Setiap tahunnya, baik di Jogja maupun Solo, sebuah tradisi bernama Sekaten digelar di wilayah keraton. Kendati sama-sama bertujuan memeringati maulid atau kelahiran Nabi Muhammad SAW, terdapat perbedaan antara Sekaten Jogja dan Solo.
Tiap kali dilangsungkan, Sekaten selalu berhasil minat masyarakat sekitar hingga wisatawan mancanegara untuk datang dan menyaksikan. Tak heran, kegiatan satu ini memang sarat budaya, dari kesenian hingga sejumlah benda pusaka, sehingga menarik minat masyarakat.
Lalu, apa perbedaan antara Sekaten Jogja dan Solo? Simak penjelasan lengkapnya yang telah detikJogja siapkan melalui uraian berikut.
Asal-usul dan Sejarah Sekaten
Dirujuk dari dokumen bertajuk Upacara Tradisional Sekaten tulisan Ernawati Purwaningsih, SSi, MSc yang diunggah laman resmi Balai Layanan Perpustakaan Jogja, terdapat beberapa pendapat mengenai asal-usul kata Sekaten itu sendiri. Apa saja?
Pendapat pertama menyatakan bahwasanya Sekaten berasal dari kata 'sekati', nama perangkat gamelan pusaka kraton yang dibunyikan dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad. Kedua, kata Sekaten berasal dari gabungan dua istilah, yakni suka dan ati yang bermakna senang hati.
Ketiga, ada juga yang berpendapat bahwa kata ini berasal dari istilah Islam, syahadatain (dua kalimat syahadat). Terakhir, Sekaten dianggap berasal dari kata sakapti yang bermakna satu hati. Maksud satu hati adalah peristiwa bersatunya Raden Patah dengan Prabu Brawijaya dalam Islam.
Lebih lanjut, diringkas dari Jurnal Mawaizh bertajuk 'Manajerial Dakwah Islam Melalui Perayaan Sekaten Sebagai Representasi Kekayaan Kebudayaan Islam Indonesia' oleh Muhammad Fatih Arroichan dan Rasmuin, tidak ada literatur sejarah konkrit tentang perayaan Sekaten yang dirayakan pertama kali. Namun, diketahui bahwasanya Sekaten sudah dilakukan beratus tahun lalu.
Jika menilik sumber warta Islam, pencipta Sekaten adalah seorang tokoh walisongo termasyhur, Sunan Kalijaga. Dijelaskan bahwasanya sang sunan membuat tradisi tersebut untuk menyebarkan agama Islam melalui penggabungan tradisi Jawa-Hindu.
Dulunya, jauh sebelum Sunan Kalijaga menciptakan Sekaten yang bernapaskan Islam, tradisi ini telah sering dilakukan oleh masyarakat Jawa. Bedanya, Sekaten yang dahulu dilakukan untuk hari-hari besar tanpa adanya nilai-nilai keislaman.
Perbedaan Sekaten Jogja dan Solo
Dirangkum dari dokumen yang telah disebutkan sebelumnya, laman resmi Pemerintah Kota Surakarta, dan situs Dinas Pariwisata Kota Jogja, perbedaan Sekaten Jogja dan Solo dapat detikers cermati dalam poin-poin di bawah ini:
1. Pembacaan Riwayat Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Perbedaan pertama antara Sekaten Jogja dan Solo bisa dilihat dari ada tidaknya pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam budaya Jogja, pembacaan riwayat ini dilakukan pada 5 Rabiul Awal di serambi Masjid Besar, sedangkan di Solo, tradisi serupa tidak ditemui.
2. Prosesi Udhik-udhik
Dalam prosesi Sekaten ala Jogja, prosesi Udhik-Udhik akan dilakukan sebelum prosesi Kondur Gangsa (kembalinya seperangkat Gamelan Sekati) dilaksanakan. Sementara itu, Sekaten Solo tidak mengenal adanya prosesi Udhik-Udhik.
Apa itu? Udhik-Udhik adalah upacara penyebaran kepingan uang logam oleh sri sultan. Upacara ini adalah perlambang pengayoman dan penyejahteraan rakyat oleh rajanya. Atau, dalam literatur lain, bermakna lambang pemberian anugerah.
Dirujuk dari laman resmi Pemerintah Daerah DIY, udhik-udhik yang disebar sang sultan tidak terbatas pada uang saja, melainkan juga barang lain, seperti beras bercampur bunga yang telah diberi kunyit dan beras kuning.
3. Waktu Pelaksanaan Tumplak Wajik
Sejatinya, dalam budaya peringatan Maulid Nabi Jogja, upacara tumplak wajik merupakan bagian dari upacara Garebeg Mulud, bukan Sekaten. Keduanya memang dilakukan dalam satu rangkaian, tetapi memiliki perbedaan.
Upacara tumplak wajik atau numplak wajib Jogja diselenggarakan empat hari menjelang upacara Garebeg, yakni 8 Mulud. Sementara itu, dalam budaya Sekaten Keraton Solo, tumplak wajik dilaksanakan dua hari sebelum Grebeg Maulud.
4. Jenis Gunungan
Dalam prosesi Sekaten Jogja, terdapat empat jenis gunungan, yakni gunungan jaler (pria), gunungan estri (perempuan), gunungan gepak, dan gunungan pawuhan. Sementara itu, dalam Sekaten Solo, hanya terdapat dua gunungan, yakni gunungan jaler dan estri.
Jalannya Tradisi Sekaten Jogja dan Solo
Di Jogja, gamelan Sekaten akan dibunyikan pada 5 Rabiul Awal sejak pukul 16.00 hingga 23.00 WIB. Setelah itu, gamelan dipindahkan ke pagongan Masjid Besar untuk kemudian dibunyikan siang-malam. Namun, saat waktu sholat dan Jumat, gamelan pusaka tidak dibunyikan.
Pada 11 Rabiul Awal, Sri Sultan beserta para pengiringnya akan pergi ke serambi Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW. Rangkaian acara pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW ini dilakukan mulai pukul 20.00 hingga 23.00 WIB.
Terakhir, gamelan yang telah dibunyikan berhari-hari tersebut dikembalikan ke keraton. Pengembalian gamelan ini dilakukan pada 11 Rabiul Awal mulai jam 23.00 WIB. Dengan berakhirnya prosesi ini, upacara Sekaten resmi selesai.
Diringkas dari skripsi berjudul Perencanaan Promosi Perayaan Sekaten dan Grebeg Mulud di Surakarta Melalui Media Komunikasi Visual oleh Novia Wibowo dari Universitas Sebelas Maret, prosesi Sekaten Solo dimulai dengan pemboyongan gamelan pusaka ke Masjid Agung Solo.
Setelah sampai, gamelan pusaka tersebut akan terus ditabuh hingga menjelang Grebeg Gunungan Sekaten. Usai proses penabuhan gamelan pusaka selesai, gamelan tersebut dikembalikan ke keraton. Gamelan Kyai Guntur Madu dimasukkan ruang pusaka, sedangkan Kyai Guntur Sari dibawa ke depan Sasana Sewaka.
Sebab, Gamelan Kyai Guntur Sari nantinya akan digunakan untuk mengiringi Hajad Dalem Gunungan Sekaten ke Masjid Agung. Pada 12 Mulud, makanan-makanan tradisional dan hasil bumi yang disusun dalam gunungan akan dibagikan kepada warga sebagai simbol kepedulian raja terhadap rakyatnya.
Demikian penjelasan lengkap mengenai perbedaan Sekaten Jogja dan Solo. Semoga pembahasannya bermanfaat.
(sto/apu)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM