Dewasa ini, bajingan dipahami banyak orang sebagai umpatan khas Jawa. Tahukah kamu bahwa kata ini dulunya merujuk kepada profesi tradisional di Jogja dan wilayah Jawa Tengah umumnya?
Dikutip dari buku Koruptor Bajingan Tolol: Paradigma Baru Strategi Pemberantasan Korupsi di Indonesia oleh Assoc Prof Dr Abubakar Iskandar MSi, kata bajingan diperkirakan muncul di Jawa Tengah, pada masa sebelum Sultan Agung berkuasa.
Kata tersebut berarti sopir atau pengemudi gerobak sapi. Pada masa itu, memang gerobak sapi merupakan alat pengangkut tradisional yang berperan penting bagi kehidupan petani. Dengan gerobak ini, para petani dapat mengangkut beban lebih banyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukan hanya masalah daya angkut, kehadiran bajingan memberikan opsi transportasi material bagi kalangan pribumi. Pasalnya, mereka tidak berkesempatan menggunakan transportasi mewah seperti pemerintah kolonial.
Lantas, kenapa disebut bajingan? Berikut serba-serbi bajingan, sopir gerobak sapi yang legendaris.
Poin Utamanya:
- Bajingan adalah sopir gerobak sapi yang bertugas mengangkut hasil panen sekaligus melindunginya dari penjarah.
- Kata bajingan konon berasal dari tokoh pencetus gerobak sapi, yakni Mbah Jingan.
- Bajingan bisa dimaknai sebagai 'bagusing jiwo angen-angening pangeran' yang berarti berjiwa mulia di hadapan Tuhan.
Kenapa Sopir Gerobak Sapi Disebut Bajingan?
Berdasar keterangan dari buku Mengulas yang Terbatas, Menafsir yang Silam tulisan Mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma angkatan 2015, bajingan berakar dari nama seorang tokoh pencetus gerobak sapi, yakni Mbah Jingan.
Aipda Latif Munir, pendiri Paguyuban Gerobak Sapi Langgeng Sehati Bantul menyebut kemunculan kata bajingan berawal dari pertanyaan. Lama-kelamaan, dari Mbah Jingan, sebutannya berubah menjadi Ba Jingan.
"Bajingan itu asalnya cuma sepele, Mas. Cuma biar gampang saja disebut. Awalnya orang-orang nyebut Mbah Jingane endi? Lama-kelamaan terdengar samar-samar menjadi Ba Jingane endi? Lah kata terakhir inilah yang kemudian berkembang sampai sekarang," jelas Munir.
Makna Filosofi Bajingan
Tak hanya soalan sejarah, istilah bajingan juga sarat makna spiritual. Dito Ardhi Firmansyah dalam tulisan ilmiah bertajuk Konstruksi Mana Kata Bajingan (Studi Etnografi Perubahan Makna Kata Bajingan dalam Komunitas Kusir Gerobak Sapi di Bantul Yogyakarta) menerangkan makna filosofinya.
Ia mewawancarai dua orang dari Komunitas Kusir Gerobak Sapi Guyub Rukun Bantul, Jogja. Dari wawancara itu, diketahui bahwa bajingan dimaknai sebagai 'bagusing jiwo angen-angening pangeran'. Pemaknaan yang konon diberikan oleh Sunan Bonang itu berarti berjiwa mulia di hadapan Tuhan.
"Ya benar itu cerita-cerita dahulu tapi benar atau tidak, belum tahu. Kata Bajingan itu memang kita pernah dengar dari Kanjeng Sunan Bonang kata Bajingan ini maknanya bagusing jiwo angen-angening pangeran," ujar Wage, bendahara dan sesepuh Komunitas Kusir Gerobak Sapi Guyub Rukun Bantul.
Sosok yang berprofesi sebagai bajingan sendiri identik dengan perangai kasar, kuat, dan pemberani. Karakter-karakter tersebut harus dimiliki agar mampu menjaga hasil panen dari tindak kriminalitas.
"Bajingan itu maknanya adalah sopir gerobak sapi untuk pengamanan membawa hasil panen dari sawah ke rumah yang penggambarannya adalah orangnya kuat, kasar, dan mampu menghadapi begal. Jadi bajingan itu maknanya orang yang berani melawan begal yang berani mengamankannya sopir gerobak jadi harus orang yang kuat dan kasar," jelas Wage.
Pergeseran Makna Bajingan, dari Profesi Mulia menjadi Umpatan
Sebagaimana telah disebut sekilas di atas, bajingan kini lebih dikenal dengan konotasi negatifnya alih-alih profesi mulia. Kamus Bahasa Jawa-Indonesia (KBJI) mendefinisikannya sebagai penjahat, pencopet, atau sifat kurang ajar.
Laman Senarai Istilah Budaya Jawa Kemendikbud Balai Bahasa Provinsi Jateng memberikan 3 arti. Pertama, panganan dari potongan singkong yang dimasak dengan berbagai bahan. Kedua, pengendali gerobak sapi. Ketiga, kata seru sebagai umpatan kejengkelan atau kemarahan.
National Geographic menyebut pergeseran makna bajingan sudah terjadi sejak abad ke-19. Salah satu buktinya, dalam novel Max Havelaar terbitan 1860 tulisan Douwes Dekker alias Multatuli, tertulis:
"Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan, bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku..."
Perubahan makna ini dipicu keluhan terhadap bajingan yang kerap dianggap lambat dalam bekerja. Ungkapan semacam 'Bajingan kok suwe tekone' (bajingan kok lama datangnya) membuat makna asli bajingan berubah.
Di samping itu karakter seorang bajingan yang mesti sedemikian rupa agar ditakuti begal juga memegang peranan.
"Latar belakang pergeseran makna kata bajingan itu menurut saya karena cara pengucapannya saja yang diucapkan secara keras dan penuh emosi. Dan biasanya kata bajingan ini diucapkan karena sebagai suatu simbol makna kalau sopir gerobak sapi itu adalah orang yang kasar, menakutkan, dan tidak beradab maknanya itu penyebutannya adalah kata bajingan itu, padahal mereka menjadi kasar dan tidak beradab supaya tidak dijarah oleh begal waktu zaman dahulu dan bisa menafkahi keluarganya," terang Yudhi, sekretaris Komunitas Kusir Gerobak Sapi Guyub Rukun Bantul.
Akhir kata, biarpun konotasinya negatif, dalam lembaran sejarah, bajingan akan selalu tercatat sebagai profesi mulia. Semoga bisa menambah wawasan detikers, ya!
(par/par)












































Komentar Terbanyak
Namanya Terseret di Sidang Ayahnya, Ini Kata Anak Eks Bupati Sleman Sri Purnomo
Jogja Diprediksi Ramai Wisatawan Saat Nataru, GKR Bendara Minta Akamsi Sabar
Istri dan Anak Eks Bupati Sleman Sri Purnomo Terseret Kasus Dana Hibah Rp 10 M