- Puisi Hari Ibu 2023 1. Kepada Ibu (Karya Rafina Yumma Syafiqa) 2. Selendang Batik Ibu (Karya Amalia Najichah) 3. Sajak Ibuku yang Perkasa (Karya Ariadi risadi) 4. Terjaga dalam 24 Jam (Karya Emi fauziati) 5. Ketika Ibu Pergi (Karya Handry TM) 6. Ibu Sahabatku (Karya Hidar Amaruddin) 7. Ibuku yang Cantik (Karya Kamilah Siswati) 8. Ibu (Karya Zoex Zabidi) 9. Mama (Karya Hadi Mulyadi) 10. Bunda (Karya Hadi Mulyadi) 11. Potret Ibu (Karya Nur Azwah) 12. Bundaku Tercinta (Karya (Rohyatul Ainun Fitra) 13. Setitik Rindu untuk Ibu (Karya Fuji Rahma Febriyanti) 14. Lembut, Sayup, Tua Renta (Karya Endah Megawati) 15. Malaikat Tak Bersayap (Karya Angelia Arum Arizana)
Membacakan puisi dalam momentum Hari Ibu dapat mendatangkan kenangan yang tak terlupakan. Berikut ini 15 puisi bertema ibu yang cocok dibacakan ketika Hari Ibu.
Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember. Berbagai perayaan dalam peringatan hari ini sering dilakukan untuk menunjukkan rasa sayang kepada Ibu.
Pada momentum Hari Ibu, banyak anak yang memberikan ucapan selamat kepada ibunya. Tak jarang juga yang ingin memberikan puisi bertemakan ibu karena dapat menyentuh perasaan bagi ibu dan diri sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut adalah 15 puisi singkat bertemakan ibu yang dapat disampaikan ketika Hari Ibu dikutip dari buku 'Surat Dari Samudra: Antologi Puisi Anak', 'Kumpulan Puisi Cermin', 'Kasihmu, Ibu', dan 'Antologi Puisi Kasih Ibu Sepanjang Masa'.
Puisi Hari Ibu 2023
1. Kepada Ibu (Karya Rafina Yumma Syafiqa)
Kata ibu, kami sama-sama
Berpeluk di rahimnya
Saat berada di kedua tangannya
Kami sedang berebut susunya
Kami berburu bintang paling terang
Bersama menyusim anak tangga
Memetik kejora
Kemudian kami letakkan di pangkuan ibu
Duh, ibu mengapa kau teteskan air mata haru?
Entah untukku, kau, atau kami
2. Selendang Batik Ibu (Karya Amalia Najichah)
Kala itu, sebagai anakmu
Aku tidak mengerti
Apa saja yang telah kau berikan
Untukku
Kala itu, sebagai anakmu
Aku tidak tabu
Apa yang kau perbuat
Untuk melindungiku
Kala itu, sebagai anakmu
Aku hanya tahu
Ketika aku menangis
Harus kau yang datang
Dengan selendang batikmu
Mendekapku hingga aku
Berhenti terisak
Sekarang, sebagai anakmu
Dari selendang batikmu
Memahamkan ku
Betapa luar biasanya dirimu
Terima kasih, Ibuku
3. Sajak Ibuku yang Perkasa (Karya Ariadi risadi)
Seorang ibu tegar menatap arah
Perempuan perkasa ditinggal suami
Tanpa ada tetes air mata mengalir
Perempuan cantik tertakdir berjuang seorang diri
Di tangannya bergelantimgan empat buah hati
Perempuan perkasa berhati baja
Hadir sebagai seorang pahlawan keluarga
Ditempuhnya jalan buram dengan tertatih-tatih
Terseok-seok memburu rupiah demi rupiah
Lewat putaran roda mesin jahit
Perempuan perkasa berhati mulia
Dari jiwanya mengucur embun-embun bening
Air suci bersih tulus dan ikhlas
Tekad di dadanya membara satu
Membesarkan menyekolahkan anak-anak setinggi langit
la tegar menatap arah
Walau fisik dan batin luka arang keranjang
Terus ditempuhnya jalan berliku kadang terjal
Hatinya selembar jarik bercorak sidomukti
Bagi selimut keselamatan empat anak-anaknya
Perempuan perkasa berhati mulia
Telapak kakimu adalah surga bagi kami
Jiwa dan raga rela dikorbankan demi kami
Lewat sajak ini kulangitkan doa untukmu ibu
Tepat di hari ibu yang membahagiakan.
4. Terjaga dalam 24 Jam (Karya Emi fauziati)
Saat kedua kelopak mata ini terbuka
Senyum manis menyambut
Bangun, Nak
Malam telah menjemput pagi
Sejenak tertegun
Tersadar di antara ketidaksadaran
Ibu, sejak sang surya menyapa
Engkau sudah lebih dulu mengisi dunia
Lewat kekuatanmu
Lewat masakanmu
Lewat ketulusanmu
Ibu engkau masih terjaga ketika anakmu menjelang tidur
Engkau masih terjaga saat anak-anak minta diantar ke kamar
kecil
Engkau masih terjaga dalam dua per tiga malam
Bersimpuh dengan tangan tengadah
Air mata mengalir tersimpuh
Sepenggal doa buat semua
Terucap lirih dalam perih
5. Ketika Ibu Pergi (Karya Handry TM)
Ketika ibu pergi, seisi rumah sepi
Kami bertemu di ruang tamu, di dapur,
Di kamar tidur, di ruang aku belajar
Selalu ibu bertanya tentang apa
Yang kudapat hari ini
Ibu adalah teman di mana kami
Saling berbagi, saling memberi
Kami adalah anak-anak yang lahir
Oleh waktu yang keliru
Kadang ibu sering bertanya tentang
Siapa yang kelak terlebih dahulu
Meninggalkan rumah ini:
Ayah terlebih dahulu, ibu kemudian
Ataukah anak-anaknya ?
Hanya air mata yang menetes setiap
Mengingat pertanyaan itu
Membayangkan orang tua pergi
Satu persatu
Tapi tidak berarti seperti itu
Tuhan pun boleh saja memanggil
Kami, anak-anak yang belum lama
Tinggal di dunia untuk menghadap-Nya
Dan kini, ketika ibu pergi
Rumah ini memberi pelajaran besar
Tentang arti kehilangan tadi
Ibu, lekaslah pulang
Aku ingin memelukmu
6. Ibu Sahabatku (Karya Hidar Amaruddin)
Ketika aku terlahir menjerit kesepian,
Pada dunia yang baru aku kenal,
Kau alirkan air putih yang mampu,
Menghangatkan. Saat tubuhku mungil menggigil.
Tanpa telinga kau mendengar kubercerita,
Tanpa tubuh kau usap peluh,
Tanpa mata kau melihatku tertawa,
Tersisa hati, yang tak henti mengasihi.
Kau datang bersama kata,
Kata-kata berubah menjadi doa.
Hangat dirimu memelukku, meski doa tak sempat kuucap.
Ibu di surga,
Masih inginkah kau, menjadi sahabatku di dunia?
7. Ibuku yang Cantik (Karya Kamilah Siswati)
Kau pasti lelah ibu
Kau pasti kurang istirahat ibu
Bangun sebelum subuh
Berangkat tidur menjelang larut
Setiap hari kau bekerja keras
Demi buah hati agar bisa sekolah
Kau bersusah payah siang malam
Membuat jajan dijual di sekolah-sekolah
Tuhan jaga ibu saya yang baik
Ibu saya yang cantik
8. Ibu (Karya Zoex Zabidi)
Bagaimana aku harus berterima kasih kepadamu, Ibu
Bahkan sujud simpuhku di kakimu dengan linangan air mata
Belumlah mampu untuk menawar pengorbananmu untukku
Ibu, di dalam jiwamu hanya ketulusan yang kutemukan
Meski acapkali kenakalan dan kedunguanku memberimu luka,
Tak sekalipun terucap amarahmu untukku
Meski acap kali sikap dan laku serta tutur kataku menorehkan
Luka, kau tetap seperti sedia kala mengingatkanku dengan belaian
Kasih sayangmu
Ibu, tak mampu kurangkai kata indah
Untuk membuktikan kasih dan terima kasihku kepadamu
Selain: aku sayang Ibu
9. Mama (Karya Hadi Mulyadi)
Terima kasih mama tercinta,
Walau kau sudah tiada
Cinta kasihmu masih terasa
Tergores mendalam di dada.
Ingin nanda bersua,
Apa daya tempat kita berbeda.
Walau mama tidak lagi bersuara
Nasehat masih terngiang di telinga.
Nanda mengaku banyak dosa.
Tapi asa,
Ingin bersama mama di syurga.
10. Bunda (Karya Hadi Mulyadi)
Kau memang luar biasa,
wanita yang bersahaja,
bunda yang penuh jasa.
Yang tak lupa mengirim do'a,
yang tak pernah lelah bekerja,
yang selalu memiliki asa.
Guratan wajahmu penuh makna,
ramah sapamu penuh wibawa,
canda tawamu hangatkan jiwa.
Hal yang tak kan terlupa,
sebait do'a dan harapan dari Ananda.
Agar bunda selalu bahagia.
11. Potret Ibu (Karya Nur Azwah)
Sepotong bulan merona
Di dua puluh dua desember
Serupa wajahmu
Yang menghabiskan tenaga
Kali pertama hadirku ke dunia
Seekor burung di pohon mati
Terbang ke angkasa
Bersama nama dan doa
Yang dirapal penuh semoga
Detik terus berguguran
Kecupmu terbit tak kenal zaman
Penuh cinta
Dan kasih tak terkira
12. Bundaku Tercinta (Karya (Rohyatul Ainun Fitra)
Bundaku tercinta
Engkau adalah sosok malaikat
Sosok yang selalu ada untukku
Yang selalu sabar mendengarkan keluh kesahku
Bundaku tercinta
Walau lelah bekerja siang dan malam
Tak pernah terlontar keluhmu
Kau kuat bagai baja
Bunda ku tercinta
Tiada tara bahagiamu kala terukir senyumku
Tiada tara sedihmu kala terdengar tangisku
Engkau rangkul tubuh kecilku
Tulus dan penuh cinta kala itu
Bundaku tercinta
Di setiap hembusan nafasmu
Selalu ada cinta untukku
Engkau selalu mendahulukan aku
Dibanding dirimu sendiri
Bundaku tercinta
Kasih sayangmu tak pernah pudar
Tak lekang oleh zaman
Dan tak rapuh oleh musim
13. Setitik Rindu untuk Ibu (Karya Fuji Rahma Febriyanti)
Tentang rasa yang tak pernahku ungkap
Tentang hat yang terasa begitu pengap
Tentang lidah yang keluar tuk berucap
Tentang rindu yang masih menancap
Aku berusaha melangkah tanpa tuntunanmu
Aku kehilangan semangat tanpa kehadiranmu
Aku kecewa saat jauh darimu
Aku menangis pelan karena merindukanmu
Walau yang ku rasa kadang pilu
Walau hati terus menahan sendu
Walau tangis masih sering mengisi waktu
Walau rindu mash sering mengapa ku
Aku akan menanti dengan sabar
Membiarkan rasa penat itu menjalar
Menutup senja hingga membuka fajar
Sampai rindu berakhir dengan kabar
14. Lembut, Sayup, Tua Renta (Karya Endah Megawati)
Kala mata terbuka
Kala hati menitikkan air mata
Kala dunia menghujat dan menghina
Tapi kau akan selalu datang membela
Tak jarang pula aku menyuruhmu tanpa rasa malu
Menambah beban mu yang gak sedikitpun aku bantu
Membentak mu dengan mimik kesal ku
Hanya karena sepasang baju yang belum sempat dilipat untuk sekolahku
Apa harus dengan kehilangan mu aku akan tersadar?
Apa harus dengan membiarkanmu tergeletak dilantai aku akan mengerti?
Apa harus dengan melihat mu tak lagi disisi aku akan berubah?
Aku tak sanggup lagi, walau hanya mengkhayal sendiri
15. Malaikat Tak Bersayap (Karya Angelia Arum Arizana)
Bidasan dirgantara menodong sebuah mata tua
Menaruh aksentuasi pada wanita yang memarut muka
Turut larat membeliak dedikasi kepada putra putrinya
Memeras keringat dan senantiasa mengurut dada
Sudah serasa bahara yang teramat biasa bagi dirinya
Durjana dunia telah menyulih resistansi raga
Menguruk cua menjadi kentara derana yang menyatukan kalbu
Melegar profesi menyerak sang pembela barga
Tapa basa basi mencerap sumbu mengggebu-gebu
Dia laksana pelita pada ketaksaan jiwa
Senandungnya abadi merajai hai gembira
Sosoknya mampu members sorotan seluruh pemirsa
Tertawan segala kiprah yang kejat berjibaku
Malaikat tΓ‘k bersayap, kupanggil ia dengan sebutan ibu
Nah, itulah 15 puisi bertemakan ibu yang menyentuh hati, cocok disampaikan ketika Hari Ibu. Semoga bermanfaat, Lur!
Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.
(ams/ams)
Komentar Terbanyak
Kebijakan Blokir Rekening Nganggur Ramai Dikritik, Begini Penjelasan PPATK
Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Keluarga Yakin Korban Tak Bunuh Diri
Reunian Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM demi Meredam Isu Ijazah Palsu