Tradisi Saparan di Mantran Wetan, Desa Girirejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, digelar guyub. Tradisi yang digelar setiap Rabu Pahing saat Sapar ini dilakukan dengan 'pesta' ingkung.
Acara tradisi bagi warga yang tinggal di lereng Gunung Andong ini sudah turun temurun dilangsungkan. Acara dimulai dengan kirab gunungan keliling dusun, kemudian menuju rumah Kepala Dusun Mantran Wetan Handoko.
Dalam kirab ini, masing-masing KK membawa ingkung dan tumpeng. Kemudian, warga melakukan doa bersama yang dipimpin tokoh agama setempat, Mohammad Tohir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usai melakukan doa bersama, warga kembali menuju rumahnya masing-masing. Setelah itu, sanak saudara, tetangga dusun lain maupun warga lainnya berdatangan untuk silaturahmi. Istimewanya Saparan tahun ini bersamaan dengan memperingati HUT Ke-80 Kemerdekaan RI.
"Warga Mantran Wetan sebagai agenda tahunan, yaitu bersih dusun Saparan. Dengan kirab tumpeng jungko dan ingkung sewu. Kirab keliling dusun di sepanjang jalan Dusun Mantran Wetan menuju ke tempat Bapak Kadus," kata tokoh masyarakat Mantran Wetan, Supadi Haryanto, kepada detikJateng, Rabu (13/8/2025).
"Semua warga Mantran Wetan atas rasa syukur semoga diterima Allah SWT. Diberikan kelancaran karena semua mayoritas pertanian diberikan kelimpahan. Yang bertani diberikan rezeki dan pedagang yang buruh bekerja. Apapun itu semoga menjadi rezeki, manfaat halal yang barokah ini," sambung Supadi.
Saparan tersebut, kata Supadi, diadakan setiap tahunnya pada bulan Sapar, tepatnya pada hari Rabu Pahing. Jika di bulan Sapar tidak ada hari Rabu Pahing dilangsungkan pada bulan Mulud atau Maulud.
![]() |
"Jadi tidak meninggalkan hari, walaupun sudah di bulan Mulud tetap. Di Rabu Pahing," ujarnya.
"Ini keguyuban warga. Tahun ini (pentas) kesenian seperti wayang kulit siang hari dan malam serta kesenian-kesenian yang lainnya. Di dusun ini ada 155 KK kurang lebih untuk pembiayaannya (urunan) Rp 300 ribu per KK," bebernya.
Supadi menambahkan, untuk urunan per KK Rp 300 ribu, sedangkan yang di rumah lebih besar lagi. Setiap orang yang berkunjung atau silaturahmi tidak boleh pulang sebelum mencicipi minuman dan makanan.
"Tapi untuk yang di dalamnya (keperluan jamuan di rumah) mungkin ini lebih sepuluh kali lipat, tiga puluh kali lipat, empat puluh kali lipat. Karena semua antara gupuh, lungguh, suguh. Ini masyarakat mengundang sanak saudara, teman, relasi diundang semua dari pagi sampai nanti jam 12 malam. Bahkan ada yang Kamis, ada yang sampai Jumat besok itu," imbuhnya.
"Itu kalau saya bilang mohon maaf, kalau yang rata-rata per KK itu sekitar 5-6 bisa sampai 10 juta per KK. Mempersiapkan ubarampe konsumsi karena mengundang sanak saudara. Itulah istilahnya sedekah. Sedekah itu kita nggak ikhlas, nggak plong di hati kalau belum duduk, makan, baru pamit pulang walaupun yang disajikan cuma apa adanya," lanjutnya.
Hal senada disampaikan Kepala Dusun Mantran Wetan Handoko. Acara Saparan sudah turun temurun sejak dulu.
"Kami sebagai generasi penerus wajib untuk melestarikan budaya-budaya yang ada sebagai peninggalan dari para sesepuh atau para leluhur pada masa dulu. Acara merti dusun ini dilaksanakan tiap bulan Jawa, bulan Sapar pada hari Rabu Pahing," kata Handoko.
"Hari Rabu Pahing di bulan Sapar itu kan tidak ada, pernah dipindah harinya itu mungkin hari Jumat atau Minggu Pahing itu. Ternyata itu ada efeknya. Maksudnya itu ada risikonya," sambung dia.
Handoko menjelaskan ada alasan kenapa tradisi tahunan ini digelar pada Rabu Pahing.
"Menurut cerita dulu bahwa hari (pelaksanaan) dipindah ke selain hari Rabu Pahing. Ternyata itu efeknya setelah kenduri, masyarakat membawa pulang tumpeng atau ambeng itu. Sampai di rumah, ternyata nasinya itu jadi basi semua sehingga sampai saat ini dipertahankan harinya itu tetap hari Rabu Pahing. Kalaupun di bulan Sapar tidak ada hari Rabu Pahing, makanya kita pindah ke bulan Mulud yang tepat pada hari Rabu Pahing," urai dia.
![]() |
Dalam tradisi Saparan juga digelar pentas jaran papat. Apa itu? Simak di halaman berikutnya:
Pentas Jaran Papat
Sebelum dilangsungkan pentas wayang kulit, terlebih dahulu dilakukan pentas jaran papat. Pentas jaran papat ini hanya dimainkan oleh empat orang dengan jaran kepang yang dicat warna hijau dan kuning. Kepercayaan warga setempat pentas jaran papat ini wajib dilakukan.
Musik pentas jaran papan berupa tiga bende dan satu terbang. Kemudian penari ada empat orang yang dua memainkan dengan membawa pedang dan dua orang lainnya membawa bendera.
"Di Saparan ini kita mementaskan wayang kulit sehari semalam. Tapi, sebelumnya (pentas wayang kulit), kita kan ada jaran kepang papat. Jaran kepang papat itu wajib. Karena itu sudah menjadi tradisi kita dan sudah menjadi kepercayaan kita," tambah Handoko.
"Kita bukannya musyrik, tapi kita punya kepercayaan dan punya keyakinan. Kalau misalkan jaran kepang papat itu tidak dipentaskan mungkin ada efek negatifnya yang kita rasakan gitu. Iya, itu bukannya satu keluarga (pemainnya), cuma warga Mantenan Wetan yang sudah istilahnya turun temurun di keluarganya itu," tambahnya.
Sementara itu, Supadi Haryanto menambahkan, yang diwajibkan oleh sesepuh sebelum pementasan wayang kulit yakni pementasan jaran kepang papat.
"Ini wangsit dari sepuh-sepuh, pementasan jaran kepang papat. Dipentaskan jaran kepang papat sebagai pusaka, sebagai sumber kekayaan Dusun Mantran Wetan," tambah Supadi.
"Jaran kepang papat dari warnanya saja yang jantan hijau, yang betina kuning. Itu dilambangkan sebagai hijau sebagai sumber kemakmuran, dan yang kuning sumber kemurnian, kesucian, kerelaan hati masyarakat," pungkasnya.