Gunung Merapi yang terletak di bagian utara Jogja menyimpan banyak mitos. Hingga kini, masih banyak masyarakat Jogja yang mempercayai kisah di balik mitos tersebut. Lalu, apa saja mitos yang melekat dengan Gunung Merapi?
Sebelum menyelam lebih dalam tentang mitosnya, mari terlebih dahulu sekilas mengenal gunung satu ini. Lokasi tegaknya Gunung Merapi diapit oleh empat kabupaten, yakni Kabupaten Sleman, DIY (selatan), Kabupaten Magelang, Jateng (barat), Kabupaten Boyolali, Jateng (utara dan timur), dan Kabupaten Klaten, Jateng (tenggara).
Gunung ini terkenal sebagai gunung paling aktif di Indonesia. Ketinggian Gunung Merapi mencapai 2.930 meter di atas permukaan laut. Di sekelilingnya banyak terdapat tempat wisata, sebut saja Museum Gunung Merapi dan Taman Nasional Gunung Merapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agar tidak penasaran lebih lama lagi, yuk, simak mitos tentang Gunung Merapi yang telah detikJogja rangkum dari berbagai sumber berikut ini. Selamat menyimak!
5+ Mitos Gunung Merapi
1. Raksasa Pelindung Mataram dari Merapi
Salah satu cerita rakyat yang terkenal di Jogja adalah tentang Reksapraja. Ia adalah seorang raksasa yang ditugaskan Panembahan Senopati untuk menjaga Jogja jika sewaktu-waktu Gunung Merapi meletus.
Berdasar cerita yang dikutip dari buku Antologi Cerita Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta karya Dhanu Priyo Prabowo, semuanya bermula akibat kegelisahan Panembahan Senopati.
Raja Mataram tersebut khawatir jika Gunung Merapi tiba-tiba meletus dan menyebabkan kesengsaraan untuk rakyatnya. Ia kemudian bertapa dan diberi wangsit untuk menemui Nyi Roro Kidul.
Tatkala bertemu, keduanya langsung jatuh cinta. Namun, Panembahan Senopati baru bersedia untuk menikahinya jika Ratu Laut Selatan tersebut mau membantu memecahkan masalahnya.
Nyi Roro Kidul kemudian memberikan telur bernama Endhog Degan. Telur tersebut lantas diberikan kepada Reksapraja, Juru Taman Keraton Mataram Islam. Setelah menelannya, Reksapraja lantas berubah menjadi raksasa.
Panembahan Senopati memerintahkannya untuk pergi ke Gunung Plawangan. Hingga kini, Reksapraja diyakini masih terus menjaga Jogja dari lahar dan erupsi Merapi. Setiap kali gunung tersebut meletus, laharnya tidak pernah mengarah ke Selatan, namun justru meluncur ke sungai-sungai yang mengarah ke arah lain.
2. Gunung Merapi sebagai Penyeimbang Pulau Jawa
Mengutip dari buku berjudul Penanganan Lahan Merapi Pascaerupsi Antara Berkah dan Musibah karya Beny Harjadi dan Pranatasari Dyah Susanti, dikisahkan bahwa Gunung Merapi dibuat untuk menyeimbangkan gunung-gunung yang terletak di Jawa Barat. Sebab, jika tidak, Pulau Jawa dapat condong ke arah barat sebelum akhirnya tenggelam.
Mulanya, gunung yang akan digunakan untuk menyeimbangkan tersebut bernama Gunung Jamurdwipa. Gunung ini dihuni oleh Empu Permadi dan Empu Rama. Keduanya adalah pengrajin keris.
Keduanya mengizinkan tempat tinggal mereka untuk dipindahkan dengan syarat pemindahan dilakukan setelah keris yang sedang dibuat selesai. Para Dewa yang tidak sabar langsung memindahkan gunung tersebut dalam kondisi keris belum selesai dibuat.
Akibatnya, tungku perapian kedua empu itu mengeluarkan api terus-menerus. Bahkan, jika keris di dalam tungku tersebut bergoyang, maka erupsi akan terjadi. Tungku berisikan keris yang terus menyala-nyala itulah yang kemudian disebut Gunung Merapi.
3. Keraton Makhluk Halus di Gunung Merapi
Dikisahkan bahwa Panembahan Senopati memenangkan pertarungan melawan Pasukan Pajang berkat bantuan dari Keraton Merapi. Karenanya, masyarakat di sekitar Gunung Merapi melakukan ritual keagamaan seperti Selamatan atau Wilujengan sebagai wujud terima kasih.
Beberapa tempat yang diyakini merupakan bagian dari Keraton Merapi adalah kawahnya sebagai pusat keraton, daerah batuan pasir sebagai Pasar Bubrah, Hutan Patuk Alap-Alap sebagai tempat penggembalaan ternak Keraton Merapi, dan Gunung Wutoh sebagai pintu gerbang utama Keraton Merapi.
Keraton tersebut menurut kepercayaan masyarakat diperintah oleh Empu Rama dan Empu Permadi. Selain itu, nama-nama lain seperti Kyai Sapu Jagad, Nyai Gadung Melati, Kartadimeja, dan Kyai Petruk diyakini masyarakat memiliki tugasnya masing-masing dalam menjaga Keraton Merapi.
4. Macan Putih dan Kuda Hutan Patuk Alap-Alap
Salah satu pantangan yang harus selalu dihindari masyarakat adalah menangkap macan putih yang tinggal di Hutan Blumbang. Aturan yang sama juga diterapkan kepada Kuda yang tinggal di Hutan Patuk Alap-Alap.
Keduanya dianggap merupakan makhluk dari Keraton Merapi sehingga pantang untuk diganggu.
5. Pasar Bubrah di Gunung Merapi
Mengutip dari laman resmi Museum Gunung Merapi, masyarakat percaya bahwa terdapat Pasar Bubrah di bawah puncak Gunung Merapi. Pasar Bubrah itu sendiri merupakan nama dari masyarakat untuk menyebut pasar gaib yang diyakini ada di wilayah tersebut.
Lokasi Pasar Bubrah itu sendiri berada di salah satu jalur pendakian Gunung Merapi. Di tempat tersebut berserakan batu-batu besar yang dianggap sebagai perwujudan meja dan kursi makhluk halus.
Banyak pendaki Gunung Merapi yang kebetulan lewat di wilayah tersebut merasa mendengar suara riuh pasar. Pasar tersebut diyakini merupakan bagian dari Kerajaan Merapi atau Keraton Merapi yang penghuninya berasal dari dunia gaib.
6. Mitos Lain tentang Gunung Merapi
Selain beberapa mitos yang telah disebut sebelumnya, berikut ini tiga mitos Gunung Merapi lainnya dikutip dari sumber yang telah disebutkan:
- Suara orang menangis dari Bunker Kaliadem
- Batu Erri yang terkenal dengan nama Puncak Garuda
- Kyai Petruk dipercaya sebagai pemberi pertanda letusan hebat Gunung Merapi 2010
Nah, itulah beberapa mitos Gunung Merapi yang telah begitu terkenal di kalangan masyarakat Jogja. Terlepas dari benar atau tidaknya hal tersebut, detikers yang ingin mengunjungi Gunung Merapi wajib untuk menjaga adat dan tata krama. Semoga bermanfaat, ya, detikers!
(rih/rih)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan 5 Pemain Judol Rugikan Bandar, Polda DIY Angkat Bicara
Akhir Nasib Mobil Vitara Parkir 2,5 Tahun di Jalan Tunjung Baru Jogja
Megawati Resmi Dikukuhkan Jadi Ketum PDIP 2025-2030