Spanduk yang tak terlalu besar itu terpampang di sebuah rumah sederhana di Kalurahan Sumberagung, Kapanewon Moyudan, Sleman. Ditulis dalam Bahasa Jawa, 'Bakul Suket', dan di bawahnhya ada slogan 'Suket Ora Trending Tapi Suket Itu Penting' dengan latar berwarna putih.
Slogan yang jika diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia kira-kira seperti ini artinya 'rumput tidak tren, tapi rumput itu penting'. Sepintas seperti hanya sebuah celetukan atau candaan. Tapi di mata seorang pemuda, ini menjadi inti dari sebuah bisnis.
Di era digital ini, di mana segala hal bisa dicari secara daring, Riyang Gati (26) memutuskan untuk menjual komoditas paling bersahaja: rumput. Iya, rumput.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lokasi usaha Riyang mudah ditemukan di peta digital. Tinggal ketik saja 'Bakul Suket Jogja (Suketin.id)' di kolom pencarian dan seketika itu juga muncul alamat lengkap. Pendulan, RT 003 RW 021, Sumberagung, Moyudan, Sleman.
Minggu (16/11) sore, dari kejauhan muncul sebuah sepeda motor yang dikendarai seorang pemuda. Ia bersetelan hijau -warna khas petani- datang dengan membawa tiga karung rumput segar yang menjulang. Dua di jok belakang dan tengah.
Ia tampak tergopoh-gopoh memarkirkan kendaraannya. Sejurus kemudian tangan yang tak terlalu kekar namun kuat itu menurunkan satu per satu karung berisi rumput hasilnya mengarit sore itu. Satu berpindah ke tangga rumah, disusul karung lainnya.
Riyang mengungkap, setidaknya dalam satu hari dia bisa menerima pesanan hingga enam karung rumput.
"Sehari kalau ngarit minimal lima sampai enam karung," ujar Riyang, membuka obrolan di Minggu (16/11/2025) sore. Ia baru saja pulang dari sawah untuk memenuhi pesanan hari itu.
Riyang bilang usaha ini baru seumur jagung. Tak lebih sebulan berjalan. Tapi dengan jeli ia menyasar ceruk pasar yang spesifik. Para peternak yang sibuk.
Baik mereka yang memiliki pekerjaan ganda sebagai karyawan swasta. Pokoknya mereka yang mendadak tak bisa mengarit. Hasilnya, ya jualan rumput online atau ia menyebutnya 'ngarit online'.
"Saya berpikir, bisa nggak ya yang kira-kira tidak mungkin itu mungkin. Terus cobalah jualan (rumput) online," ucapnya.
Kisah Riyang jualan rumput lahir dari persimpangan jalan. Riyang sedang menganggur setelah berganti-ganti pekerjaan. Mulai dari ekspedisi, dekorasi pernikahan, hingga menjadi petugas PPS Pemilu.
Pada saat yang sama, sawah milik keluarganya di Bulak Kedung Banteng terus-menerus gagal panen padi.
"Sawah milik keluarga yang di Bulak Kedung Banteng beberapa kali ditanami padi nggak panen," ujarnya.
Riyang berangkat dari seorang peternak. Ia awalnya berencana membuat bank pakan untuk kambing miliknya dari sawah yang gagal panen itu. Tapi ternyata stok rumput terlalu melimpah untuk dihabiskan ternaknya.
"Tetapi sawahnya terlalu luas, buat stok kambing saya ternyata kebanyakan," ucapnya.
Akhirnya, Riyang mengambil keputusan radikal. Alih-alih meratapi gabah yang tak kunjung berisi, ia menanami seluruh lahan itu dengan rumput. Tentu saja hasil akhirnya, untuk dijual.
Tapi Riyang sadar, ide ini perlu dipoles. Ia memilih nama 'Bakul Suket' atau Penjual Rumput agar lugas dan mudah diingat. Terutama bagi warga sekitar. Maklum, rumahnya berada di Sleman paling ujung.
"Menyesuaikan pasar saja," ujarnya.
Di sisi lain Riyang butuh identitas yang lebih kekinian. Untuk melebarkan sayap, tentu saja. Maka lahirlah, Suketin.id, sekaligus digunakan sebagai nama akun di media sosial. Sasarannya adalah anak-anak muda yang melek teknologi.
"Medsos biasanya kaum muda. Sasarannya kan misalnya kaum muda, orang tuanya ada yang punya ternak. Ini kan bisa 'ini lho pak ada yang jual pakan' gitu," bebernya.
Segala kekuatan media sosial dimanfaatkan. TikTok, Instagram, dan Facebook. Agar jangkauannya makin luas. Bantuan kecerdasan buatan atau AI juga digunakan untuk memoles usahanya. Hasilnya adalah logo yang kini digunakan.
Tentu, banyak yang skeptis dan mempertanyakan gebrakan Riyang. "Apa ya payu (laku)?" kenang Riyang menirukan keraguan orang-orang. Ditambah respons awal di TikTok sepi.
Tapi seribu cara dia gunakan. Ia nekat mengunggah video tumpukan rumput segar dengan sapaan khas. 'Monggo juragan suketnya sudah di-ready-kan. Ngarit online'.
Lalu jawaban dari keraguan orang-orang itu datang pada 31 Oktober. Pelanggan ngarit online pertama dari Kapanewon Sedayu, Bantul. Motor diselah, sekarung rumput diangkut dan dia meluncur ke rumah pelanggan.
Riyang mengira pesanannya untuk sapi atau kambing. "Ternyata sampai sana, cuma buat pakan empat ekor marmut peliharaan anaknya yang pesan," katanya tertawa. Pembeli itu tinggal di perumahan dan tak punya lahan untuk mencari rumput.
Sukses pertama itu memicu keberanian Riyang. Pemasaran kini dilakukan lewat marketplace dengan keterangan 'Tersedia suket untuk melayani seluruh Nusantara'. Terkesan seperti candaan. Tapi sehari kemudian, kejutan datang. Pesanan satu karung rumput datang dari Tangerang, Banten.
Rumput itu dikemas khusus. Riyang memastikan rumput tidak basah, lalu karungnya didobel dengan trash bag dan dikirim menggunakan jasa ekspedisi. Harganya? Rp 30.000 per karung via marketplace.
Tapi pasar utamanya tetap peternak lokal. Dengan harga Rp 25.000 per karung dan embel-embel gratis ongkir jarak dekat, pesanan terus mengalir.
"Harganya Rp 25 ribu untuk satu karung pakan dengan sistem tukar karung atau repeat order. Kalau karungnya dibawa nambah Rp 2 ribu. Kalau ukuran karung polar Rp 40 ribu, sama untuk tukar karung. Kalau nggak yang tukar karung nambah Rp 2 ribu," ujarnya.
Di samping itu, Riyang menyadari bahwa pelanggannya adalah wajah-wajah baru dari realitas ekonomi modern. Mereka para pekerja kantoran yang juga beternak.
"Ngarit pagi dan sore. Nanti yang pesan ada yang diambil langsung ke sini ada yang diantar. Kemarin orang Nanggulan (Kulon Progo), misal kerja di Kota (Yogyakarta), pulang kerja mampir ambil rumput,," ujarnya.
Melihat antusiasme ini, Riyang kian serius. Ia sadar, sawahnya tak akan cukup. Rencana ekspansi dengan menyewa sawah lain sudah disiapkan. Jika pesanan makin banyak, tentunya.
Kini, bagi Riyang, ngarit bukan lagi soal mengisi waktu luang. Ia melihat peluang ekonomi yang lebih besar dari sawah yang gagal panen.












































Komentar Terbanyak
Penjelasan Gus Elham soal Viral Video Cium Anak di Panggung
Polemik Dosen UGM Minta Naik Pangkat Berujung Dibebastugaskan
Pemkab Kulon Progo Lelang 15 Motor Jadul, Harga Limit Mulai Rp 200 Ribu