Jaringan GUSDURian Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Ini Alasannya

Jaringan GUSDURian Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Ini Alasannya

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Rabu, 12 Jun 2024 09:32 WIB
Inayah Wahid
Inayah Wahid Foto: Zunita Putri/detikcom
Bantul -

Jaringan GUSDURian menolak izin tambang untuk ormas keagamaan karena bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Selain itu, Jaringan GUSDURian menilai jika pemberian izin usaha tambang kepada ormas keagamaan berpotensi memunculkan penyalahgunaan kewenangan.

"Peraturan Pemerintah untuk memberi izin tambang kepada ormas keagamaan ini bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang di dalamnya mengatur tentang pemberian izin usaha tambang, di mana penerima izin usaha tambang adalah badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang," kata Pokja Keadilan Ekologi Jaringan GUSDURian, Inayah Wahid melalui keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Rabu (12/6/2024).

Inayah Wahid menerangkan, pelibatan organisasi keagamaan sebagai entitas penerima 'hadiah' izin pertambangan oleh presiden memunculkan diskursus tentang peran organisasi kemasyarakatan selama ini sebagai penjaga moral etika bangsa, termasuk dalam hidup bermasyarakat dan penyelenggaraan negara, termasuk di dalamnya kebijakan industri ekstraktif. Idealnya, kata Innayah, organisasi keagamaan terus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan berbasis prinsip etik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selain itu, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan," ujarnya.

Pasalnya, watak organisasi keagamaan yang memiliki banyak pengikut di akar rumput. Sementara industri pertambangan memiliki watak seperti di atas, membuat keterlibatan organisasi keagamaan berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi persoalan di tingkat lokal.

ADVERTISEMENT

"Ditambah lagi jumlah organisasi keagamaan yang jumlahnya sangat banyak, termasuk di daerah-daerah, sehingga sangat mungkin terjadi kerumitan pada tingkat pelaksanaan yang bisa berujung kepada makin besarnya penyalahgunaan wewenang
pengambil kebijakan," ucapnya.

Di sisi lain, saat ini banyak negara di dunia yang mulai mencari energi alternatif agar ketergantungan pada batu bara bisa dihentikan dalam beberapa tahun ke depan. Aktivitas tambang batu bara secara global sudah dikategorikan sebagai bahan bakar kotor dikarenakan prosesnya yang merusak alam dan menghasilkan polutan berbahaya.

"Bisnis ini merupakan bagian dari industri ekstraktif yang mengolah dan menguras sumber daya alam yang bisa menimbulkan penghancuran habitat, mengakibatkan polusi, dan penipisan sumber daya, serta bencana alam lainnya," kata putri bungsu Presiden Ke-4 RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut.

Oleh sebab itu, Jaringan GUSDURian sebagai organisasi yang berupaya melanjutkan nilai, pemikiran, dan keteladanan Gus Dur mengkritisi peraturan tersebut. Apalagi, rekam jejak Gus Dur menunjukkan konsistensinya menolak industri ekstraktif yang merusak sumber daya alam dan mengeksklusi rakyat dari ruang hidupnya.

"Bahkan tercatat dalam sejarah bahwa Gus Dur adalah satu-satunya Presiden Indonesia yang tidak pernah memberikan konsesi tambang serta melakukan moratorium penebangan hutan untuk keberlanjutan kelestarian ekosistem," ujarnya.

Oleh karenanya, terkait pemberian izin usaha pertambangan pada ormas keagamaan tersebut, Jaringan GUSDURian menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menolak kebijakan pemerintah untuk memberi izin pada ormas keagamaan karena bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang menyatakan bahwa izin hanya dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui cara lelang.
  2. Meminta pemerintah untuk meninjau ulang pemberian izin usaha tambang kepada ormas keagamaan karena berpotensi memunculkan penyalahgunaan kewenangan karena tidak melalui prosedur yang sesuai dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
  3. Meminta pemerintah untuk meninjau ulang izin tambang pada ormas keagamaan karena berpotensi menciptakan ketegangan sosial dan konflik horizontal apabila terjadi persoalan di tingkat lokal.
  4. Mengajak ormas keagamaan untuk tetap menjadi kekuatan penjaga moral, nilai, dan etika bangsa serta terus menjadi pendamping umat demi kemaslahatan dan kesejahteraan bersama.
  5. Meminta pemerintah tegas melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan yang selama ini terjadi serta melakukan pemulihan dampak sosial ekologis akibat perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, dan eksploitasi sumber daya alam.
  6. Mengajak warga masyarakat untuk terus mengkritisi kebijakan pemerintah dan memastikan bahwa penyelenggaraan negara tetap sesuai dengan konstitusi dan diperuntukkan untuk kemaslahatan rakyat.



(apu/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads