6 Sosok Guru yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ada Siapa Saja?

6 Sosok Guru yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional, Ada Siapa Saja?

Nur Umar Akashi - detikJogja
Selasa, 25 Nov 2025 09:24 WIB
Ookok pikiran ki hajar dewantara
Ilustrasi sosok Pahlawan Nasional Ki Hajar Dewantara. (Foto: Fuad Hasyim)
Jogja -

Masyarakat Indonesia pasti sudah tidak asing dengan ungkapan bernada penghargaan, 'guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa'. Artinya, semua guru tanpa terkecuali adalah pahlawan karena telah berjuang mencerdaskan bangsa.

Dari begitu banyak guru yang telah mengabdikan jiwa dan raganya, ada beberapa yang oleh pemerintah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Di antaranya yang terkenal adalah Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia.

Selain Ki Hadjar Dewantara, masih banyak sosok guru lain yang menyandang julukan ini. Sebagaimana kita ketahui, gelar Pahlawan Nasional diberikan kepada individu yang dinilai punya andil besar bagi negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jadi, siapa saja guru yang diresmikan sebagai Pahlawan Nasional? Simak profil ringkas beberapa di antaranya berikut ini!

Daftar Guru yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional

1. Ki Hadjar Dewantara

Diringkas dari situs resmi SMA Negeri 13 Semarang, Ki Hadjar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Jogja dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat. Ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), Kweekschool, dan kemudian STOVIA.

ADVERTISEMENT

Perjuangan Ki Hadjar Dewantara dilakukannya melalui kegiatan jurnalistik. Ia pernah bergabung di harian Sedyo Tomo, Midden Java, De Express, hingga Kaoem Moeda. Tulisan-tulisannya mengkritik keras pemerintah kolonial dengan bahasa yang lembut nan santun.

Tidak berhenti sampai sana, Ki Hadjar Dewantara sempat mendirikan organisasi Indische Partij bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo. Partai politik pertama Indonesia ini menyuarakan banyak hal demi, seperti menyingkirkan kesombongan rasial dan melawan usaha-usaha yang bertujuan membangkitkan kebencian agama.

Di bidang pendidikan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa pada 3 Juli 1922. Di sanalah, ia mencurahkan segala pemahamannya tentang pendidikan. Hasilnya, Taman Siswa menjadi pelopor dunia pendidikan di tanah air. Sampai sekarang, perguruan legendaris ini masih eksis dan terus menghasilkan lulusan berkualitas untuk Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara wafat pada 26 April 1959 dalam usia ke-70 tahun. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres Nomor 305 Tahun 1959, seperti dilaporkan detikEdu.

2. Raden Dewi Sartika

Terkenal sebagai tokoh perintis pendidikan kaum perempuan, Raden Dewi Sartika lahir pada 4 Desember 1884 di Bandung. Menurut keterangan dari situs SMK Dewi Sartika, pahlawan satu ini berasal dari keluarga priyayi. Ayahnya adalah Raden Somanagara, sedangkan ibunya bernama Raden Ayu Rajapermas.

Sejak kecil, Dewi Sartika sudah punya keinginan untuk mendirikan sebuah sekolah. Namun, kekangan zaman dan kebiasaan yang berlaku membuat cita-cita itu tak mudah terwujud. Dewi Sartika tidak menyerah, pada 1902, ia mulai mengajar kecil-kecilan di belakang rumah sang ibu di Bandung.

Dua tahun kemudian, setelah berkonsultasi dengan Bupati RAA Martanagara, Dewi Sartika sukses membuka Sakola Istri. Kala itu, pengajarnya ada 3 orang, yakni Dewi Sartika sendiri, Ny Poerwa, dan Nyi Oewid.

Lambat laun, sekolah pertama wanita di Hindia Belanda yang dibesut Dewi Sartika itu berkembang. Pada tahun 1914, namanya berganti menjadi Sakola Kautamaan Istri. Kemudian, pada September 1929, namanya diganti menjadi Sakola Raden Dewi.

Dewi Sartika meninggal dunia pada tanggal 11 September 1947. Oleh pemerintah, ia digelari Pahlawan Nasional lewat Keppres Nomor 252 Tahun 1966.

3. KH Ahmad Dahlan

Disadur dari situs Taman Kebangsaan Universitas Jember, KH Ahmad Dahlan lahir di Jogja pada 1 Agustus 1868. Ia berasal dari keluarga ulama yang terkemuka. Tak pelak, pembelajaran seputar keagamaan sudah didapat Muhammad Darwisy, nama kecil KH Ahmad Dahlan, sejak masih belia.

Ketika memasuki usia 15 tahun, KH Ahmad Dahlan pergi berhaji dan tinggal di Mekkah selama 5 tahun. Di sana, ia berinteraksi dengan sejumlah tokoh pemikir. Setelah itu, KH Ahmad Dahlan balik ke Indonesia sebelum kembali lagi ke Mekkah tahun 1903.

Sewaktu pulang ke Indonesia untuk kali kedua, KH Ahmad Dahlan memiliki ide-ide revolusioner terkait pendidikan. Ia mewujudkan idenya dengan mendirikan sekolah agama bernama Muhammadiyah pada 1911 di Jogja. Murid-muridnya diajarkan banyak hal, seperti ilmu agama, ilmu hitung, dan baca-tulis huruf latin.

Dari sekolah, Muhammadiyah dikembangkan KH Ahmad Dahlan menjadi organisasi bernama sama. Kendati awalnya ditentang, pihak kolonial lambat laun memberikan izin. Sekarang, Muhammadiyah berkembang pesat sebagai salah satu organisasi masyarakat Islam yang tidak hanya bergerak di bidang pendidikan, tetapi juga kesehatan dan ekonomi.

Kiprah sang pendiri Muhammadiyah berakhir pada 23 Februari 1923 ketika Tuhan memanggil ruhnya. Atas jasa-jasanya, pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden Nomor 657 Tahun 1961.

4. Rohana Kudus

Namanya harum sebagai wartawati pertama Indonesia. Dilihat dari NU Online, Rohana Kudus lahir pada 20 Desember 1884 di Kota Agam, Sumatera Barat. Ia adalah putri dari seorang jurnalis bernama Mohamad Rasjad Maharadja Sutan.

Kiprah Rohana sebagai jurnalis tak perlu disangsikan. Ia mengawali karier di surat kabar Poetri Hindia sebelum kemudian mendirikan surat kabar bernama Soenting Melajoe. Di sini, Rohana menyebarluaskan gagasan-gagasannya, terutama terkait kesetaraan gender perempuan.

Dalam dunia pendidikan, pahlawan Minangkabau satu ini diketahui pernah mendirikan Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS). Di sini, murid-murid diajarkan kemampuan mendasar calistung, kerajinan tangan, pendidikan agama, hingga bahasa Belanda.

Selain KAS, tahun 1920, Rohana memenuhi permintaan ayahandanya untuk mengajar di sekolah cabang Dharma Putra di Sumatera Timur. Tidak lama, Rohana kembali ke Koto Gadang, dan mengajar di Vereniging Studiefonds.

Sepak terjangnya untuk memajukan para perempuan Indonesia mengantarkan Rohana Kudus meraih gelar Pahlawan Nasional. Penetapannya tercantum dalam Surat Menteri Sosial RI Nomor 23/MS/1/09/2019.

5. KH Hasyim Asy'ari

Ketika mengombinasikan istilah guru dan pahlawan nasional, nama KH Hasyim Asy'ari pasti terbesit. Jalur perjuangannya mirip dengan KH Ahmad Dahlan, yakni mendirikan organisasi Islam. Namanya adalah Nahdlatul Ulama (NU).

Diringkas dari situs resmi Pesantren Tebuireng, KH Hasyim Asyari lahir pada 14 Februari 1871 Masehi di Pesantren Gedang, Jombang. Tak ayal, sejak kecil, Hasyim Asyari mempelajari ilmu-ilmu agama. Pun, setelah pindah dari Pesantren Gedang karena ikut orang tua, pembelajaran sang kiai tak terhenti begitu saja.

KH Hasyim Asyari bukan hanya mendalami ilmu agama di Indonesia, tetapi juga Mekkah dan Madinah. Saking mentereng prestasinya, KH Hasyim Asyari sempat mengajar di Masjidil Haram. Sekembalinya ke Indonesia, Sang Pendiri NU membangun Pesantren Tebuireng, tepatnya tahun 1899.

Menurut informasi dari situs LP Ma'arif NU Cilacap, pada 31 Januari 1926, KH Hasyim Asy'ari turut serta mendirikan NU bersama sejumlah tokoh lain. Organisasi ini didirikan untuk menjaga ajaran ahlus sunnah wal jamaah dan tradisi keislaman Nusantara. Tercatat, KH Hasyim menjadi Rais Akbar pertama NU.

Perjuangan KH Hasyim Asy'ari tidak terbatas di dunia pendidikan. Ia pernah mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang terkenal memperkuat semangat para santri untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan penjajah.

Sosoknya yang menjadi panutan banyak orang sampai sekarang meninggal dunia pada 25 Juli 1947. Atas jasa-jasanya, pemerintah memberi gelar Pahlawan Nasional melalui Keppres Nomor 294 Tahun 1964.

6. Jenderal Sudirman

Siapa sangka Jenderal Sudirman yang terkenal akan taktik perang gerilyanya pernah mengajar di ruang kelas? Tidak tanggung-tanggung, sebagaimana diwartakan situs TV Muhammadiyah, Jenderal Sudirman sampai diberi amanah sebagai kepala sekolah.

Semua bermula setelah sang jenderal lulus dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs alias MULO pada 1934. Dari sana, Sudirman melanjutkan pendidikan ke Hollandsche Indische Kweekschool Muhammadiyah di Solo, tetapi sempat terhenti.

Perkembangan selanjutnya, Sudirman yang bertemu Mohammad Kholil, seorang tokoh Muhammadiyah, diangkat menjadi guru sekolah dasar HIS Muhammadiyah Cilacap. Kendati gajinya kecil, Sudirman tidak ambil pusing dan mengajar sepenuh hati.

Ketika mengajar, Sudirman kerap memberi bumbu candaan maupun pesan agama. Alhasil, murid-muridnya betah diajar. Dedikasinya yang tinggi membuat Sudirman diangkat menjadi kepala sekolah. Tugas-tugas administratif dan pelbagai permasalahan sekolah pun jadi urusannya.

Jenderal Sudirman wafat pada 29 Januari 1950. Jasadnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Jogja. Oleh pemerintah, sosok jenderal satu ini diberi anugerah Pahlawan Nasional lewat Keppres Nomor 314 Tahun 1964.

Nah, itulah 6 sosok guru yang mendapat gelar Pahlawan Nasional. Semoga bisa menambah pengetahuan detikers, ya!




(anm/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads