Sultan HB X di Mata Mahfud dan Basuki

Round-Up

Sultan HB X di Mata Mahfud dan Basuki

Tim detikJogja - detikJogja
Senin, 27 Okt 2025 07:00 WIB
Forum Sambung Rasa Kebangsaan Untuk Indonesia Damai di Sasono Hinggil, Alun-alun Selatan Keraton Jogja, Minggu (26/10/2025).
Forum Sambung Rasa Kebangsaan Untuk Indonesia Damai di Sasono Hinggil, Alun-alun Selatan Keraton Jogja, Minggu (26/10/2025). Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Jogja -

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD dan mantan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono berbagi cerita tentang sosok Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X dalam acara Dialog Kebangsaan Untuk Indonesia Damai, kemarin.

Acara yang diselenggarakan Forum Sambung Rasa Kebangsaan itu digelar di Sasono Hinggil, Alun-alun Selatan Keraton Jogja, Minggu (26/10). Sultan HB X menjadi pembicara utama di acara yang dihadiri kalangan birokrat, akademis, seniman dan budayawan itu.

Acara ini memberi kesempatan bagi tamu undangan untuk menanyakan apa saja kepada Sultan HB X. Dalam kesempatan yang sama, Mahfud MD dan Basuki Hadimuljono mengungkapkan testimoni masing-masing tentang sosok Sultan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita Mahfud Jadi Penasihat

Mahfud MD menceritakan awal mula ia ditunjuk Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menjadi anggota Parampara Praja atau Dewan Penasihat Keraton Jogja. Mahfud mengaku kaget karena dirinya dari Madura.

Mahfud yang kini menjabat sebagai Ketua Parampara Praja atau penasihat Sultan untuk urusan Keistimewaan DIY itu menceritakan awal mula ia bisa menduduki posisi tersebut.

ADVERTISEMENT

"Satu yang menakjubkan bagi saya, suatu saat Ngarsa Dalem minta ketemu saya, saya ditelpon sekretaris beliau, saya bilang ya saya mau datang, (dijawab) 'nggak, Ngarsa Dalem yang mau ketemu'," ungkapnya di Sasono Hinggil, Minggu (26/10/2025).

"Saya datang ke kampus lalu Ngarsa Dalem datang, (saya sampaikan) Ngarsa Dalem mestinya saya yang kesana, saya menghadap, (dijawab Sultan) oh nggak wong saya kok yang perlu," sambung Mahfud.

Parampara Praja adalah lembaga non-struktural di Pemerintah daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang bertugas memberikan pertimbangan, saran, dan pendapat kepada Gubernur untuk urusan Keistimewaan DIY.

Mahfud mengaku sempat sangsi dengan tawaran Sultan itu. Namun jawaban Sultan membuatnya yakin bahkan merasa takjub.

"Itu ceritanya saya oleh beliau diminta menjadi anggota Parampara Praja, itu semacam dewan penasihat, teman diskusi Ngarsa dalem sesuai dengan Undang-undang keistimewaan Jogja," ungkap Mahfud.

"Di situ saya kaget, ini kan Keraton Jogja masa dewan penasihatnya orang Madura. Di situ saya takjub (dengan jawaban Sultan), karena ini keindonesiaan yang ditunjukkan Ngarsa Dalem kepada kita," pungkasnya.

Basuki Takluk Tentukan Rute Tol

Basuki Hadimuljono kemudian mengungkap cerita di balik pembangunan jalan tol di Jogja yang mulai dikerjakan saat dirinya masih menjabat Menteri PUPR. Ia awalnya mengaku 'harus menaklukkan' Gubernur DIY Sri HB X. Tapi, justru dia yang akhirnya takluk.

"Pemimpin harus tahu, harus sayang pada rakyatnya, its a must. Pemimpin harus tidak tahan lihat penderitaan rakyatnya, inilah Ngarsa Dalem," ucap Basuki di Sasono Hinggil, Minggu (26/10/2025).

Basuki lalu menceritakan kisah saat hendak mengerjakan pembangunan jalan tol di Jogja pada 2022 silam, tepatnya saat hendak memilih rute jalan tol.

"Contohnya pada saat kami menentukan rute jalan tol Solo-Jogja, Bawen-Jogja, itu tidak mudah. Karena saya harus menaklukkan Ngarsa Dalem," kata Basuki.

"Beliau sangat menentukan, sangat memperhatikan nasib rakyatnya yang dilewati oleh jalan tol, tapi akhirnya saya yang takluk," sambungnya diiringi tawa hadirin.

Menurut Basuki, saat menentukan rute tol, Sultan sangat meminimalisir adanya pembebasan lahan. Untuk itu, cara yang dipilih yakni membuat jalan tol layang atau elevated toll road.

"Misalnya dalam pembebasan lahan, Jogja sangat terbatas lahannya, kalau harus selalu dibebaskan akan mengurangi tanah. Jadi kita lewatkan dari land elevated sehingga meminimalkan pembebasan lahan walaupun harganya agak mahal," ungkap dia.

"Walaupun agak tertunda tapi akhirnya rute itulah yang paling bijaksana yang harus kita tempuh, dalam arti melindungi rakyat Jogja," pungkas Basuki.

Sultan tentang Dinamisnya Budaya

Dalam forum itu, Sultan HB X juga bicara panjang lebar soal 'budaya' untuk merespons seniman Butet Kartaredjasa yang menyoroti soal etika pejabat masa kini.

"Yang tidak biasa hari ini menjadi seakan-akan biasa dan dibenarkan," kata Butet di Forum Sambung Rasa Kebangsaan Untuk Indonesia Damai, Minggu (26/10/2025).

Menanggapi itu, Sultan mengatakan etika adalah salah satu produk budaya tak benda. Dan budaya, menurutnya, bersifat dinamis atau bisa berubah-ubah sesuai zaman, termasuk etika.

"Budaya itu tidak tetap, tapi dinamis, menurut tantangan zamannya. Karena kehidupan ini juga lir gumanti, dalam arti kita hidup, besar, tua, mati, ganti generasi. Kepemimpinannya pun juga akan berganti. Produk budaya itu pasti mau tidak mau sesuai dengan tatanan zamannya," kata Sultan.

Sultan mengatakan soal etika dan perilaku antara generasi sekarang dengan anak cucu kelak pasti berbeda karena zamannya berbeda. Jika melihat anak-anak muda yang memimpin saat ini dianggap tidak beretika, menurut Sultan, itu merupakan hasil tafsiran sebagai orang tua.

"Jadi ketika anak saya, cucu saya melakukan sesuatu yang tidak nyaman, mungkin bagi dia ya tetep beretika. Karena bagi anak muda itu tidak dipersoalkan, yang mempersoalkan kita yang sudah tua," ucapnya.

"Kita harus menafsirkan kembali lagi kata harmoni. Dulu harmoni itu sekumpulan orang begini harus sama pola pikirnya, ada satu yang berbeda dikatakan ekstrim, tidak boleh," sambung Sultan.




(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads