Dirlantas Polda DIY, Kombes Yuswanto Ardi menjelaskan pihaknya tak bisa menindak Maxride karena masalah izin operasional. Namun, pihaknya akan mendukung jika Dishub DIY mengeluarkan regulasi soal penertiban.
"Kalau memang akan dilakukan penindakan tentunya dilakukan bersama, memang kegiatan ini harus dilakukan bersama. Kami jelas akan mendukung jika nanti di Dishub akan melakukan razia," ungkap Ardi kepada detikJogja, Kamis (2/10/2025) malam.
Ardi menjelaskan pengaturan izin operasional merupakan kewenangan pemerintah daerah. Polisi, hanya bisa menindak pengguna kendaraan terkait kelengkapan dan keabsahan register kendaraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengenai entitasnya Maxride sebagai badan usaha yang menyelenggarakan layanan jasa transportasi itu, dari pemerintah daerah yang bisa memberikan deskripsi seperti itu," katanya.
"Kalau dia memenuhi persyaratan untuk dapat diregister dan diterbitkan STNK maka dalam ranah kepolisian itu sudah dapat dioperasionalkan di jalan. Perkara nanti penggunaannya untuk umum, berarti dia menarik tarif dan sebagainya itu sudah masuk ranahnya Dishub," sambung Ardi.
Ardi bilang seyogyanya jika kendaraan dibeli oleh perseorangan maka dikategorikan sebagai transportasi pribadi. Sebaliknya, ketika kendaraan dibeli badan usaha yang menyelenggarakan jasa transportasi, maka menjadi transportasi umum.
Namun sejak adanya transportasi umum online berbasis kemitraan hal itu menjadi rancu. Dalam kasus Maxride, dijelaskan Ardi, Bajaj sebagai penyedia kendaraan pada aplikator tersebut, tidak membatasi penjualan hanya kepada badan usaha penyedia layanan transportasi.
"Kecuali dari awal izin importnya sudah dikunci bahwa ini diimport atau dijual hanya untuk transportasi publik. Ini pasti nanti daftar di polisi pasti plat kuning," terang Ardi.
"Contoh tukang servis AC, dia kan selalu bawa peralatan, kalau pakai motor kan repot. Nah dia beli Bajaj untuk mengangkut perkakasnya. Kalau demikian apakah Bajaj itu dianggap sebagai public transport? Kan tidak, karena penggunaanya pribadi," imbuhnya.
Ardi pun menyinggung aplikator penyedia layanan transportasi umum online lainnya yang menggunakan kendaraan pribadi untuk transportasi publik.
"Misal beli Avanza platnya kan putih hitam, terus ngunduh aplikasi (transportasi online), terus daftar, nah itu gimana? Kan platnya putih hitam juga. Nah problemnya di situ. Beli motor NMax, dari pada tenguk-tenguk daftar aplikasi lah, ini plat putih hitam tapi menarik tarif, nah," terangnya.
Masalah-masalah tersebut menurut Ardi harus didiskusikan kembali antara pemerintah dan kepolisian. Pasalnya, pembuat regulasi angkutan publik adalah ranah pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub).
Dengan begitu, terkait polemik izin operasional Maxride yang tengah terjadi, dapat diselesaikan jika regulasi sudah jelas.
"Dalam area ini yang kita butuh suatu diskusi, karena dalam jenis kendaraan lain problem ini juga muncul. Memang pemerintah daerah punya kewenangan itu untuk melakukan standarisasi," pungkas Ardi.
Sebelumnya, Dishub DIY menyebut Maxride hingga kini belum melengkapi izin beroperasi. Berkoordinasi dengan Dishub Kota Jogja, Dishub DIY pun menyiapkan langkah ini untuk menyikapi masalah Maxride ini.
"Kalau kita sudah sejak awal sudah diingatkan, tapi belum diindahkan. Ya, semestinya kalau belum ada perizinan harus dilakukan penertiban," jelas Kepala Dinas Perhubungan DIY, Chrestina Erni Widyastuti saat dihubungi, Selasa (30/9).
(afn/afn)
Komentar Terbanyak
Aktivis Jogja Muhammad Fakhrurrazi alias Paul Ditangkap Polda Jatim
Istri Diplomat Arya Daru Muncul ke Publik, Serukan Ini ke Presiden dan Kapolri
Sentil MBG, Sultan HB X Cerita Pengalaman Dapur Umum Erupsi Merapi