran. Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja

Sementara itu, terkait nama 'Gampingan' menggunakan lokasi tempat penemuan candi ini. Keunikan lain dari Candi Gampingan ini yakni berdekatan dengan satu unit rumah.

Rumah itu ternyata dibangun sebelum kompleks candi seluas 1.800-2.000 meter persegi ini ditemukan sehingga tetap dibiarkan berdiri. Namun, setelahnya tak diperbolehkan ada pembangunan lagi di sekitar lokasi penemuan candi.

"Itu luasnya (kompleks Candi Gampingan) sampai pondasi yang ndak boleh dibuat rumah. Itu sebenarnya pondasi rumah, udah mau dibangun, terus ndak boleh karena berdekatan dengan benda cagar budaya," jelas Taniyo sambil menunjukkan fondasi rumah yang pembangunannya tak pernah dilanjutkan lagi.

Tempat Pemujaan Dewa Kemakmuran

Kompleks Candi Gampingan ini diketahui sebagai tempat pemujaan Dewa Jambhala atau Dewa Kemakmuran. Dikutip dari situs Jogja Cagar, Dewa Jambhala merupakan dewa yang memiliki kedudukan setara dengan Dhyani Boddhisatwa.

Dewa Jambhala merupakan istadewata atau dewa yang dipuja personal karena mitologinya sebagai dewa kemakmuran, dewa kekayaan, dan sebagai dewa penjaga dharma.

Ciri khas arca Jambhala memiliki atribut berupa tundhila (perut buncit), jambhira (jeruk), nakula (kantung berisi uang dan permata yang terbuat dari kulit binatang), navangsa (untaian permata), dan nidhi (bejana berisi permata).

Arca Jambhala digambarkan duduk dengan sikap setengah bersila (lalitasana) atau bersila dengan kaki kanan di atas kaki kiri (vajraparyankasana), dan duduk di atas padmasana. Sampai saat ini, masih ada beberapa umat Buddha yang beribadah atau sembahyang di Candi Gampingan.

"Kadang-kadang ada yang datang hanya penasaran, tapi ada juga yang datang untuk sembahyang," jelas Taniyo.

"Kalau sembahyang itu orang jauh, jadi tidak warga di sini terus melakukan sembahyang, itu ndak. Tapi orang jauh pengin sembahyang, ya sembahyangnya di sini," sambungnya.

Kompleks Candi Gampingan di Bantul. Lokasi candi ini konon dipakai untuk pemujaan dewa kemakmuran.Kompleks Candi Gampingan di Bantul yang berdekatan dengan rumah warga. Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja


Taniyo menyebut pengunjung yang beribadah biasanya datang pada sore hari. Dia menyebut umat yang datang sembahyang biasa membawa dupa sendiri dan meletakkannya di barat candi.

"Ya, datang berdoa. Biasanya bawa dupa saja. Ya, kalau bunga itu ada. Kalau sesajen itu yang ndak ada," kata Taniyo.

3 Arca di Candi Gampingan

Setidaknya ada tiga arca yang ditemukan di lokasi kompleks candi. Ketiga arca itu yaitu Dhyani Buddha Vairocana yang terbuat dari perunggu, arca Jambhala, serta Candralokesvara.

Tak hanya arca, ada pula peripih, perhiasan emas, gerabah atau keramik yang ditemukan di Candi Gampingan. Namun, semuanya kini disimpan di kantor Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X.

"Karena untuk menjaga keamanan, itu (arca beserta fragmen lainnya) dibawa ke kantor," terang Taniyo.

Sebagai informasi, Candi Gampingan menghadap ke barat sama seperti candi pada umumnya.

"Candi (Gampingan) itu menghadap ke barat. Kurang tahu (kenapa), memang begitu lah. Candi Barong menghadap ke barat juga," kata Taniyo.

Upaya Pelestarian Candi Gampingan

Sebagai juru pelihara, Taniyo telah bertugas di SPSP (sekarang BPK Wilayah X) sejak sekitar 1990. Dia berkomitmen untuk menjaga situs ini agar tidak rusak.

"Kalau candi ini tidak dirawat, bisa saja rusak atau bahkan diambil orang untuk pondasi rumah, karena banyak yang belum paham pentingnya peninggalan sejarah ini," ujarnya.

Dia berharap situs Candi Gampingan tetap terjaga. Taniyo lalu menjelaskan upaya perawatan Candi Gampingan.

"Ya dibersihkan pakai sikat, terus sapu lidi. Lalu, beberapa kali juga pakai air. Kotornya itu biasanya karena lumutan sama ditumbuhi rumput juga kalau musim hujan," terang Taniyo.

Potret relief dan situs Candi Gampingan di Bantul.Potret relief Candi Gampingan di Bantul. Foto: Rhesa Azhar Pratama/detikJogja

Taniyo pun berpesan kepada para pengunjung Candi Gampingan maupun situs-situs bersejarah cagar budaya lainnya untuk berlaku sopan. Dia pun mewanti-wanti agar jangan membawa pulang barang apa pun dari sekitar wilayah situs.

"Andaikan berkunjung ke cagar budaya, saya bilangin untuk jangan sembarangan mengambil batu karena sudah ada beberapa kejadian di situs lain yang saya jaga, tapi bukan di sini (Candi Gampingan)," pesan Taniyo.

"Karena orang Jawa itu percaya nggak percaya ya tentang beginian, tapi kalau saya sendiri yang orang Islam percaya itu (hal mistis) bukan berarti disembah, tapi percaya karena adanya makhluk lain juga karena ciptaan Tuhan dan dalam Al-Qur'an juga disebutkan ada jin dan manusia," tutup Taniyo.

Artikel ini ditulis oleh Najma Alya Jasmine, Rheina Meuthia Ashari, dan Rhesa Azhar Pratama peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(ams/rih)

Hide Ads