Kondisi ekonomi dunia yang gonjang-ganjing turut memengaruhi Bumi Nusantara. Bukan hanya dari sudut pandang ekonomi saja, tetapi juga bahasa. Belakangan ini, jika detikers lihat di media sosial, bertebaran istilah rojali dan rohana.
Sebenarnya, apa arti kedua kata tersebut? Pasalnya, bila detikers coba cek melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring, keduanya tidak masuk data base. Akibatnya, banyak orang penasaran tentang makna rojali dan rohana yang tengah viral.
Penasaran apa artinya? Simak pembahasan ringkas fenomenanya melalui uraian di bawah ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rojali dan Rohana Adalah Akronim
KBBI mendefinisikan akronim sebagai singkatan berupa gabungan huruf atau suku kata atau bagian lain yang dituliskan dan dilafalkan sebagai kata yang wajar. Contohnya adalah ponsel, akronim dari telepon seluler. Contoh lainnya adalah galbay alias gagal bayar.
Rojali dan rohana juga merupakan akronim. Dilansir detikFinance, rojali adalah akronim dari rombongan jarang beli. Sementara itu, kepanjangan dari rohana adalah rombongan hanya nanya. Keduanya merujuk pada perilaku konsumen yang mengunjungi mall atau pusat perbelanjaan.
Tidak hanya mudah dilihat di mall, mungkin kita juga masuk kategori rojali dan rohana tersebut. Pasalnya, saat ini, banyak orang datang ke mall dan kemudian pulang dengan tangan kosong. Apa yang menyebabkan fenomena ini jadi marak?
Penyebab Banyak Rojali dan Rohana di Mall
Kehadiran rojali dan rohana yang semakin banyak dibuktikan dengan data kenaikan jumlah kunjungan ke mall ataupun pusat perbelanjaan. Kendati begitu, omzet yang diraih para pelaku usaha justru turun.
Fenomena ini disebabkan kunjungan para rojali dan rohana yang notabene berasal dari kelas menengah, baik menengah ke bawah maupun ke atas. Meski begitu, ada perbedaan alasan antarkeduanya.
"Kalau yang di kelas menengah atas, penyebabnya misalkan mereka lebih ke hati-hati dalam berbelanja. Apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global. Sehingga mereka (memilih) belanja atau investasi? 'Kan itu juga terjadi," terang Alphonsus Widjaja, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI).
Di sisi lain, kelas menengah ke bawah banyak 'beralih' jadi rojali dan rohana karena penurunan daya beli. Uang yang berkurang menyebabkan daya beli turut menurun. Meski begitu, mereka tetap datang ke pusat-pusat perbelanjaan.
Pada gilirannya, penurunan daya beli ini menyebabkan masyarakat kelas menengah ke bawah berhati-hati sebelum mengambil keputusan. Sering kali, bila pun jadi membeli, produk dengan harga satuan murahlah yang jadi pilihan.
"Mereka jadi lebih selektif berbelanja, kalau tidak perlu, tidak (belanja), ya. Kemudian kalaupun belanja, beli barang produk yang harga satuannya murah. Itu yang terjadi. Jadi, saya kira fenomena yang terjadi sekarang ini lebih karena daya beli masyarakat untuk yang kelas menengah bawah. Kalau yang menengah atas lebih kehati-hatian," jelas ketua APPBI tersebut.
Alasan seseorang tetap pergi ke mall, meski pada akhirnya tidak membeli barang pun bisa bermacam-macam. Salah satunya, sebagaimana telah diuraikan di atas, adalah penurunan daya beli.
Faktor lain yang memungkinkan adalah tujuan utama. Beberapa orang mungkin memang datang ke mall karena ingin menikmati suasana adem khasnya. Bisa juga karena menganggap mall itu keren dan nyaman.
"Banyak orang dari kelas menengah ke atas saat ini lebih memilih mall daripada pasar biasa karena mereka menganggapnya keren dan nyaman," jelas Erum Hafeez, seorang profesor dari universitas swasta, dikutip dari laman Dawn, Jumat (25/7/2025).
Jadi, tidak mengherankan bila banyak orang memilih tetap pergi ke mall meski kantongnya mungkin sudah kering. Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan hanyalah parkir, atau bila menimbang lebih lanjut, transportasi saja.
Sejak Kapan Rojali dan Rohana Mulai Merebak?
Kembali dilihat dari detikFinance, rojali dan rohana bukanlah hal yang baru. Semenjak pandemi Covid-19 selesai, keduanya sudah muncul. Menurut Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan, Septo Soepriyatno, perilaku ini dipicu keinginan interaksi masyarakat.
Oleh karena itu, banyak mall mulai sedikit banyak mengubah konsep. Alih-alih menambah toko, beberapa mulai mulai menghadirkan spot-spot interaksi sosial.
"Contohnya Plaza Semanggi yang sekarang jadi Plaza Nusantara. Sekarang sudah jadi pusat perbelanjaan yang mana konsep berubah sangat total sekarang. Bagaimana menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi. Itu yang sangat diperlukan sekarang. Makanya teman-teman dari anggota Hippindo dan Apbi sudah menyiapkan itu sebenarnya," jelasnya.
Keterangan bernada sama dilontarkan oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso. Menurutnya, rojali sudah ada sejak lama. Menteri kelahiran Jakarta tersebut juga mewajarkan perilaku rojali dan rohana.
"Kita tuh bebas mau beli di online, mau beli di offline. Dari dulu fenomena itu (rojali) juga ada. Namanya orang dari dulu 'kan juga begitu. Orang mau belanja, dicek dulu, yang ingin lihat barangnya bagus atau tidak, harganya seperti apa," terangnya pada Rabu (23/7/2025) kemarin.
Demikian pembahasan ringkas mengenai istilah rojali dan rohana yang sedang ramai diperbincangkan. Semoga bermanfaat!
(sto/dil)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM