Melihat Pembuatan Boneka untuk Saparan Bekakak di Ambarketawang Sleman

Dwi Agus - detikJogja
Kamis, 22 Agu 2024 13:58 WIB
Warga bergotong royong membuat boneka bekakak di Dusung Karangnongko, Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Kamis (23/8/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja
Sleman -

Saparan Bekakak Ambarketawang Gamping diawali dengan pembuatan 2 pasang boneka bekakak. Prosesi ini dilakoni secara guyub rukun oleh warga Ambarketawang. Bertempat di Karangnongko, Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman.

Pelestari Saparan Bekakak Ambarketawang, R Yudi Pramardiyanto (56), menuturkan boneka bekakak dibuat dari campuran beras ketan dan beras biasa. Kedua jenis beras ini ditumbuk hingga menjadi bubuk tepung. Setelahnya dimasak dan dihancurkan untuk dibentuk menjadi tubuh bekakak.

"Setelah dimasak lalu diremuk dan diuleni. Baru setelah uleni seperti tanah liat itu baru ditempelkan ke rangka tubuh. Untuk darahnya pakai gula merah atau gula Jawa," jelasnya saat ditemui di lokasi pembuatan boneka bekakak, Kamis (22/8/2024).

Untuk tubuh bekakak menggunakan bilah bambu. Boneka bekakak Kakung menggunakan bambu yang lebih panjang. Adonan ketan dan beras yang sudah masak lalu ditempelkan pada rangka bambu ini.

Dalam membentuk kepala bekakak digunakan pepaya mentah berukuran kecil. Pepaya ini ditancapkan pada bilah bambu. Sementara untuk darah yang terbuat dari gula Jawa diletakkan di selongsong bambu sekitar leher boneka.

"Jadi 2 pasang berarti ada empat boneka. Bedanya yang satu boneka Kakung itu pakai kuluk dan satunya lagi pakai iket atau blangkon untuk mahkota. Sementara yang boneka Estri (perempuan) sama bentuknya," katanya.

Warga bergotong royong membuat boneka bekakak di Dusung Karangnongko, Gamping Kidul, Ambarketawang, Gamping, Sleman, Kamis (23/8/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja

Yudi menuturkan tradisi ini telah ada sejak era Sri Sultan Hamengku Buwono I. Berawal dari keprihatinan warga sekitar Gamping yang kerap terjadi musibah. Tepatnya warga yang menjadi korban tubuhnya tebing gunung Gamping.

Alkisah pada zaman dahulu bahwa kawasan Gamping awalnya ada perbukitan batuan gamping. Bersamaan dengan pembangunan Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, kawasan ini mulai ditambang. Hasil dari penambangan ini lalu menjadi bahan baku konstruksi Karaton dan sejumlah bangunan di wilayah Jogja.

"Dulu rata-rata warga kan pencari nafkah untuk batu gamping. Itu ambil batu gamping, setelah jadi batu gamping terus istilahnya dibakar untuk bangunan itu. Saat menambang ini banyak korban, ini istilahnya untuk selamatan lah," ujarnya.

Salah satu tokoh yang terkenal dalam cerita ini adalah Ki Wirosuto. Sosok ini adalah abdi dalem Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dipercaya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sebagai juru kunci Gunung Gamping.

Sosok Ki Wirosuto dan istrinya Nyi Wirosuto turut menjadi korban atas robohnya gunung gamping. Tubuhnya tidak bisa ditemukan hingga saat ini. Peristiwa inilah yang membuat Sri Sultan Hamengku Buwono I memerintahkan warga Gamping membuat ritual Saparan Bekakak.

"Nah pada waktu itu banyak yang cari batu gamping kejugrugan (tertimpa). Lalu utusan Sri Sultan Hamengku Buwono I memerintahkan adanya Saparan Bekakak dengan membuat boneka manten tapi doanya tetap kepada Allah," katanya.

Yudi sendiri merupakan generasi kelima pembuat boneka bekakak. Tradisi ini sudah ada sejak jaman kakek buyutnya. Hingga akhirnya tetap lestari dan dirawat oleh generasi saat ini.

Puncak Saparan Bekakak bakal digelar besok. Inti agenda prosesnya di halaman berikut:




(apu/cln)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork