Sejarah Gereja Bintaran: Gereja Jawa Pertama di Jogja Berarsitektur Belanda

Sejarah Gereja Bintaran: Gereja Jawa Pertama di Jogja Berarsitektur Belanda

Jihan Nisrina Khairani, Anandio Januar - detikJogja
Rabu, 20 Sep 2023 10:24 WIB
Gereja Santo Yusup Bintaran Jogja. Gereja Jawa pertama di Jogja dan jejak perjuangan Uskup pribumi A Soegijapranata.
Gereja Santo Yusup Bintaran Jogja (Foto: Anandio Januar/detikJogja)
Jogja -

Gereja Katolik Santo Yusup Bintaran ternyata merupakan gereja Jawa pertama di Jogja. Bangunan berarsitektur khas Belanda ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya.

Sejarah Gereja Bintaran

Gereja Bintaran beralamat di Jalan Bintaran Kidul Nomor 5, Kota Jogja. Dikutip dari situs Pemda DIY, bangunan Gereja Santo Yusup Bintaran ini diresmikan pada tahun 1934 oleh Romo A.TH. Van Hoof SJ. Gereja Katolik Bintaran ini ternyata menjadi gereja Jawa atau gereja pribumi pertama di Jogja.

Sekretaris Kantor Paroki Bintaran EM. Kris Indrarto Nurcahyo (59) menjelaskan pada masa pendudukan Belanda terdapat diskriminasi antara orang Belanda dengan pribumi. Termasuk soal gedung ibadah, yang akhirnya dibuat terpisah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka (pribumi) kalau ikut ekaristi atau misa itu kan mereka posisinya didiskriminasi. Itu kan tidak bersama-sama dengan mereka (orang Belanda). Dulu waktu saya masih SMP, gerejanya masih kecil sekali. Lalu kemudian, para pribumi yang semakin banyak ditempatkan di gudang sebelahnya, kalau ekaristi tidak jadi satu bangunan dengan mereka," kata Kris saat berbincang dengan detikJogja, Jumat (15/9/2023).

Arsitektur bangunan gereja dirancang J.H. van Oijen B.N.A yang merupakan orang Belanda. Bangunan gereja semula berukuran 36 meter hingga tempat bangku komuni. Sisi kiri dan kanannya sepanjang 20 meter dengan lebar seluruhnya 20 meter.

ADVERTISEMENT

Seluruh bangunan Gereja Santo Yusup Bintara ini terbagi empat ruangan yaitu gedung gereja, panti paroki, gedung komunikasi sosial keuskupan, dan pastoran. Gereja ini juga menyimpan kisah tentang kunjungan wakil Paus dari Vatikan dan Ir Soekarno.

Tempat Pengungsian Fatmawati dan Kisah Uskup Pribumi Pertama

Dalam situs Kemdikbud disampaikan gereja ini aktif digunakan sebagai tempat perjuangan. Saat Soekarno diasingkan ke Bangka tahun 1947, istrinya Fatmawati kemudian diungsikan ke Gereja Katolik Santo Yusup. Hal ini dilakukan untuk melindungi Fatmawati dari serdadu Belanda.

Di sisi lain, saat Agresi Militer Belanda II 19 Desemebr 1948, Gereja Santo Yusup Bintaran menjadi tempat bagi Romo Albertus Soegijapranata dan gerilyawan saling berkomunikasi. Belakangan Romo Soegijapranata ditahbiskan menjadi uskup pribumi pertama Indonesia.

"Saat agresi (militer) kedua, pemerintah Indonesia pernah pindah (ibu kota) ke Jogja. Soegijapranata itu solider, sebagai uskup kedudukannya di Semarang. Dia ikut ke sini tinggal di sini, ingin ikut membantu perjuangan pahlawan Indonesia. Salah satu hal yang membuat bersejarah karena Soegijapranata tinggal di sini membantu perjuangan pemerintahan Indonesia," jelasnya.

Gereja Santo Yusup Bintaran Jogja. Gereja Jawa pertama di Jogja dan jejak perjuangan Uskup pribumi A Soegijapranata.Sekretaris Kantor Paroki Bintaran EM. Kris Indrarto Nurcahyo (59) menunjukkan buku baptis umat Katolik berusia 127 tahun Foto: Anandio Januar/detikJogja

Sementara itu, dikutip dari buku Sejarah Perjalanan Gereja St. Yusup Bintaran yang ditulis oleh Komsos Paroki St. Yusup Bintaran, umat Bintaran memiliki beragam kegiatan sebelum Perang Dunia II pecah. Sebagai contoh, yaitu Katholieke Wandowo, Pusoro Katholieke Wandowo, Mudo Katholik, Mudo Wanita Katholik (MWK), dan Ruktiwuri/Pangruktilaya. Berbagai aktivitas kewanitaan pun dilakukan untuk meningkatkan keterampilan, seperti menyulam, membuat corsage, dan merangkai bunga.

Kris juga menerangkan dulu Gereja Santo Yusup Bintaran memiliki jaringan radio sendiri sekitar tahun 1970-an. Namun, karena Paroki Santo Yusup Bintaran tidak mampu mengelola lagi, radio tersebut diambil alih oleh KG Radio yang sekarang menjadi Sonora FM.

"Dulu punya radio namanya Bikima. Singkatan dari Bintaran Kidul Lima karena alamat pintu ini itu di Jalan Bintaran Kidul nomor lima, jadi disingkat Bikima," cerita pria yang sudah bekerja di gereja tersebut selama 14 tahun.

Keistimewaan Gereja Bintaran

Gereja Santo Yusup Bintaran sendiri memiliki beberapa keistimewaan jika dibandingkan dengan gereja-gereja yang lain. Pertama, gereja ini adalah gereja Jawa pertama yang ditujukan bagi orang-orang Katolik pribumi.

Kedua, bentuk bangunan gereja ini merupakan satu-satunya yang ada di Indonesia, di mana bentuk bangunan yang lain hanya ada berada di Belanda. Ketiga, Gereja Bintaran telah dijadikan sebagai cagar budaya oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Keempat, meskipun pernah rusak akibat gempa pada tahun 2006, arsitektur Gereja Bintaran masih tetap terjaga secara keseluruhan dan banyak sejarah yang bisa dilihat.

Selengkapnya catatan buku baptis lebih dari seabad...

Jejak Buku Baptis 1896

Jauh sebelum Gereja Santo Yusup diresmikan, sudah banyak umat Katolik yang tinggal di sekitar Bintaran. Salah satu buku baptis yang mencatat data umat Katolik di Bintaran tertulis tahun 1896 atau sudah 127 tahun.

"Karena ini disebut buku baptis jadi isinya catatan baptis, siapa yang dulu dibaptis di sini. Bukunya bertambah, buku (kalau) penuh dibuat lagi. Buku (jilid) 1 sekitar tahun 1890-an saat ini buku (jilid) 23," ujar Kris.

Buku baptis yang berusia lebih dari seabad itu tampak tersimpan rapi. Kertas dalam bukunya sudah berwarna cokelat dengan tinta pulpen yang sedikit luntur.

Data umat Katolik ini juga dikirim ke Keuskupan Agung Semarang hingga ke Vatikan. Catatan buku baptis ini ternyata juga memuat umat di luar gereja Bintaran.

"Zaman dulu itu, umat kami di sini cukup luas wilayahnya karena belum gereja. Jadi ini masuk gereja tua. Nah dulu bahkan ada umat yang dari Purworejo catatan baptisnya di sini. Karena pastornya dari sini," jelas Kris.

Gereja Santo Yusup Bintaran Jogja. Gereja Jawa pertama di Jogja dan jejak perjuangan Uskup pribumi A Soegijapranata.Bangunan luar Gereja Santo Yusup Bintaran Jogja yang bisa dipinjam untuk kegiatan umat maupun warga sekitar. Foto: Anandio Januar/detikJogja

Pernah Jadi Sekolah

Dalam perjalanannya, aula Gereja Bintaran ini juga pernah menjadi dimanfaatkan sekolah, SMA Kolese De Britto. Bagian yang digunakan adalah bagian aula yang bentuknya memanjang dilengkapi dengan ruangan-ruangan di sampingnya.

Namun, kini bangunan gereja tak lagi digunakan sebagai sekolah. Pihak gereja memperbolehkan masyarakat sekitar untuk menggunakan fasilitas gereja selama tidak ada jadwal ibadah, misalnya sebagai tempat pengungsian pada saat banjir hingga persemayaman jenazah.

"Kalau masyarakat ada yang membutuhkan tempat ataupun kegiatan, kami memperbolehkan selama tidak berbenturan dengan kegiatan sini, dan itu sudah berlangsung lama sejak dulu. Apalagi juga tempat ini menjadi tempat pengungsian untuk saudara yang banjir datang ke sini dan tinggal ke sini. Dan kami sudah maklum mereka tidak perlu minta kita sudah bantu," ujar dia.

"Kadang-kadang secara pribadi juga pinjam. Ada warga pinggir sungai sana, ada kematian karena tidak ada tempat, tidak ada uang, pinjam tempat untuk persemayaman. Bukan warga kampung sini," pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh Anandio Januar dan Jihan Nisrina Khairani Peserta program magang bersertifikat kampus merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 2
(ams/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads