Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan PBB dengan Mudah dan Tepat

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan PBB dengan Mudah dan Tepat

Anindya Milagsita - detikJogja
Senin, 12 Mei 2025 14:50 WIB
Tunggakan Pajak Rumah Mewah
Ilustrasi pajak bumi dan bangunan. Foto: Tim Infografis, Mindra Purnomo
Jogja -

Sebagai kewajiban yang perlu dibayarkan tiap tahunnya, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki penghitungan tersendiri yang patut dipahami oleh setiap wajib pajak. Lantas, bagaimana cara menghitung PBB yang mudah dan tepat untuk dilakukan?

Terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) telah diatur secara resmi oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.03/2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut peraturan tersebut, pengertian dari Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB adalah pajak yang dimaksud dalam Undang-Undang PBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.

Melalui peraturan tersebut dapat diketahui bahwa PBB dapat dibayarkan oleh subjek pajak yang dapat diartikan sebagai orang atau badan yang secara nyata memiliki suatu hak atas bumi, memperoleh manfaat atas bumi, maupun menguasai atau memperoleh manfaat atas bangunan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh sebab itu, subjek pajak yang disebut juga sebagai wajib pajak perlu untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Meskipun begitu, mungkin tidak sedikit orang justru masih belum memahami cara menghitung PBB, sehingga artikel ini akan merangkum informasinya. Simak penjelasannya berikut ini.

Objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Sebelumnya, mari mengenal terlebih dahulu berbagai objek PBB. Mengutip dari buku 'Pedoman Praktis Membayar Pajak' karya Astrid Budiarto, dapat diketahui bahwa setidaknya ada dua jenis objek PBB, yaitu objek pajak umum dan objek pajak khusus.

ADVERTISEMENT

Pada objek pajak umum memiliki kriteria konstruksi bangunan yang umum dengan luas tanah yang didasarkan pada kriteria tertentu. Objek pajak umum dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu objek pajak standar dan objek pajak nonstandar. Kedua jenis pajak umum ini dilihat dari aspek luas tanah, jumlah lantai bangunan, dan luas bangunan.

Sementara itu, objek pajak khusus merupakan objek pajak yang memiliki konstruksi bangunan secara khusus. Biasanya kriteria bangunan untuk jenis objek pajak ini bisa ditinjau dari berbagai aspek. Sebut saja bentuk, material pembentuk, hingga keberadaannya. Adapun contoh objek pajak khusus misalnya bandara, jalan tol, pelabuhan, hingga tempat wisata.

Baik itu objek pajak umum maupun objek pajak khusus dikenai PBB. Sebaliknya, ada objek pajak tertentu yang tidak dikenakan PBB. Terkait hal ini dapat merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terdapat jenis PBB berupa PBB-P2. Istilah PBB-P2 dapat dimaknai sebagai bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, maupun dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.

Namun demikian, ada objek pajak yang dikecualikan, yaitu kegiatan usaha, perkebunan, perhutanan, dan juga pertambangan. Kemudian di dalam Pasal 38 ayat (3) diuraikan secara lengkap objek PBB-P2 yang dikecualikan. Berikut bunyi dari ayat tersebut:

"Yang dikecualikan dari objek PBB-P2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas:

a. Bumi dan/atau Bangunan kantor Pemerintah, kantor Pemerintah Daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik Daerah;
b. Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
c. Bumi dan/atau Bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
d. Bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
e. Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
f. Bumi dan/atau Bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
g. Bumi dan/atau Bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit, atau yang sejenis;
h. Bumi dan/atau Bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; dan
i. Bumi dan/atau Bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh Pemerintah."

Mengenal Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

Di dalam penghitungan PBB akan melibatkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Masih merujuk pada peraturan yang sama, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar. Kemudian apabila tidak terdapat transaksi jual-beli, maka NJOP dapat ditentukan dengan perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru maupun NJOP pengganti.

Melalui UU RI Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 40 diuraikan secara lengkap mengenai ketentuan NJOP. Dapat diketahui bahwa NJOP ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2. Besaran NJOP sendiri ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah. Inilah yang membuat NJOP setiap daerah bisa mengalami perbedaan.

Pada Pasal 40 ayat (5) turut diuraikan penetapan NJOP yang didasarkan pada PBB-P2. Bunyi dari ayat tersebut menerangkan:

"NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3)."

Sementara itu, tarif PBB-P2 tertuang di dalam Pasal 41 ayat (1). Di dalam ayat tersebut disampaikan bahwa, "Tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5% (nol koma lima persen)."

Adapun NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp 10.000.000 bagi setiap wajib pajak.

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Lantas, bagaimana cara menghitung PBB? Masih merujuk dari buku yang sama, yaitu 'Pedoman Praktis Membayar Pajak', dapat diketahui bahwa saat menghitung PBB wajib pajak perlu mengetahui Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Adapun cara memperoleh NJKP ini bisa dihitung dari 20% NJOP.

Secara umum, rumus penghitungan PBB adalah dengan perkalian tarif PBB itu sendiri dan juga NJKP. Artinya, wajib pajak perlu menghitung terlebih dahulu NJKP mereka, baru setelahnya bisa melakukan penghitungan terhadap PBB. Berikut rumus dasar penghitungan PBB:

Tarif 0,5% x Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Simulasi Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Setelah mengetahui rumus dasar dalam menghitung PBB, simulasi penghitungannya mungkin perlu diketahui oleh detikers agar lebih mudah dalam memahaminya. Terdapat simulasi penghitungan PBB yang dapat diawali dengan mencari tahu besaran NJKP, sehingga bisa diterapkan pada rumus hitung PBB.

Misalnya saja di sebuah daerah seseorang bernama AM memiliki tanah seluas 100 m2. Ditetapkan pada daerah tersebut nilai NJOP sebesar Rp 4.000.000. Maka, besaran NJKP milik AM dapat diketahui dengan mengalikan terlebih dahulu NJOP dan luas tanah. Kemudian hasil perkalian tersebut dikurangi dengan NJOP tidak kena pajak. Barulah diambil 20% dari total penghitungan tersebut. Berikut cara hitungnya:

  • NJKP: Rp 4.000.000 x 100 (luas tanah) = Rp 40.000.000
  • Rp 40.000.000 - Rp 10.000.000 (NJOP tidak kena pajak) = Rp 30.000.000
    Rp 30.000.000 x 20% = Rp 6.000.000

Nah, setelah mengetahui besaran NJKP, maka wajib pajak bisa menghitung PBB mereka dengan menggunakan rumus yang telah diuraikan sebelumnya. Misalnya saja tarif PBB-P2 yang didapatkan oleh AM sebesar 0,05%. Rumus hitungnya adalah sebagai berikut:

  • PBB: 0,05% x Rp 6.000.000 (NJKP) = Rp 30.000

Sementara itu, terdapat contoh Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB yang dibagikan dalam laman resmi BPKAD Kota Jogja yang berisikan rincian penghitungan PBB. Melalui SPPT PBB ini dapat diketahui simulasi penghitungan PBB, baik itu untuk bumi dan juga bangunan.

Pada SPPT PBB tersebut wajib pajak memiliki luas tanah sebesar 18 m2 dan bangunan 18 m2. Kemudian NJOP per m2 ditetapkan sebesar Rp 2.925.000 untuk bumi dan Rp 310.000 bagi bangunan. Berikut penghitungan nilai NJOP wajib pajak tersebut:

  • Bumi: Rp 2.925.000 x 18 = Rp 52.650.000
  • Bangunan: Rp 310.000 x 18 = Rp 5.580.000

Setelah mengetahui nilai NJOP, ditetapkan bahwa NJOP tidak kena pajak sebesar Rp 20.000.000. Maka nilai NJOP wajib pajak tersebut dikurangi terlebih dahulu dengan NJOP tidak kena pajak. Berikut penghitungannya:

  • Rp 52.650 + Rp 5.580.000 - Rp 20.000.000 = Rp 38.230.000

Pada SPPT tersebut dapat diketahui bahwa NJKP ditetapkan sebesar 100%, maka nilai NJKP miliknya tetap sama, yaitu sebesar Rp 38.230.000. Barulah setelah mengetahui nilai NJKP, wajib pajak tadi dapat menghitung PBB yang harus dibayarkan. Rumus hitungnya adalah sebagai berikut:

  • Rp 38.230.000 x 0,05% = Rp 19.115

Maka, apabila tidak ada faktor pengurang atau pengaturan pengenaan, PBB yang harus dibayarkan sebesar Rp 19.115.

Itulah tadi rangkuman penjelasan mengenai cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) lengkap dengan simulasi, objek PBB, sampai sekilas tentang NJOP. Semoga informasi ini dapat menjawab rasa penasaran detikers, ya.




(par/par)

Hide Ads