Kurban merupakan salah satu ibadah yang sangat dihormati dalam Islam, yang memiliki makna mendalam baik dari sisi spiritual maupun sosial. Salah satu hal yang menarik untuk dibahas adalah ayat Al-Quran yang berisi perintah berkurban, yang menjadi landasan syari bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah ini.
Dikutip dari buku Fikih Kurban tulisan Al-Ustadz Hari Ahadi, kurban atau yang disebut dengan udh-hiyyah dalam istilah syariah adalah penyembelihan hewan ternak seperti unta, sapi, kambing, dan domba, yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah kurban ini dilaksanakan pada hari Idul Adha dan hari-hari tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Tujuan utama dari kurban adalah sebagai bentuk pengorbanan dan ketaatan kepada Allah, serta untuk berbagi dengan orang yang membutuhkan.
Dirangkum dari laman resmi Muhammadiyah dan NU Online, terdapat setidaknya 10 ayat yang menjelaskan tentang perintah berkurban. Beberapa ayat tersebut berurutan di dalam satu surat. Mari kita simak ayat dan tafsirnya yang dihimpun dari Quran Kemenag berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayat Al-Quran yang Berisi Perintah Berkurban
1. Al-Kautsar Ayat 2
Ayat pertama yang berisi perintah berkurban adalah Al-Kautsar ayat 2. Berikut ini bunyi ayat tersebut.
- فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
Faṣalli lirabbika wanḥar.
Maka, laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!
Ayat ini mengandung perintah langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad untuk mendirikan sholat dan melaksanakan penyembelihan hewan kurban semata-mata karena Allah, sebagai bentuk syukur atas nikmat yang diberikan.
Menurut tafsir ringkas Kemenag, sholat yang dilakukan haruslah ikhlas, bukan karena ingin dipuji (ria), dan penyembelihan kurban menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Sementara dalam tafsir tahlili, dijelaskan bahwa perintah ini adalah wujud pengakuan atas semua karunia dan pendidikan dari Allah kepada Nabi Muhammad.
Sebagai penguat, dikutip pula ayat lain dari Surah Al-An'ām ayat 162-163, yang menegaskan bahwa seluruh aspek hidup seorang muslim, termasuk sholat, ibadah, hidup, dan mati, harus diniatkan hanya untuk Allah, tanpa menyekutukan-Nya.
2. Al-An'am Ayat 162-163
Berikut ini adalah dua ayat dari surat Al-An'am yang menjelaskan mengenai perintah untuk berkurban, meski tidak secara tersurat.
- 162. قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Qul inna ṣalātī wa nusukī wa maḥyāya wa mamātī lillāhi rabbil-'ālamīn(a).
Katakanlah (Nabi Muhammad), "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. - 163. لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
Lā syarīka lah(ū), wa biżālika umirtu wa ana awwalul-muslimīn(a).
Tidak ada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadaku. Aku adalah orang yang pertama dalam kelompok orang muslim."
Ayat 162 dan 163 dari Surah Al-An'am menjelaskan prinsip dasar ibadah dalam Islam, yaitu bahwa segala bentuk ibadah, termasuk sholat dan penyembelihan (nusuk), harus ditujukan hanya kepada Allah semata. Nabi Muhammad diperintahkan untuk menegaskan bahwa seluruh aspek hidup dan matinya adalah karena Allah, tanpa menyekutukan-Nya. Ini mencerminkan totalitas pengabdian seorang muslim yang harus ikhlas dan sepenuhnya tunduk pada kehendak Allah dalam setiap ibadah, termasuk ibadah kurban.
Perintah ini memiliki keterkaitan langsung dengan Surah Al-Kautsar ayat 2, yang juga memerintahkan Nabi Muhammad untuk sholat dan berkurban sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan. Dalam konteks ini, ibadah kurban dipandang bukan sekadar ritual tahunan, tetapi simbol kepatuhan dan keikhlasan total kepada Allah. Sama seperti yang diajarkan dalam Al-An'am, kurban menjadi salah satu bentuk nyata dari tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam ibadah.
Kedua ayat dari Surah Al-An'am juga menekankan bahwa tidak ada sekutu bagi Allah, dan Nabi adalah yang pertama dalam hal berserah diri kepada-Nya. Ini menjadi dasar spiritual yang kuat bagi pelaksanaan ibadah kurban sebagaimana disebut dalam Al-Kautsar: sebuah tindakan yang harus didasari keikhlasan, bukan karena tradisi atau kepentingan duniawi. Maka, kurban adalah manifestasi dari keyakinan seorang muslim bahwa seluruh hidupnya, termasuk pengorbanan harta dan jiwa, adalah demi Allah semata.
3. Al-Hajj Ayat 34-35
Berikut ini adalah ayat 34 hingga 35 dari surat ke 22 dalam Al-Quran, yaitu surat Al-Hajj.
- 34. وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
Wa likulli ummatin ja'alnā mansakal liyażkurusmallāhi 'alā mā razaqahum mim bahīmatil-an'ām(i), fa ilāhukum ilāhuw wāḥidun fa lahū aslimū, wa basysyiril-mukhbitīn(a).
Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserahdirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah). - 35. الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَالصّٰبِرِيْنَ عَلٰى مَآ اَصَابَهُمْ وَالْمُقِيْمِى الصَّلٰوةِۙ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
Allażīna iżā żukirallāhu wajilat qulūbuhum waṣ-ṣābirīna 'alā mā aṣābahum wal-muqīmiṣ-ṣalāh(ti), wa mimmā razaqnāhum yunfiqūn(a).
(Yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah, hati mereka bergetar, sabar atas apa yang menimpa mereka, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
Surah Al-Ḥajj ayat 34 menegaskan bahwa syariat kurban telah ditetapkan untuk setiap umat sejak zaman para nabi terdahulu. Kurban adalah bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan menyebut nama-Nya saat menyembelih hewan yang merupakan rezeki dari-Nya. Ayat ini juga menekankan pentingnya tauhid, bahwa Tuhan yang disembah hanyalah Allah Yang Maha Esa, dan umat diperintahkan untuk berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.
Ayat ini mengandung pelajaran bahwa ibadah, termasuk kurban, hanya sah bila dilakukan dengan menyebut nama Allah, bukan selain-Nya. Setelah Nabi Muhammad diutus, maka hanya Islamlah agama yang benar dan diterima oleh Allah. Rasulullah mencontohkan praktik kurban dengan menyebut nama Allah dan bertakbir saat menyembelih. Kurban pun menjadi salah satu syiar agama yang menunjukkan kepatuhan kepada Allah.
Ayat 35 melanjutkan dengan menyebut ciri-ciri orang yang benar-benar tunduk kepada Allah, yaitu hati mereka bergetar saat nama Allah disebut, mereka sabar atas cobaan, mendirikan sholat dengan baik, dan gemar berinfak. Mereka inilah yang layak menerima kabar gembira berupa surga. Ayat ini menekankan bahwa ibadah dan kurban harus dibarengi dengan keikhlasan, ketundukan hati, kesabaran, dan kepedulian sosial agar diterima oleh Allah.
4. Ash-Shaffat Ayat 103-107
Selanjutnya, ayat 103 hingga 107 dalam surat Ash-Shaffat menjelaskan tentang awal mula disyariatkannya kurban kepada umat Islam. Mari simak bacaannya terlebih dahulu.
- 103. فَلَمَّآ أَسْلَمَا وَتَلَّهُۥ لِلْجَبِينِ
Falammā aslamā wa tallahū lil-jabīn(i).
Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) meletakkan pelipis anaknya di atas gundukan (untuk melaksanakan perintah Allah), - 104. وَنَادَيْنَـٰهُ أَن يَـٰٓإِبْرَٰهِيمُ
Wa nādaināhu ay yā ibrāhīm(u).
Kami memanggil dia, "Wahai Ibrahim, - 105. قَدْ صَدَّقْتَ ٱلرُّءْيَآ ۚ إِنَّا كَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ
Qad ṣaddaqtar-ru'yā, innā każālika najzil-muḥsinīn(a).
Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. - 106. إِنَّ هَـٰذَا لَهُوَ ٱلْبَلَٰٓؤُا۟ ٱلْمُبِينُ
Inna hāżā lahuwal-balā'ul-mubīn(u).
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. - 107. وَفَدَيْنَـٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Wa fadaināhu biżibḥin 'aẓīm(in).
Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar.
Ayat 103 hingga 107 dari Surah Ash-Shaffat menggambarkan puncak ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail terhadap perintah Allah. Ketika keduanya telah berserah diri sepenuhnya, Nabi Ibrahim membaringkan Ismail dalam posisi telungkup agar tidak melihat wajah anaknya saat hendak menyembelihnya. Ini menunjukkan ketulusan dan kesiapan hati mereka dalam menerima takdir Allah, meskipun itu sangat berat dari sisi emosional sebagai ayah dan anak.
Saat Ibrahim mulai melaksanakan perintah tersebut, Allah memanggilnya dan menghentikan penyembelihan itu. Allah menyatakan bahwa Ibrahim telah membenarkan mimpi yang merupakan bentuk perintah Ilahi. Perbuatan itu membuktikan keimanan dan kepatuhan luar biasa kepada Allah, yang balasannya dijanjikan untuk orang-orang yang berbuat baik dan ikhlas dalam beramal.
Allah lalu menegaskan bahwa ujian ini adalah cobaan yang sangat jelas dan berat, tetapi juga menjadi sarana Allah menyaring siapa yang benar-benar taat kepada-Nya. Peristiwa ini bukan sekadar sejarah, tetapi juga simbol pengorbanan dan keikhlasan yang hingga kini diabadikan dalam syariat Islam melalui ibadah kurban.
Sebagai bentuk penghormatan dan ganjaran, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba besar untuk disembelih. Inilah yang menjadi asal mula disyariatkannya ibadah kurban dalam Islam, sebagai wujud ketakwaan dan pendekatan diri kepada Allah, serta sebagai bentuk solidaritas sosial karena daging kurban dibagikan kepada yang membutuhkan.
Hukum Berkurban dalam Islam
Berdasarkan penjelasan di dalam buku Fiqih Qurban & Aqiqah Menurut 4 Mazhab tulisan Isnan Ansory, para ulama memiliki pandangan yang berbeda mengenai hukum berkurban. Sebagian ulama menganggap kurban sebagai ibadah sunnah, sementara sebagian lainnya mewajibkan.
1. Sunnah Muakkadah
Mazhab Maliki, Syafi'i, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah yang sangat dianjurkan (muakkadah), khususnya bagi yang mampu. Artinya, ibadah ini tidak wajib, namun sangat dianjurkan untuk tidak ditinggalkan. Dalil-dalil yang mereka gunakan antara lain:
"Jika telah masuk sepuluh (Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikit pun." (HR Muslim)
Hadits ini menggunakan kata ingin (arada) yang menunjukkan bahwa ini adalah anjuran, bukan kewajiban. Oleh karena itu, berkurban dianggap sunnah muakkadah yang sangat dianjurkan, bukan wajib.
Selain itu, ada juga satu hadits lagi yang digunakan sebagai landasan, yaitu:
"Tiga perkara yang wajib atasku dan sunnah bagi kalian: witir, kurban, dan salat dhuha." (HR Ahmad dan Hakim)
Para ulama seperti Imam an-Nawawi, Ibnu Qudamah, dan Syaikh Shalih al-Aby al-Maliki juga menekankan bahwa meskipun hukumnya sunnah, tetapi makruh meninggalkannya bagi yang mampu.
2. Wajib
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa berkurban adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat tertentu. Mereka menganggap perintah dalam QS Al-Kautsar ayat 2 sebagai perintah yang wajib dilaksanakan. Salah satu dalil kuat yang mereka pegang adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
"Barang siapa yang memiliki kelapangan, namun tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat sholat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim)
Hadits ini menunjukkan adanya peringatan keras bagi seseorang yang mampu untuk berkurban namun memilih untuk tidak melaksanakannya. Hal ini dipahami sebagai indikasi bahwa meninggalkan kurban tanpa alasan yang sah dapat mendatangkan dosa.
Menurut Mazhab Hanafi, ada beberapa syarat wajib bagi seseorang yang hendak berkurban, yaitu: harus beragama Islam, merdeka (tidak menjadi budak), tidak dalam keadaan musafir (muqim), dan memiliki harta yang mencapai nishab zakat (kecukupan). Mereka berpendapat bahwa jika seseorang memenuhi syarat-syarat ini, maka ia wajib melaksanakan ibadah kurban.
Demikianlah tadi penjelasan lengkap mengenai ayat-ayat Al-Quran yang berisi perintah berkurban. Semoga bermanfaat!
(sto/rih)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan