15 Puisi Hari Ibu 2023 yang Singkat, Penuh Makna, dan Menyentuh Hati

15 Puisi Hari Ibu 2023 yang Singkat, Penuh Makna, dan Menyentuh Hati

Anandio Januar - detikJogja
Sabtu, 18 Nov 2023 13:42 WIB
Ilustrasi ibu dan anak
Foto Ilustrasi 15 Puisi Hari Ibu 2023 yang Singkat, Penuh Makna, dan Menyentuh Hati: Getty Images/urbazon
Jogja -

Membacakan puisi dalam momentum Hari Ibu dapat mendatangkan kenangan yang tak terlupakan. Berikut ini 15 puisi bertema ibu yang cocok dibacakan ketika Hari Ibu.

Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember. Berbagai perayaan dalam peringatan hari ini sering dilakukan untuk menunjukkan rasa sayang kepada Ibu.

Pada momentum Hari Ibu, banyak anak yang memberikan ucapan selamat kepada ibunya. Tak jarang juga yang ingin memberikan puisi bertemakan ibu karena dapat menyentuh perasaan bagi ibu dan diri sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut adalah 15 puisi singkat bertemakan ibu yang dapat disampaikan ketika Hari Ibu dikutip dari buku 'Surat Dari Samudra: Antologi Puisi Anak', 'Kumpulan Puisi Cermin', 'Kasihmu, Ibu', dan 'Antologi Puisi Kasih Ibu Sepanjang Masa'.

Puisi Hari Ibu 2023

1. Kepada Ibu (Karya Rafina Yumma Syafiqa)

Kata ibu, kami sama-sama

ADVERTISEMENT

Berpeluk di rahimnya

Saat berada di kedua tangannya

Kami sedang berebut susunya


Kami berburu bintang paling terang

Bersama menyusim anak tangga

Memetik kejora

Kemudian kami letakkan di pangkuan ibu


Duh, ibu mengapa kau teteskan air mata haru?

Entah untukku, kau, atau kami


2. Selendang Batik Ibu (Karya Amalia Najichah)

Kala itu, sebagai anakmu

Aku tidak mengerti

Apa saja yang telah kau berikan

Untukku


Kala itu, sebagai anakmu

Aku tidak tabu

Apa yang kau perbuat

Untuk melindungiku


Kala itu, sebagai anakmu

Aku hanya tahu

Ketika aku menangis

Harus kau yang datang

Dengan selendang batikmu

Mendekapku hingga aku

Berhenti terisak


Sekarang, sebagai anakmu

Dari selendang batikmu

Memahamkan ku

Betapa luar biasanya dirimu

Terima kasih, Ibuku


3. Sajak Ibuku yang Perkasa (Karya Ariadi risadi)

Seorang ibu tegar menatap arah

Perempuan perkasa ditinggal suami

Tanpa ada tetes air mata mengalir

Perempuan cantik tertakdir berjuang seorang diri

Di tangannya bergelantimgan empat buah hati


Perempuan perkasa berhati baja

Hadir sebagai seorang pahlawan keluarga

Ditempuhnya jalan buram dengan tertatih-tatih

Terseok-seok memburu rupiah demi rupiah

Lewat putaran roda mesin jahit


Perempuan perkasa berhati mulia

Dari jiwanya mengucur embun-embun bening

Air suci bersih tulus dan ikhlas

Tekad di dadanya membara satu

Membesarkan menyekolahkan anak-anak setinggi langit


la tegar menatap arah

Walau fisik dan batin luka arang keranjang

Terus ditempuhnya jalan berliku kadang terjal

Hatinya selembar jarik bercorak sidomukti

Bagi selimut keselamatan empat anak-anaknya


Perempuan perkasa berhati mulia

Telapak kakimu adalah surga bagi kami

Jiwa dan raga rela dikorbankan demi kami

Lewat sajak ini kulangitkan doa untukmu ibu

Tepat di hari ibu yang membahagiakan.


4. Terjaga dalam 24 Jam (Karya Emi fauziati)

Saat kedua kelopak mata ini terbuka

Senyum manis menyambut

Bangun, Nak

Malam telah menjemput pagi

Sejenak tertegun

Tersadar di antara ketidaksadaran


Ibu, sejak sang surya menyapa

Engkau sudah lebih dulu mengisi dunia

Lewat kekuatanmu

Lewat masakanmu

Lewat ketulusanmu


Ibu engkau masih terjaga ketika anakmu menjelang tidur

Engkau masih terjaga saat anak-anak minta diantar ke kamar

kecil

Engkau masih terjaga dalam dua per tiga malam

Bersimpuh dengan tangan tengadah

Air mata mengalir tersimpuh

Sepenggal doa buat semua

Terucap lirih dalam perih


5. Ketika Ibu Pergi (Karya Handry TM)

Ketika ibu pergi, seisi rumah sepi

Kami bertemu di ruang tamu, di dapur,

Di kamar tidur, di ruang aku belajar

Selalu ibu bertanya tentang apa

Yang kudapat hari ini


Ibu adalah teman di mana kami

Saling berbagi, saling memberi

Kami adalah anak-anak yang lahir

Oleh waktu yang keliru

Kadang ibu sering bertanya tentang

Siapa yang kelak terlebih dahulu

Meninggalkan rumah ini:

Ayah terlebih dahulu, ibu kemudian

Ataukah anak-anaknya ?


Hanya air mata yang menetes setiap

Mengingat pertanyaan itu

Membayangkan orang tua pergi

Satu persatu


Tapi tidak berarti seperti itu

Tuhan pun boleh saja memanggil

Kami, anak-anak yang belum lama

Tinggal di dunia untuk menghadap-Nya


Dan kini, ketika ibu pergi

Rumah ini memberi pelajaran besar

Tentang arti kehilangan tadi


Ibu, lekaslah pulang

Aku ingin memelukmu


6. Ibu Sahabatku (Karya Hidar Amaruddin)

Ketika aku terlahir menjerit kesepian,

Pada dunia yang baru aku kenal,

Kau alirkan air putih yang mampu,

Menghangatkan. Saat tubuhku mungil menggigil.


Tanpa telinga kau mendengar kubercerita,

Tanpa tubuh kau usap peluh,

Tanpa mata kau melihatku tertawa,

Tersisa hati, yang tak henti mengasihi.


Kau datang bersama kata,

Kata-kata berubah menjadi doa.

Hangat dirimu memelukku, meski doa tak sempat kuucap.

Ibu di surga,

Masih inginkah kau, menjadi sahabatku di dunia?


7. Ibuku yang Cantik (Karya Kamilah Siswati)

Kau pasti lelah ibu

Kau pasti kurang istirahat ibu

Bangun sebelum subuh

Berangkat tidur menjelang larut

Setiap hari kau bekerja keras

Demi buah hati agar bisa sekolah

Kau bersusah payah siang malam

Membuat jajan dijual di sekolah-sekolah

Tuhan jaga ibu saya yang baik

Ibu saya yang cantik


8. Ibu (Karya Zoex Zabidi)

Bagaimana aku harus berterima kasih kepadamu, Ibu

Bahkan sujud simpuhku di kakimu dengan linangan air mata

Belumlah mampu untuk menawar pengorbananmu untukku

Ibu, di dalam jiwamu hanya ketulusan yang kutemukan

Meski acapkali kenakalan dan kedunguanku memberimu luka,

Tak sekalipun terucap amarahmu untukku

Meski acap kali sikap dan laku serta tutur kataku menorehkan

Luka, kau tetap seperti sedia kala mengingatkanku dengan belaian

Kasih sayangmu

Ibu, tak mampu kurangkai kata indah

Untuk membuktikan kasih dan terima kasihku kepadamu

Selain: aku sayang Ibu


9. Mama (Karya Hadi Mulyadi)

Terima kasih mama tercinta,

Walau kau sudah tiada

Cinta kasihmu masih terasa

Tergores mendalam di dada.


Ingin nanda bersua,

Apa daya tempat kita berbeda.

Walau mama tidak lagi bersuara

Nasehat masih terngiang di telinga.


Nanda mengaku banyak dosa.

Tapi asa,

Ingin bersama mama di syurga.


10. Bunda (Karya Hadi Mulyadi)

Kau memang luar biasa,

wanita yang bersahaja,

bunda yang penuh jasa.


Yang tak lupa mengirim do'a,

yang tak pernah lelah bekerja,

yang selalu memiliki asa.


Guratan wajahmu penuh makna,

ramah sapamu penuh wibawa,

canda tawamu hangatkan jiwa.


Hal yang tak kan terlupa,

sebait do'a dan harapan dari Ananda.

Agar bunda selalu bahagia.


11. Potret Ibu (Karya Nur Azwah)

Sepotong bulan merona

Di dua puluh dua desember

Serupa wajahmu

Yang menghabiskan tenaga

Kali pertama hadirku ke dunia


Seekor burung di pohon mati

Terbang ke angkasa

Bersama nama dan doa

Yang dirapal penuh semoga


Detik terus berguguran

Kecupmu terbit tak kenal zaman

Penuh cinta

Dan kasih tak terkira


12. Bundaku Tercinta (Karya (Rohyatul Ainun Fitra)

Bundaku tercinta

Engkau adalah sosok malaikat

Sosok yang selalu ada untukku

Yang selalu sabar mendengarkan keluh kesahku


Bundaku tercinta

Walau lelah bekerja siang dan malam

Tak pernah terlontar keluhmu

Kau kuat bagai baja


Bunda ku tercinta

Tiada tara bahagiamu kala terukir senyumku

Tiada tara sedihmu kala terdengar tangisku

Engkau rangkul tubuh kecilku

Tulus dan penuh cinta kala itu


Bundaku tercinta

Di setiap hembusan nafasmu

Selalu ada cinta untukku

Engkau selalu mendahulukan aku

Dibanding dirimu sendiri


Bundaku tercinta

Kasih sayangmu tak pernah pudar

Tak lekang oleh zaman

Dan tak rapuh oleh musim


13. Setitik Rindu untuk Ibu (Karya Fuji Rahma Febriyanti)

Tentang rasa yang tak pernahku ungkap

Tentang hat yang terasa begitu pengap

Tentang lidah yang keluar tuk berucap

Tentang rindu yang masih menancap

Aku berusaha melangkah tanpa tuntunanmu

Aku kehilangan semangat tanpa kehadiranmu

Aku kecewa saat jauh darimu

Aku menangis pelan karena merindukanmu

Walau yang ku rasa kadang pilu

Walau hati terus menahan sendu

Walau tangis masih sering mengisi waktu

Walau rindu mash sering mengapa ku

Aku akan menanti dengan sabar

Membiarkan rasa penat itu menjalar

Menutup senja hingga membuka fajar

Sampai rindu berakhir dengan kabar


14. Lembut, Sayup, Tua Renta (Karya Endah Megawati)

Kala mata terbuka

Kala hati menitikkan air mata

Kala dunia menghujat dan menghina

Tapi kau akan selalu datang membela

Tak jarang pula aku menyuruhmu tanpa rasa malu

Menambah beban mu yang gak sedikitpun aku bantu

Membentak mu dengan mimik kesal ku

Hanya karena sepasang baju yang belum sempat dilipat untuk sekolahku

Apa harus dengan kehilangan mu aku akan tersadar?

Apa harus dengan membiarkanmu tergeletak dilantai aku akan mengerti?

Apa harus dengan melihat mu tak lagi disisi aku akan berubah?

Aku tak sanggup lagi, walau hanya mengkhayal sendiri

15. Malaikat Tak Bersayap (Karya Angelia Arum Arizana)

Bidasan dirgantara menodong sebuah mata tua

Menaruh aksentuasi pada wanita yang memarut muka

Turut larat membeliak dedikasi kepada putra putrinya

Memeras keringat dan senantiasa mengurut dada

Sudah serasa bahara yang teramat biasa bagi dirinya

Durjana dunia telah menyulih resistansi raga

Menguruk cua menjadi kentara derana yang menyatukan kalbu

Melegar profesi menyerak sang pembela barga

Tapa basa basi mencerap sumbu mengggebu-gebu

Dia laksana pelita pada ketaksaan jiwa

Senandungnya abadi merajai hai gembira

Sosoknya mampu members sorotan seluruh pemirsa

Tertawan segala kiprah yang kejat berjibaku

Malaikat tΓ‘k bersayap, kupanggil ia dengan sebutan ibu


Nah, itulah 15 puisi bertemakan ibu yang menyentuh hati, cocok disampaikan ketika Hari Ibu. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.




(ams/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads