Beli Apartemen Dapat Sertifikat atau Tidak? Ini Perbedaannya dengan Beli Rumah

Beli Apartemen Dapat Sertifikat atau Tidak? Ini Perbedaannya dengan Beli Rumah

Ulvia Nur Azizah - detikJogja
Selasa, 18 Nov 2025 15:48 WIB
Beli Apartemen Dapat Sertifikat atau Tidak? Ini Perbedaannya dengan Beli Rumah
Gedung apartemen. (Foto: freestockcenter/Freepik)
Jogja -

Membeli apartemen sering menimbulkan satu pertanyaan besar, sebenarnya beli apartemen dapat sertifikat atau tidak? Banyak calon pembeli ragu karena prosesnya berbeda dengan rumah tapak.

Padahal, unit apartemen juga punya sertifikat khusus yang sah secara hukum. Hanya saja, proses penerbitannya tidak langsung dan harus melewati beberapa tahap penting, mulai dari pembangunan, SLF, hingga akta pemisahan. Di sinilah banyak orang bingung dan merasa prosesnya lebih rumit.

Agar tidak salah langkah, yuk pahami bagaimana sertifikat apartemen bekerja, kapan pembeli menerimanya, dan apa bedanya dengan sertifikat rumah tapak. Mari kita simak penjelasan lengkap berikut ini, detikers!

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Poin utamanya:

  • Pembeli apartemen tetap mendapatkan sertifikat resmi bernama SHM Sarusun/SHMSRS, bukan SHM seperti rumah tapak.
  • Sertifikat apartemen baru terbit setelah bangunan selesai, SLF terbit, dan akta pemisahan disahkan pemerintah daerah.
  • Perbedaan sertifikat apartemen dan rumah tapak terletak pada hak tanah, rumah tapak bersifat pribadi, sementara apartemen bersifat komunal.

Beli Apartemen Dapat Sertifikat atau Tidak?

Dalam artikel Hukum Apartemen dalam Prakteknya di Indonesia oleh Aulia Rahmawati dijelaskan jika unit apartemen memiliki sertifikat bernama Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHM Sarusun/SHMSRS). Sertifikat inilah tanda bukti kepemilikan atas satu unit apartemen. SHM Sarusun berdiri di atas tanah dengan status Hak Milik, Hak Guna Bangunan (HGB), atau Hak Pakai, tergantung status tanah yang digunakan developer.

ADVERTISEMENT

Penjelasan tersebut sejalan dengan pembahasan dalam artikel Aspek Hukum Transaksi Jual beli Rumah Susun/Apartemen di Daerah Istimewa Yogyakarta Kaitannya dengan Peran Notaris-PPAT oleh Pandam Nurwulan, yang menyebutkan kepemilikan satuan rumah susun (HMSRS/SHMSRS) merupakan bukti otentik bahwa seseorang memang menjadi pemilik sah unit apartemen. Sertifikat ini baru dapat diterbitkan setelah tahapan legal tertentu selesai, khususnya setelah bangunan mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan akta pemisahan yang disahkan bupati atau wali kota.

Kenapa Sertifikat Apartemen Tidak Bisa Langsung Ada Saat Launching?

Pada penjualan apartemen indent, sertifikat tidak dapat langsung terbit. Ini karena bangunan belum selesai dan belum memenuhi persyaratan administratif untuk dilakukan pemecahan satuan rumah susun. Pada tahap ini, yang bisa dilakukan adalah:

  • Perjanjian Pemesanan antara calon pembeli dan developer.
  • Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang baru boleh dibuat bila pembangunan minimal telah mencapai 20% dan dilakukan di hadapan notaris.

Aulia Rahmawati menjelaskan developer harus memenuhi berbagai syarat sebelum boleh memasarkan apartemen. Pasal 42 ayat (2) UU Rumah Susun mensyaratkan adanya kepastian peruntukan ruang (SKRK/Izin Zoning), kepastian hak atas tanah, kepastian status penguasaan rumah susun, izin pembangunan seperti IMB dan AMDAL/UKL-UPL, serta jaminan pembangunan dari lembaga penjamin. Semua izin ini harus ada sebelum unit dijual ke publik.

Pandam Nurwulan mempertegas bahwa seluruh izin ini berasal dari lembaga pemerintah daerah. Proses perizinan melibatkan banyak instansi seperti BAPPEDA, BPN, Dinas Pekerjaan Umum, serta instansi lingkungan hidup. Oleh karena itu, sebelum bangunan selesai, sertifikat belum dapat diterbitkan karena status bangunan dan tanah belum terpisah menjadi satuan rumah susun.

Kapan Pembeli Apartemen Mendapatkan Sertifikat?

Ketika developer selesa membangun apartemen, barulah proses penerbitan sertifikat dapat dilakukan. Menurut Pandam Nurwulan, developer wajib mengajukan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) kepada bupati atau wali kota setelah bangunan memenuhi aspek keselamatan dan sesuai IMB. Setelah SLF diterbitkan, barulah developer dapat menyelesaikan:

  1. Pengesahan Akta Pemisahan
  2. Penetapan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
  3. Penerbitan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS)
  4. Penerbitan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) bila diperlukan

Setelah seluruh dokumen teknis tersebut selesai, barulah dilakukan Akta Jual Beli (AJB) di hadapan PPAT dan sertifikat dapat diproses serta diserahkan kepada pembeli. Dengan demikian, pembeli apartemen memang mendapatkan sertifikat, tetapi prosesnya bertahap dan tidak bisa langsung saat membeli seperti membeli rumah tapak.

Sertifikat baru bisa diserahkan kepada pembeli setelah beberapa syarat terpenuhi, antara lain:

  1. Bangunan sudah selesai.
  2. SLF sudah diterbitkan oleh pemerintah daerah.
  3. Akta pemisahan dan pertelaan disahkan oleh pemerintah daerah.
  4. AJB sudah ditandatangani di PPAT.
  5. Proses balik nama sertifikat satuan rumah susun selesai.

Dikutip dari artikel Hukum Apartemen dalam Prakteknya di Indonesia, setelah pelunasan dan adanya bukti kuitansi lunas, pembeli adalah pemilik sah unit tersebut, dan nantinya berhak atas SHM Sarusun. Kemudian dalam artikel Aspek Hukum Transaksi Jual beli Rumah Susun/Apartemen di Daerah Istimewa Yogyakarta Kaitannya dengan Peran Notaris-PPAT, disebutkan urutan transaksi dari pemesanan lanjut ke PPJB, pembuatan AJB, dan penerbitan sertifikat.

Apa Perbedaan Sertifikat Apartemen dan Rumah Tapak?

Dalam pembahasan sebelumnya, detikers sudah mengetahui bahwa membeli apartemen tetap mendapatkan sertifikat, yaitu SHMSRS. Namun, banyak orang masih bingung perbedaannya dengan SHM pada rumah tapak. Untuk memahami perbedaan dua jenis sertifikat ini, penting melihat dasar hukumnya serta karakteristik masing-masing yang dikutip dari laman resmi Kanwil BPN Sumatera Barat berikut.

1. Perbedaan dari Segi Pengertian

SHM adalah hak atas tanah paling penuh dan paling kuat dalam hukum agraria Indonesia. Pemilik SHM berhak penuh atas tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya, tanpa batas waktu. Hak ini melekat secara individual pada sebidang tanah tertentu.

Sementara itu, SHMSRS adalah bukti kepemilikan sebuah unit rumah susun yang berada dalam satu bangunan bertingkat. Sertifikat ini mencakup hak milik atas unit apartemen, hak proporsional atas bagian bersama (lift, koridor, tangga), dan hak atas tanah bersama yang digunakan oleh seluruh pemilik unit.

Perbedaan paling kentara adalah SHM menyatakan kepemilikan atas tanah, sedangkan SHMSRS menyatakan kepemilikan unit dalam bangunan bertingkat beserta hak bersama atas tanahnya.

2. Perbedaan Karakteristik Hak

Karakteristik SHM (Rumah Tapak):

  • Berlaku seumur hidup, tanpa batas waktu.
  • Hak kepemilikan paling kuat dan aman secara hukum.
  • Bisa diwariskan, dipindahtangankan, atau dijadikan agunan.
  • Hanya dapat dimiliki WNI, tidak bisa dimiliki WNA.

Karakteristik SHMSRS (Apartemen):

  • Memberikan hak milik atas unit serta bagian bersama dan tanah bersama.
  • Bisa diwariskan, dijual, disewakan, atau dijadikan jaminan kredit.
  • Hanya dapat diterbitkan bila tanah bangunan berstatus SHM atau HGB.
  • Kepemilikan bersifat individual atas unit, tetapi tanahnya bersifat komunal antar pemilik.

Perbedaannya tampak jelas, pemilik SHM menguasai tanah sepenuhnya, sedangkan pemilik SHMSRS berbagi kepemilikan tanah dengan pemilik unit lain.

3. Perbedaan Dasar Hukum

SHM

  • Diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 Pasal 20.
  • Pendaftaran dan penguatannya melalui PP No. 24 Tahun 1997.

SHMSRS

  • Diatur dalam UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
  • Penetapan haknya diatur lebih rinci dalam PP No. 13 Tahun 2021 dan Permen ATR/BPN No. 29 Tahun 2019.
  • Ada aturan tambahan terkait tanah bersama dalam PP No. 18 Tahun 2021.

Karena dasar hukumnya berbeda, prosedur penerbitan sertifikat juga berbeda dan melibatkan persyaratan yang tidak sama.

4. Perbedaan Isi Sertifikat

Isi SHM (Rumah Tapak):

  • Memuat informasi kepemilikan tanah beserta batas-batas fisiknya, luas tanah, dan pemilik yang berhak atas seluruh bidang tersebut.

Isi SHMSRS (Apartemen):

  • Letak dan nomor unit apartemen
  • Luas unit
  • Gambar denah unit
  • Hak atas tanah bersama
  • Hak atas bagian bersama (lift, tangga, taman, selasar)
  • Identitas pemilik

5. Perbedaan Cara Memperoleh Sertifikat

SHM Rumah Tapak diperoleh melalui:

  • Pembelian tanah berstatus SHM
  • Peningkatan dari Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) menjadi SHM
  • Warisan
  • Hibah

SHMSRS Apartemen diperoleh setelah:

  • Bangunan rumah susun berdiri di atas tanah SHM atau HGB
  • IMB/PBG dan Izin Laik Fungsi telah terbit
  • Ada pertelaan dan akta pemisahan yang disahkan pemda
  • Pengalihan dilakukan melalui AJB di PPAT
  • Unit telah terdaftar di kantor pertanahan

6. Hubungan dengan PPJB

Dalam praktik jual beli properti, perbedaan paling menonjol antara rumah tapak dan apartemen terlihat dari proses peralihannya. Pada rumah tapak yang menggunakan SHM, transaksi umumnya bisa dilakukan langsung melalui AJB di hadapan PPAT tanpa harus melalui tahap PPJB. Hal ini memungkinkan karena tanah dan bangunan sudah berdiri sepenuhnya dan sertifikatnya siap dialihkan kepada pembeli.

Sementara itu, pada apartemen dengan SHMSRS, prosesnya sering dimulai dari PPJB, terutama jika unit dibeli saat pembangunan masih berjalan atau belum siap huni. PPJB tidak memberikan hak kepemilikan, karena sifatnya hanya janji untuk melakukan jual beli setelah syarat tertentu terpenuhi. SHMSRS baru dapat terbit setelah bangunan selesai, memperoleh Izin Laik Fungsi, pertelaan telah disahkan pemerintah daerah, dan seluruh persyaratan hukum lainnya dipenuhi.

Nah, itulah tadi penjelasan lengkapnya. Memahami alur sertifikat apartemen membantu kamu membuat keputusan yang lebih aman dan terukur. Semakin paham prosesnya, semakin mudah memilih proyek yang kredibel dan minim risiko. Semoga bermanfaat, detikers!




(sto/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads