Ketoprak Tobong 'Mahkamah Kongkalikong' di Jogja, Ada Karakter Gibas-Usmani

Ketoprak Tobong 'Mahkamah Kongkalikong' di Jogja, Ada Karakter Gibas-Usmani

Adji G Rinepta - detikJogja
Senin, 06 Nov 2023 18:56 WIB
Pentas Ketoprak Tobong dengan Lakon Mahkamah Kongkalikong di halaman DPRD DIY, Senin (6/11/2023).
Ada Karakter Gibas-Usmani di Ketoprak Tobong Lakon Mahkamah Kongkalikong. Pentas Ketoprak Tobong dengan Lakon 'Mahkamah Kongkalikong' di halaman DPRD DIY, Senin (6/11/2023). Foto: Adji Ganda Rinepta/detikJogja
Jogja -

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia capres-cawapres terus menuai protes. Di Jogja, muncul protes dalam bentuk pementasan ketoprak tobong dengan lakon 'Mahkamah Kongkalikong'.

Pementasan ketoprak yang diinisiasi aktivis dan seniman budaya di Jogja ini terdapat nama karakter Gibas dan Ki Usmani.

"Ini kolaborasi teman-teman aktivis gerakan dengan komunitas ketoprak tobong Suryobawano. Merupakan bentuk keprihatinan dan protes kepada institusi negara, MK," ujar Pimpinan Produksi Ketoprak, Widihasto ditemui wartawan di halaman DPRD DIY, Senin (6/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pentas ketoprak yang digelar di halaman gedung DPRD DIY pada Senin (6/11) sore ini, menceritakan tentang pemilihan lurah di sebuah desa yang kejadiannya mirip dengan proses sidang hingga putusan MK soal batas usia capres-cawapres.

"(Keputusan MK) Menguntungkan Gibran terus terang saja, keputusan MK jelas keputusan yang syarat nepotisme. Karena Ketua MK adalah paman dari Gibran," jelas Widihasto.

ADVERTISEMENT

Adapun terkait pemilihan nama karakter yang mirip dengan nama tokoh-tokoh politik seperti Gibas hingga Usmani, menurut Hasto merupakan bentuk sindiran terhadap tokoh-tokoh tersebut.

"Sindiran, merupakan nama lain dari situasi politik yang terjadi. Karena ini drama ya tidak harus sama," ungkapnya.

Sementara itu, sutradara sekaligus penulis cerita, Nano Asmorodono berharap dengan pentas ini semakin membuka kesadaran dan sikap kritis masyarakat bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

"Jika praktik-praktik politik kotor itu terus dijalankan di Republik ini maka niscaya bangsa ini akan kembali mengulangi kesalahan politik di masa lalu di era Orde Baru di mana kekuasaan politik hanya dalam cengkeraman segelintir elite politik," ujar Nano.

"Kritik dan koreksi sebagai sarana majunya demokrasi disumpal dan dilibas dengan rekayasa kekuasaan," pungkas Nano.




(apl/rih)

Hide Ads