Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan penerapan aturan kemasan rokok polos bisa merugikan negara hingga Rp 182 triliun. Apa sebabnya?
Kepala Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho, mengatakan sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) seperti pembatasan penjualan di sekitar institusi pendidikan, pembatasan iklan rokok, hingga kebijakan kemasan polos dapat menekan kinerja industri hasil tembakau (IHT) secara keseluruhan dari hulu hingga hilir.
Menurutnya, pemberlakuan aturan kemasan rokok tanpa merek ini dapat meningkatkan peredaran rokok ilegal dalam negeri. Sehingga kinerja atau hasil penjualan rokok konvensional atau legal bisa turun drastis, khususnya untuk rokok golongan I dan II.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemasan polos mendorong downtrading hingga switching ke rokok illegal lebih cepat, berdampak pada permintaan produk legal sebesar 42,09%," kata Andry dilansir detikFinance, Sabtu (2/11/2024).
"Jadi kurang lebih kalau kemarin perhitungan kami kan hilangnya Rp 182,2 triliun (imbas aturan kemasan rokok tanpa merek)," imbuhnya.
Lebih lanjut, untuk aturan terkait larangan berjualan 200 meter dari satuan pendidikan formal berdampak pada 33,08% dari total ritel. Sedangkan untuk aturan Pembatasan iklan rokok dapat menurunkan permintaan jasa periklanan hingga 15%.
"Jika tiga skenario (kemasan rokok polos, pembatasan penjualan, dan larangan iklan) dijalankan dampak ekonomi yang akan hilang setara Rp 308 triliun atau 1,5% dari PDB," pungkasnya.
(aku/aku)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan