Apa Itu Whistleblower? Ini Pengertian, Tujuan, Peran, Hak, dan Risikonya

Apa Itu Whistleblower? Ini Pengertian, Tujuan, Peran, Hak, dan Risikonya

Anindya Milagsita - detikJogja
Kamis, 10 Jul 2025 15:19 WIB
Seorang pria sedang berbisik kepada teman perempuannya.
Ilustrasi whistleblower. (Foto: Thinkstock)
Jogja -

Istilah whistleblower mungkin masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat. Namun, siapa sangka kalau ternyata whistleblower justru berperan sangat penting dalam mengungkap adanya dugaan pelanggaran hukum terdapat di dalam sebuah organisasi atau instansi. Lantas, apa sebenarnya whistleblower itu?

Cambridge Dictionary mendefinisikan whistleblower sebagai seseorang yang memberitahu pihak berwenang tentang sesuatu yang ilegal sedang terjadi. Biasanya kondisi tersebut berkaitan erat dengan bidang bisnis maupun pemerintahan.

Sementara itu, whistleblower juga dijelaskan dalam Oxford Learner's Dictionaries yaitu memiliki arti sebagai seseorang yang memberi tahu orang berwenang atau publik terkait perusahaan tempat mereka bekerja melakukan sesuatu yang salah atau ilegal. Inilah yang membuat whistleblower juga sering kali disebut sebagai 'orang dalam' karena memiliki informasi penting yang terdapat di dalam tempat mereka bekerja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun begitu, whistleblower ternyata bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia. Bahkan terdapat sebuah sistem yang disebut sebagai whistleblowing system yang menyediakan wadah bagi para whistleblower agar mengambil tindakan tertentu.

Nah, bagi detikers yang dibuat penasaran dengan adanya whistleblower, artikel ini akan merangkum penjelasannya secara lengkap. Simak baik-baik ulasannya berikut ini.

ADVERTISEMENT

Pengertian Whistleblower

Kalau sebelumnya sudah diuraikan pengertian whistleblower secara umum, mari memahaminya secara lebih mendalam. Dikutip dari buku 'Whistleblowing: Wujudkan Tata Kelola Perusahaan Lebih Baik' karya Dr Dewi Indriasih, SE, MM, whistleblower adalah seorang pelapor tentang adanya pelanggaran.

Biasanya whistleblower bisa berasal dari pegawai atau karyawan dari perusahaan terkait. Namun, tidak jarang juga whistleblower juga asalnya dari pihak luar. Biasanya seorang whistleblower akan melaporkan adanya tindakan pelanggan karena memiliki bukti berupa informasi maupun indikator nyata lainnya seputar hal-hal salah yang diadukan.

Dengan begitu, diharapkan tindakan yang salah tersebut segera bisa dicari dan digali secara lebih mendalam berawal dari bukti yang diberikan oleh whistleblower. Biasanya setiap perusahaan, lembaga, organisasi, maupun instansi telah menyediakan sistem pelaporan tersendiri yang telah diatur sesuai kebijakan masing-masing.

Lebih lanjut, Suhardi, dkk., dalam bukunya 'Manajemen Risiko Fraud' turut menjelaskan tentang pengertian whistleblower. Disampaikan whistleblower adalah seseorang yang bekerja di suatu perusahaan maupun instansi pemerintah yang akan mengungkapkan informasi kepada publik atau pejabat yang lebih tinggi. Informasi tersebut berisikan suatu tindak kecurangan atau kesalahan.

Baik itu adanya tindak penipuan, korupsi, penyelewengan, maupun tindakan yang merugikan lainnya. Istilah whistleblower juga dapat dimaknai sebagai setiap orang, yang mengungkap adanya ketidakjujuran atau kegiatan ilegal yang terjadi di dalam perusahaan, organisasi, lembaga, atau instansi tempat mereka bekerja. Inilah mengapa istilah whistleblower disebut juga sebagai 'orang dalam' karena merekalah yang memiliki informasi tentang tindakan tersebut.

Peran Whistleblower

Lantas, apa peran whistleblower? Sebagai orang yang memiliki informasi penting, keberadaan whistleblower ternyata juga tak kalah penting. Dikutip dari publikasi bertajuk 'Whistleblowing System' yang diterbitkan dalam Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), peran whistleblower sangat penting karena mampu mengungkapkan adanya tindak kejahatan, sehingga menjadikannya semakin terang atau terungkap.

Sementara itu, Dr H Panggabean, SH, MS dalam bukunya 'Pemulihan Aset Tindak Pidana Korupsi Teori-Praktik dan Yurisprudensi di Indonesia', menjelaskan peran whistleblower dalam beberapa peraturan cukup diakui. Salah satunya dalam sistem peradilan pidana dapat membantu dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Meskipun begitu, peran whistleblower tidak melulu dapat masuk dalam lingkup sistem peradilan pidana. Sebaliknya, whistleblower baru dapat dimasukkan dalam sistem peradilan pidana apabila ditetapkan sebagai saksi. Bukan hanya sekadar pelapor atau informan saja. Inilah yang membuat whistleblower biasanya perlu mendapatkan perlindungan, sehingga muncul adanya whistleblowing system yang banyak diterapkan di aspek-aspek tertentu.

Tujuan Whistleblowing System

Apa itu whistleblowing system? Berbeda dengan whistleblower yang dapat dipahami sebagai 'orang dalam' yang memiliki informasi penting terhadap adanya tindakan yang tidak dibenarkan, whistleblowing system justru berkaitan dengan mekanisme pengaduan. Umumnya, whistleblowing system diterapkan pada perusahaan, lembaga, instansi, atau organisasi tertentu yang dapat memberikan wadah bagi para whistleblower untuk menyampaikan aduan mereka.

Masih dikutip dari buku 'Manajemen Risiko Fraud', whistleblowing system adalah sebuah sistem yang digunakan sebagai media bagi pelapor untuk menyampaikan informasi temuan atau indikasi adanya pelanggaran yang terjadi di dalam lingkup kerjanya. Baik itu berkaitan dengan penyelewengan, penipuan, kecurangan, diskriminasi, atau penyimpangan lain.

Dengan adanya whistleblowing system, prinsip keadilan dalam hubungan antara organisasi dan juga stakeholders tetap bisa berjalan secara berkesinambungan. Setidaknya ada dua jenis whistleblowing system yang banyak diterapkan, yaitu whistleblowing internal dan whistleblowing eksternal.

Pada whistleblowing internal para whistleblower yang bekerja di lingkungan yang sama dapat melaporkan saat mengetahui adanya kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lainnya. Mereka dapat melaporkan kecurangan tersebut kepada atasan atau pihak yang memiliki kekuasaan lebih tinggi.

Kemudian ada juga whistleblowing eksternal yang menyediakan wadah bagi para whistleblower untuk melapor atau mengungkap kecurangan dengan cara membocorkan informasi kepada publik maupun masyarakat. Biasanya sistem ini memungkinkan whistleblower melaporkan pelanggaran kepada lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat atau LSM, kepolisian, hingga hotline publik yang disediakan khusus untuk menjadi wadah bagi menampung aduan.

Meskipun begitu, terdapat mekanisme berbeda antara organisasi yang satu dengan yang lainnya. Namun demikian, secara umum dengan adanya whistleblowing system seorang whistleblower dapat memberikan informasi identitas dirinya maupun secara anonim tanpa memberikan identitasnya sekaligus temuan yang akan diadukan lengkap dengan bukti yang akurat.

Sementara itu, di dalam buku 'Whistleblowing Systems' oleh Ridwan Sanjaya, dkk., pengertian whistleblowing system adalah sistem yang dirancang khusus untuk memfasilitasi whistleblower atau pelapor yang akan menyampaikan pelanggaran atau penyalahgunaan yang terjadi di sebuah organisasi. Sistem ini dianggap sebagai cara yang aman bagi individu untuk melaporkan tindakan yang tidak etis atau melanggar hukum.

Dengan adanya whistleblowing system, setiap individu dapat menciptakan adanya transparansi dan akuntabilitas di berbagai sektor. Bahkan jalur whistleblowing system juga beragam. Ada yang dilaporkan secara langsung, melalui platform digital, mengirimkan surat tertulis, hingga menghubungi hotline khusus.

Risiko Menjadi Whistleblower

Meskipun sering kali disebut sebagai jalur atau cara yang aman dalam mengadukan tindakan tidak etis atau tidak benar yang ditemukan, ternyata ada risiko yang mengintai bagi para whistleblower ini. Masih mengacu pada publikasi 'Whistleblowing System', tidak sedikit risiko yang harus dihadapi saat adanya whistleblower yang mengungkap tindak pelanggaran dalam lingkup kerjanya.

Terkadang alih-alih disebut sebagai pahlawan, whistleblower justru dianggap sebagai sosok yang tidak loyal atau bahkan dianggap berkhianat. Inilah mengapa mereka malah dikucilkan atau dimusuhi oleh rekan-rekan di lingkungan kerjanya.

Tidak hanya itu saja, whistleblower juga memiliki risiko dibungkam dengan berusaha disingkirkan. Baik itu dengan cara dimutasi, demosi, hingga dihilangkan pekerjaannya. Bahkan whistleblower juga bisa mendapatkan ancaman dari pihak tertentu.

Lebih lanjut, menurut 'Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime' karya Dr Lilik Mulyadi, SH, MH, menjadi whistleblower bisa juga memberikan tantangan tersendiri bagi setiap individu yang melakukannya. Saat memberikan kesaksian atau pelaporan atas dugaan tindakan ilegal tertentu, ada kemungkinan pihak-pihak merasa dirugikan.

Untuk itu, pihak tersebut bisa jadi akan memberikan perlawanan agar mencegah whistleblower melanjutkan laporannya. Bahkan pihak yang merasa dirugikan bisa saja melakukan ancaman hingga tindakan tertentu agar whistleblower mencabut laporannya.

Hak Bagi Whistleblower

Mengingat adanya risiko yang bisa saja dialami oleh whistleblower, terdapat peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah untuk melindungi hak-hak para whistleblower. Namun demikian, dalam hal ini hanya diperuntukkan secara khusus bagi saksi atau pelapor yang nantinya akan memberikan keterangan penting dalam proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga pemeriksaan sidang di pengadilan.

Aturan yang dimaksud tertuang di dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Ada sejumlah hak terkait perlindungan dan keamanan yang diberikan kepada saksi yang tertuang di dalam Pasal 5 ayat (1). Melalui ayat dalam pasal tersebut tertuang:

"(1) Saksi dan Korban berhak:
a. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
c. memberikan keterangan tanpa tekanan;
d. mendapat penerjemah;
e. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
g. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
h. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
i. dirahasiakan identitasnya; mendapat identitas baru;
k. mendapat tempat kediaman sementara;
l. mendapat tempat kediaman baru;
m. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
n. mendapat nasihat hukum;
o. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; dan/atau
p. mendapat pendampingan."

Hak tersebut diberikan saat individu menjadi saksi atas tindak pidana dalam kasus tertentu yang didasarkan pada keputusan LPSK. Sementara itu, pelapor juga akan mendapatkan hak yang sama dengan kriteria tertentu. Hal ini diatur dalam pasal yang sama ayat (3) yang menyatakan:

"Selain kepada Saksi dan/atau Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidana meskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjang keterangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana."

Demikian tadi sekilas penjelasan mengenai whistleblower yang keberadaannya dianggap penting tapi penuh dengan risiko. Semoga informasi tadi menambah wawasan baru bagi detikers, ya.




(sto/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads