Sawah surjan adalah pola pertanian yang menjadi kearifan lokal masyarakat wilayah selatan Kabupaten Kulon Progo. Pola pertanian ini telah diwariskan turun-temurun dan masih dapat ditemukan hingga saat ini.
Sawah surjan yang berkembang di Kulon Progo mengembangkan sistem pertanian dengan menggabungkan tanaman padi dengan palawija yang ditanam secara selang-seling. Sudah berpuluh-puluh tahun sawah surjan diterapkan akibat respons dari kondisi lahan yang kurang mendukung.
Banyak petani yang masih menerapkan sistem ini karena cocok untuk diterapkan di wilayahnya dan memberikan manfaat yang banyak. Berikut ini informasi seputar sawah surjan mulai dari sejarah hingga dijadikan Warisan Tak Benda dikutip dari laman resmi Kemdikbud, Taniku yang dikelola Kabupaten Kulon Progo, dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kulon Progo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Munculnya Sawah Surjan
Dulunya wilayah Kulon Progo merupakan daerah rawa yang rawan banjir. Ketika musim hujan, air Sungai Serang sering meluap hingga membanjiri daerah sekitarnya. Para petani yang bermukim di wilayah selatan Kulon Progo mengembangkan metode pertanian dengan model tabukan dan ledokan yang berkembang pesat pada tahun 1912-1925.
Tabukan adalah area yang lebih tinggi di area sawah sehingga areanya kering tidak tergenang air. Ledokan adalah area yang lebih rendah di area sawah yang berguna untuk menanam padi karena digenangi air.
Dengan kondisi tanah yang mengandung pasir dan memiliki lapisan yang tipis menyebabkan tanahnya mengering ketika kemarau. Laju resapan air yang jatuh ke tanah juga begitu cepat. Sementara ketika hujan air dari tanah akan meluap dan sulit untuk meresap kembali. Oleh karena kondisi tersebut, petani Kulon Progo mulai mengembangkan sawah surjan.
Sawah surjan muncul di kawasan Bojong pada awal tahun 1950-an. Akan tetapi, dasar-dasar dari sistem pertaniannya telah ada sebelum tahun 1950-an. Pada peralihan musim hujan ke kemarau, sawah ditanami tanaman semusim dan disebut sawah marengan. Pada masa tersebut sawah hanya dapat ditanami tanaman selain padi karena tergenang air. Pada musim kemarau, petani tidak bercocok tanam kecuali menanam umbi-umbian.
Hingga saat ini, sejumlah petani Kulon Progo masih menerapkan sistem pertanian tradisional ini. Beberapa daerah yang masih menerapkan pertanian surjan adalah kawasan Hargorejo, Kokap, dan wilayah lain yang tersebar di Kulon Progo.
Makna dan Filosofi Sawah Surjan
Sawah surjan menjadi istilah untuk menyebut sistem pertanian di area Kulon Progo. Secara etimologi, sawah surjan terdiri dari kata sawah dan surjan. Sawah adalah tanah untuk menanam padi yang digarap dan diberi air, sementara surjan adalah pakaian tradisional pria berdasarkan adat Jawa dengan motif lurik atau garis-garis.
Kedua kata tersebut dapat memberi gambaran dari pertanian sawah surjan. Orang yang melihat sawah surjan akan menemukan aneka warna tanaman dari berbagai jenis tanaman yang membentuk pola bergaris-garis seperti surjan. Dari hal tersebut maka istilah sawah surjan muncul.
Sawah surjan yang telah diterapkan secara turun-temurun juga memiliki makna yang terkandung di dalamnya. Sawah surjan diyakini sebagai simbol perlunya memiliki keseimbangan hidup dan keselarasan antara alam dengan manusia. Bentuk pola tanaman yang menyerupai surjan memberi makna untuk menjalin hubungan sosial secara perlahan dengan kesabaran dan ketekunan.
Kondisi alam Kulon Progo yang kurang cocok digunakan sebagai area persawahan dapat menjadi seimbang dengan sistem pertanian ini. Masyarakat dapat merasakan manfaat dan keuntungan dengan meningkatnya nilai produksi pertanian di wilayah ini.
Keunggulan Sawah Surjan
Sawah surjan memiliki keunggulan dari pola pertanamannya yang menggabungkan tanaman padi dengan tanaman palawija. Dengan menerapkan pola yang disebut polikultur atau tumpangsari, sawah surjan akan lebih tahan terhadap ledakan hama kepinding tanah. Hal ini karena terdapat modifikasi habitat yang diterapkan dan juga ada tanaman palawija yang menjadi pemisahnya.
Keberadaan tanaman palawija seperti cabai, bawang merah, terong, atau tomat, juga mampu menambah pendapatan petani karena mampu menghasilkan panen yang lebih banyak. Selain itu, penerapan sawah surjan mampu menjaga tanah menjadi tidak asam, mengurangi bahaya kekeringan, mengurangi keracunan akibat genangan, dan mengurangi risiko kegagalan dalam budidaya.
Dijadikan Warisan Tak Benda
Kesuksesan sawah surjan yang telah terbukti bagi para petani Kulon Progo membuatnya ditetapkan sebagai Warisan Tak Benda berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No: 362/M/2019 tentang Warisan Budaya Tak Benda Indonesia Tahun 2019. Sawah surjan telah menjadi salah satu ciri khas persawahan yang ada di Kulon Progo dan telah terbukti memberi manfaat bagi masyarakat dan bagi alam.
Demikianlah informasi seputar sawah surjan yang dapat dijumpai di Kulon Progo. Semoga bermanfaat, Dab!
Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(rih/apl)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu