Kala Buruh DIY Tuntut Upah Minimum Rp 3,7 Juta demi Hidup Layak

Tim detikJogja - detikJogja
Rabu, 15 Okt 2025 06:00 WIB
Aksi massa buruh di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025) siang. Foto: Adji Ganda Rinepta/detikJogja
Jogja -

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menuntut kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2026 hingga 60% atau sekitar Rp 3,7 juta. Menurut Ketua MPBI DIY, tuntutan kenaikan UMP itu disesuaikan dengan angka kebutuhan hidup layak (KHL) di Jogja.

Tuntutan tersebut disampaikan massa MPBI DIY saat berorasi di Tugu Jogja lalu menggeruduk kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan, Kota Jogja, kemarin siang.

Hasil Survei MPBI

Ketua MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, mengatakan tuntutan kenaikan UMP 2026 itu disesuaikan dengan angka KHL di Jogja yang didapat dari hasil survei pihaknya.

"Menurut kami, bahwa upah minimum Jogja selalu di bawah KHL berdasarkan survei yang kami lakukan," kata Irsad di sela Aksi di Tugu Jogja, Selasa (14/10/2025).

"Berkaitan dengan hasil survei yang sudah kami lakukan, yakni pada awal bulan Oktober sampai minggu lalu. Kami menemukan angka (ideal KHL), paling rendah Rp 3,6 juta. Kemudian tertinggi di Kota Jogja di angka sekitar Rp 4,5 juta nilai KHL nya," sambungnya.

Demi Kurangi Kemiskinan

Melihat besaran UMP DIY 2025 sebesar Rp 2,264,080, kenaikan upah yang dituntutkan buruh secara persentase menyentuh angka lebih dari 60%.

"(Menuntut UMP naik) Rp 3,6-4 jutaan, jadi kira-kira ya pukul aja itu di angka sekitar Rp 3,7 juta," ujar Irsad.

Irsad mengatakan, tuntutan kenaikan upah minimum yang signifikan ini bisa mempersempit kesenjangan ekonomi dan menaikkan daya beli buruh dan keluarganya.

"Sehingga angka kemiskinan bisa dikurangi," ucap dia.

Respons Pemda DIY

Selaku perwakilan Pemda DIY yang menerima massa buruh, Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Tri Saktiyana, menyatakan pihaknya memahami tuntutan buruh.

"Kami bisa memahami logikanya, ketika KHL yang dihitung temen-temen buruh ada angkanya tertentu yang katakanlah lebih dari 50% yang dituntut," kata Tri seusai audiensi dengan buruh, kemarin.

"Akan menjadi bahan pertimbangan, tapi bukan satu-satunya pertimbangan ya. Kami dengan BPS dan sebagainya tentu nanti juga akan menghitung juga KHL-nya," sambungnya.

Tri menjelaskan, dari tahun ke tahun, pemerintah pusat memberikan panduan cara menghitung UMP dengan mempertimbangkan dinamika dan perubahan-perubahan. Dia menambahkan, ada beberapa kondisi yang perlu diperhatikan dalam menghitung kenaikan UMP.

"Kami paham, walaupun kami sudah menaikkan secara persentase tinggi, namun karena awalnya sudah rendah jadi tidak nuntut dengan kenaikan (daerah) yang sudah (UMP-nya) terlanjur tinggi," ucap Tri.

"Termasuk juga kita menyeimbangkan antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan buruh. Nanti iklim usahanya bisa turun," imbuh dia.



Simak Video "Video: Prosesi Langka Jejak Banon di Jogja, Cuma Ada Tiap 8 Tahun!"

(dil/dil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork