Masyarakat Jawa, termasuk Jogja di dalamnya, masih begitu kental memegang tradisi. Di antaranya yang akan hadir sesaat lagi adalah Labuhan untuk menyambut satu Suro. Apa itu? Simak penjelasan lengkapnya berikut ini!
Dilansir akun Instagram resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika DIY, @kominfodiy, dalam kalender event Jogja Juli 2024, tercatat adanya acara berupa tradisi Labuhan Pantai Goa Cemara. Tanggal pelaksanaan tradisi ini adalah sehari sebelum satu Suro, yakni 7 Juli 2024.
Sebagai informasi, berdasar Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2024 terbitan Kementerian Agama, satu Suro 1958 Za' bertepatan dengan Senin, 8 Juli 2024. Berhubung pergantian hari kalender Jawa sama dengan Hijriah, maka sejak Minggu 7 Juli 2024 maghrib telah masuk satu Suro 1958 Za'.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum menyaksikan prosesi tradisi Labuhan Pantai Goa Cemara yang menarik, detikers sebaiknya mengetahui seluk-beluknya secara umum. Di bawah ini telah detikJogja siapkan pembahasan ringkasnya.
Tradisi Labuhan Pantai Goa Cemara
Dikutip dari Jurnal Budaya Islam bertajuk Memaknai Tradisi Upacara Labuhan dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Parangtritis oleh Abdul Jalil, kata labuhan berasal dari kata Jawa labuh. Kata ini memiliki makna sama dengan larungan, yakni membuang sesuatu ke dalam air yang mengalir ke laut.
Di samping makna yang telah disebut, kata larung juga bisa diartikan dengan memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat. Dari dua makna tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwasanya labuh atau labuhan adalah membuang sesuatu ke dalam air mengalir sebagai sesaji untuk roh halus yang berkuasa di suatu tempat.
Disadur dari laman resmi Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Jogja, Labuhan Pantai Goa Cemara dilaksanakan tiap satu Suro pada jam 09.00 WIB. Lokasinya adalah Pendopo Pantai Goa Cemara dan pesisir pantainya yang terletak di Kabupaten Bantul.
Sebagaimana tradisi pada umumnya, Labuhan Pantai Goa Cemara juga memiliki urut-urutan atau prosesi yang akan dilalui. Bagaimana prosesinya?
Prosesi Labuhan Pantai Goa Cemara
Diringkas dari situs Pemerintah Kabupaten Bantul, Labuhan Pantai Goa Cemara akan dimulai dengan memanjatkan doa bersama di Pendopo Pantai Goa Cemara. Tujuan doa ini adalah agar senantiasa diberikan kekuatan, kesehatan, dan rezeki yang mencukupi untuk mengarungi tahun baru.
Setelah doa bersama usai dipanjatkan, alat musik yang dibawa oleh para bregada akan mulai ditabuh dengan riuh. Suara-suara alat musik ini menjadi pertanda kirab menuju pantai akan segera dimulai.
Perjalanan kirab dimulai dengan masyarakat yang mengikuti dengan bentuk barisan memanjang ke belakang. Hadirin akan menempuh jarak kurang lebih 2,5 kilometer untuk sampai di pesisir Pantai Goa Cemara. Bersama kirab tersebut, turut diarak pula beragam ubarampe berisi sayuran, buah-buahan, hingga umbi-umbian.
Dari beragam benda yang dibawa, salah satu yang menarik perhatian adalah adanya miniatur kambing kendhit dengan cincin di bagian perut. Kambing ini memiliki warna hitam polos dengan corak putih melingkar di bagian perutnya. Ia dipercaya sebagai simbol penyongsong rezeki.
Setelah rombongan kirab tiba di pesisir pantai, gunungan berisi hasil bumi akan diperebutkan oleh masyarakat dan wisatawan. Sementara itu, miniatur kambing kendhit beserta beberapa ubarampe lainnya dimasukkan perahu nelayan untuk dilarung.
Selepas upacara inti, digelar pula kegiatan-kegiatan lain untuk menyemarakkan acara. Sebut saja jathilan, campursari, hingga pentas kesenian rakyat.
Tradisi Jogja Sambut Satu Suro
Tidak hanya Labuhan Pantai Goa Cemara, di Jogja, ada beberapa tradisi lainnya yang juga digelar. Berikut uraian ringkasnya.
1. Tradisi Jenang Suran
Kembali dilihat dari laman Dinas Kebudayaan Jogja, ada juga Tradisi Jenang Suran yang digelar pada malam Satu Suro di pelataran Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Kotagede. Adapun yang berpartisipasi adalah para abdi dalem juru kunci Kasultanan Ngayogyakarta dengan disaksikan para hadirin.
Inti dari Jenang Suran sejatinya adalah memanjatkan doa dan tahlilan. Sebelum doa dipanjatkan, para abdi dalem akan melaksanakan prosesi arak-arakan ubo rampe dengan berbagai bahan. Di antaranya adalah tumpeng nasi kuning, jenang suran, dan sayur kari kubis.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW beserta dzikir dan doa di depan pintu gerbang makam Panembahan Senopati. Terakhir, jenang suran akan dibagikan oleh para abdi dalem untuk masyarakat yang mengikuti prosesi. Jumlahnya tidak kurang dari 1.000 porsi.
2. Tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng
Disarikan dari Jurnal Iman bertajuk Tradisi Satu Suro di Tanah Jawa dalam Perspektif Hukum Islam oleh Risma Aryanti dan Ashif az-Zafi, tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng dilaksanakan pada malam Satu Suro.
Sesuai dengan namanya, tradisi ini dilakukan dengan cara mengelilingi beteng dalam diam membisu. Para abdi dalem beserta masyarakat akan mengitari benteng keraton tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Tujuan diadakannya tradisi ini adalah merenung dan mengevaluasi diri terhadap apa yang telah dilakukan selama tahun sebelumnya. Selain itu, juga memohonkan keselamatan dan kesejahteraan umat pada tahun mendatang kepada Tuhan.
Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai tradisi Labuhan Pantai Goa Cemara untuk menyambut Satu Suro. Jangan lupa hadir, yo, Dab!
(apu/dil)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan