Pisowanan Ageng adalah sebuah tradisi di Jogja yang berasal dari kata 'sowan' yang berarti pertemuan dan 'ageng' yang berarti besar, sehingga secara harfiah berarti 'Pertemuan Agung'. Pisowanan Ageng melambangkan pertemuan antara rakyat dengan Sultan atau Raja Jogja, serta merupakan simbol keberadaan Kraton sebagai pengayom rakyat.
Tradisi ini juga mencerminkan hubungan antara Sultan dan rakyat, serta aspek spiritual antara Tuhan dan umat-Nya. Pisowanan Ageng merupakan evolusi dari tradisi kuno 'Topo pepe', di mana rakyat menunggu Raja di depan kerajaan hingga Raja menemui mereka.
Lantas seperti apa sejarah hingga makna dan dampak Pisowanan Ageng? Mari simak penjelasan yang dihimpun dari buku Langkah Raja Jawa Menuju Istana oleh Arwan Tuti Artha dan artikel ilmiah Makna Pisowanan Agung di Yogyakarta Tahun 1998-2008 oleh Agung Mustifaris Nugroho berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Pisowanan Ageng
Pada 1998, Indonesia mengalami aksi reformasi besar-besaran. Reformasi ini merupakan gerakan untuk perubahan dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik, sosial, hukum, dan ekonomi. Krisis yang melanda sejak 1997, termasuk krisis ekonomi dan sosial, mendorong rakyat untuk menuntut perubahan kepemimpinan. Presiden Soeharto, yang memimpin pada masa itu, dianggap bertanggung jawab atas krisis ini.
Aksi reformasi dipimpin oleh mahasiswa dan masyarakat dari berbagai universitas. Pada 12 Mei 1998, terjadi kekacauan di Jakarta dengan mahasiswa Universitas Trisakti menjadi korban. Kerusuhan meluas ke kota-kota lain seperti Semarang, Solo, dan Jogja. Di Jogja, bentrokan antara aparat dan mahasiswa menyebabkan situasi memanas. Sri Sultan Hamengku Buwono X berusaha meredakan ketegangan dengan melakukan orasi dan mengajak massa untuk tetap tenang.
Untuk menenangkan keadaan, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengadakan acara Pisowanan Ageng pertama kali pada Mei 1998. Acara ini mengajak masyarakat Jogja untuk mendukung reformasi dengan aman. Pisowanan Ageng menjadi sangat penting karena setelah acara ini, Presiden Soeharto mengundurkan diri dan menyerahkan jabatan kepada BJ Habibie. Hal ini menandai berakhirnya masa Orde Baru dan dimulainya era reformasi.
Pisowanan Ageng adalah tradisi budaya Jogja yang kini menjadi acara penting di era modern. Sejak Mei 1998, Sri Sultan Hamengku Buwono X telah menyelenggarakan Pisowanan Ageng empat kali, termasuk pada September 1998, April 2007, dan Oktober 2008. Acara ini digunakan untuk menyampaikan pesan dan keinginan Sultan kepada rakyatnya.
Makna Pisowanan Ageng
Pisowanan Ageng yang telah digelar beberapa kali oleh Sultan Jogja memiliki sejumlah makna yang mendalam. Mari simak detailnya berikut ini.
1. Hubungan antara Rakyat dan Pemimpin
Pisowanan Ageng mencerminkan hubungan yang kuat antara Sultan dan rakyat Jogja. Tradisi ini memperkuat ikatan batiniah dan komunikasi langsung. Masyarakat berkumpul untuk bertemu sultan dengan penuh hormat. Hubungan ini menunjukkan kedekatan dan saling pengertian antara pemimpin dan rakyat.
2. Ekspresi Budaya dan Apresiasi
Pisowanan Ageng adalah bentuk ekspresi budaya yang elegan. Masyarakat hadir secara sopan dan terhormat untuk menemui sultan. Tradisi ini menunjukkan apresiasi terhadap nilai-nilai budaya dan simbol-simbol sakral. Ini merupakan cara yang penuh makna untuk menghormati dan menghargai pemimpin.
3. Media Dialog
Tradisi ini berfungsi sebagai media dialog langsung antara rakyat dan sultan. Rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan kekhawatiran mereka. Sultan mendengarkan dan memberikan penjelasan mengenai isu-isu yang tidak dipahami. Pisowanan Ageng memungkinkan komunikasi yang terbuka dan jelas antara pemimpin dan masyarakat.
4. Keistimewaan Jogja
Pisowanan Ageng menegaskan pentingnya keistimewaan Jogja. Tradisi ini menunjukkan bahwa status keistimewaan harus diakui oleh pemerintah pusat. Keistimewaan ini merupakan hasil dari sejarah dan budaya yang kuat. Pemerintah pusat diharapkan untuk menghormati dan memperhatikan keistimewaan ini.
5. Fenomena Lokal dan Nasional
Pisowanan Ageng memiliki dampak yang signifikan baik secara lokal maupun nasional. Acara ini mencerminkan kearifan lokal yang mendalam dan relevansi nasional. Jogja terus berperan penting dalam konteks Republik Indonesia. Pemerintah pusat perlu memperhatikan aspek lokal untuk menjaga keseimbangan dan integritas negara.
Dampak Pisowanan Ageng
Pisowanan Ageng bukan hanya tradisi tanpa makna. Tradisi ini telah berdampak dalam berbagai lini kehidupan berikut ini.
1. Dampak Politik
Dalam bidang politik, inilah beberapa dampak besar yang ditimbulkan dari gelaran Pisowanan Ageng.
- Reformasi 1998
Pisowanan Ageng pertama pada Mei 1998 mendukung aksi reformasi di Indonesia dengan damai. Acara ini membantu menghindari kekacauan yang terjadi di daerah lain seperti Jakarta. Dampak politiknya adalah Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi pelopor reformasi dan mengarah pada pengunduran diri Presiden Soeharto.
- Penetapan Gubernur
Pisowanan Ageng kedua pada September 1998 menyelesaikan kekosongan jabatan Gubernur DIY setelah Paku Alam VIII meninggal dunia. Sri Sultan Hamengku Buwono X diangkat sebagai Gubernur DIY dan Paku Alam XI sebagai Wakil Gubernur.
- Pernyataan Politik
Pisowanan Ageng ketiga pada April 2007 menanggapi desakan rakyat mengenai posisi Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur. Dampaknya adalah Sri Sultan tetap tidak bersedia menjadi Gubernur dan memutuskan untuk maju dalam pilpres 2009.
2. Dampak Budaya
Selain memberikan dampak politik, pisowanan ageng juga memberikan pengaruh besar terhadap budaya. Makna Pisowanan Ageng berubah dari tradisi sakral menjadi acara dengan nuansa politik. Sebelumnya, Pisowanan Ageng berfungsi sebagai ritual budaya untuk memperkuat hubungan antara raja dan rakyat, namun kini lebih berfokus pada kepentingan politik.
Penyelenggaraan Pisowanan Ageng kini dilakukan oleh pihak yang berkepentingan, bukan hanya oleh Kraton Jogja. Perubahan ini mencerminkan pergeseran dari acara budaya tradisional ke acara yang lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Proses Pisowanan Ageng juga telah berubah dari duduk di singgasana tradisional menjadi duduk lesehan atau di panggung. Pusaka-pusaka yang dulunya dikeluarkan sekarang tidak lagi ditampilkan.
Bentuk-bentuk Pisowanan Ageng tradisional seperti Sowan Padintenan kini tidak ada. Tujuan acara yang dulunya untuk menjalin silaturahmi kini lebih banyak berfokus pada tujuan-tujuan tertentu, termasuk politik.
3. Dampak Ekonomi
Terakhir, Pisowanan Ageng juga berdampak dalam bidang ekonomi. Apa sajakah dampak tersebut? Mari simak pembahasannya berikut ini.
- Penggalangan Dana
Pendanaan Pisowanan Ageng melibatkan kontribusi dari kraton, sultan, dan juga penggalangan dana dari hotel, pengusaha, dan swadaya. Penggalangan dana ini digunakan untuk biaya penyelenggaraan, transportasi, dan kebutuhan lainnya.
- Keuntungan untuk Pedagang
Para pedagang, warung, dan pedagang keliling mendapatkan keuntungan dari acara Pisowanan Ageng karena banyaknya peserta dan tamu undangan. Acara ini menjadi peluang bagi mereka untuk meningkatkan pendapatan.
- Transportasi Umum
Transportasi umum seperti tukang becak, ojek, dan bus juga mendapatkan keuntungan dari meningkatnya permintaan selama acara. Hal ini menunjukkan dampak positif Pisowanan Ageng pada sektor transportasi.
- Pengusaha Hotel
Pengusaha hotel di Jogja merasakan manfaat dari banyaknya tamu dari luar daerah yang menghadiri Pisowanan Ageng. Acara ini memberikan keuntungan ekonomi bagi industri perhotelan di kawasan tersebut.
Demikian penjelasan lengkap mengenai Pisowanan Ageng Sultan Jogja, mulai dari pengertian hingga dampaknya. Semoga bermanfaat!
(par/ams)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM