7 Teks Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah Terbaru dengan Judul dan Doanya

7 Teks Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah Terbaru dengan Judul dan Doanya

Nur Umar Akashi - detikJogja
Kamis, 22 Mei 2025 17:50 WIB
Indonesian Muslims pray for the safety of the Palestinian people during a Friday prayer at Abu Bakar Ashshiddiq Mosque in Jakarta, Indonesia, Friday, Oct. 13, 2023. As violence and tensions increase in the Gaza Strip with Israeli airstrikes after an unprecedented Hamas attack, Islamic leaders in Indonesia, the worlds most populous Muslim-majority nation, appealed to all mosques across the country to pray for peace and safety for the Palestinian people. (AP Photo/Achmad Ibrahim)
Khutbah Jumat. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)
Jogja -

Tidak terasa, Zulkaidah 1446 H yang merupakan salah satu bulan haram dalam syariat Islam, akan segera berakhir. Total, masih ada 2 kali lagi Jumat yang bakal umat Islam jumpai sebelum bulan kesebelas ini resmi berakhir. Berikut ini sejumlah teks khutbahnya yang relevan.

Sebagaimana umat Islam tentu sudah familiar, sebelum dan sesudah khutbah, khatib akan membaca doa. Disadur dari laman resmi Masjid Raya Aljabbar, khutbah akan diawali dengan tahmid, syahadat, sholawat, wasiat takwa, dan pembacaan ayat Al-Qur'an.

Setelah doa tersebut usai dibacakan, khatib akan membawakan isi khutbah sampai selesai. Sebelum beranjak untuk berdiri menunaikan sholat, khatib akan mengakhiri khutbah dengan doa khusus. Ciri khas khatib saat membaca doa penutup khutbah adalah mengangkat satu jari telunjuk kanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebiasaan ini dilandaskan atas hadits:

عَنْ حُصَيْنِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ قَالَ كُنْتُ إِلَى جَنْبِ عِمَارَةَ بْنِ رُوَيْبَةَ وَبِشْرٌ يَخْطُبُنَا فَلَمَّا دَعَا رَفَعَ يَدَيْهِ فَقَالَ عِمَارَةُ يَعْنِي قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ أَوْ هَاتَيْنِ الْيُدِيَّتَيْنِ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَخْطُبُ إِذَا دَعَا يَقُولُ هَكَذَا وَرَفَعَ السَّبَّابَةَ وَحْدَهَا

ADVERTISEMENT

Artinya: "Dari Hushain Ibnu Abdurrahman as-Sulami berkata: 'Aku berada di samping Imarah Ibnu Ruwaibah, sementara Bisyr khutbah di depan kami. Maka tatkala ia berdoa, ia mengangkat kedua tangannya. Lalu Imarah berkata: semoga Allah menjelekkan kedua tangan ini atau kedua tangan kecil ini. Saya melihat Rasulullah SAW pada saat khutbah beliau berdoa begini, dan mengangkat satu jari telunjuk (yang kanan)'".(HR Muslim, Tirmidzi, Nasai, Ahmad, dan Darimi)

Seperti apa doanya? Tenang, bagi detikers yang membutuhkan, di bawah ini detikJogja telah himpunkan sejumlah teks khutbah Jumat akhir bulan Zulkaidah plus judul dan doanya. Simak satu per satu, yuk!

Kumpulan Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah #1: Bulan Zulkaidah Momentum Bertobat dan Meningkatkan Amal

(sumber: situs NU Jombang)

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah.
Mari kita bersyukur kepada Allah swt. Sampai saat ini kita diberikan nikmat sehat, nikmat sempat, dan nikmat kecondongan hati untuk selalu berupaya lebih dekat dengan Allah dengan terus meningkatkan ibadah kepada-Nya dan memperbanyak amal kebaikan dengan sesama.

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw, allahumma shalli 'ala Muhammad wa ala alih wa shahbih, yang telah sukses menjalankan visi misi dakwahnya dalam menyebarkan ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian dan kasih sayang dalam bingkai rahmatan lil 'alamin, beserta para sahabat, keluarga, dan semua pengikutnya yang senantiasa mengikuti seluruh jejak langkahnya.

Tak lupa, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk terus berusaha dan berupaya dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dengan karunia-Nya, dan selamat di akhirat dengan rahmat-Nya.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah.
Di bulan Zulkaidah ini, mari kita jadikan kesempatan berharga untuk bertobat kepada Allah swt. Bulan Zulkaidah adalah satu dari empat bulan yang sangat dimuliakan dan diagungkan dalam Islam (asyhurul hurum). Kesemuanya adalah bulan Zulkaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Di bulan-bulan itu, semua amal ibadah yang kita lakukan akan dilipatgandakan oleh Allah swt pahalanya.

Berkaitan dengan bulan ini, Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلاَ تَظْلِمُواْ فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

Artinya, "Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu," (QS At-Taubah [9]: 36).

Karenanya, mari kita tinggalkan segala kemaksiatan termasuk perbuatan zalim dengan benar-benar bertobat atau tobat nasuhah. Pada saat yang sama, kita hendaknya memanfaatkan bulan mulia ini dengan mengingatkan amal ibadah kepada Allah dan kepada sesama.

Imam al-Baghawi dalam kitab Ma'alimut Tanzil fi Tafsiril Qur'an, juz 4, halaman 44 mengatakan bahwa bulan haram (bulan mulia) menjadi ladang untuk memanen pahala dari Allah swt yang sangat banyak. Tiba saatnya bagi kita semua untuk meraih pahala-pahala tersebut dengan cara memperbanyak amal ibadah. Sebab, semua amal ibadah yang kita lakukan pada bulan ini akan dibalas dengan pahala yang sangat banyak.

Begitu juga dengan perbuatan zalim, saatnya kita semua meninggalkan semua perbuatan-perbuatan zalim yang biasa kita lakukan selama ini. Perbuatan yang tidak mencerminkan seorang Muslim sudah saatnya untuk kita hindari. Perbuatan maksiat dan kejelekan juga sudah saatnya kita jauhi, karena pada bulan Zulkaidah dan semua bulan haram ini, semua perbuatan maksiat dan perbuatan terlarang lainnya akan dilipatgandakan oleh Allah. Imam al-Baghawi mengatakan:

العَمَلُ الصَّالِحُ أَعْظَمُ أَجْرًا فِي الْأَشْهُرِ الْحُرُمِ، وَالظُّلْمُ فِيْهِنَّ أَعْظَمُ مِنَ الظُّلْمِ فِيْمَا سِوَاهُنَّ

Artinya, "Amal saleh lebih agung (besar) pahalanya di dalam bulan-bulan haram. Sedangkan zalim pada bulan tersebut (juga) lebih besar dari zalim di dalam bulan-bulan selainnya."

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah.
Perbuatan maksiat termasuk zalim pada dasarnya jelas dilarang dalam ajaran Islam. Kita semua dilarang oleh Allah untuk berbuat zalim di bulan apa pun, hanya saja melakukan perbuatan maksiat pada bulan Zulkaidah dan bulan haram lainnya sangat besar dosanya, dan Allah sangat membenci orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Artinya, "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim." (QS Asy-Syura [42]: 40)

Selain tidak disukai oleh Allah, perbuatan zalim juga akan menjadi kegelapan kelak di hari kiamat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw, yaitu:

اتَّقُوْا اللهَ، وَإِيَّاكُمْ وَالظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya, "Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat." (HR Abdullah bin Umar)

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah.
Mari kita tinggalkan semua kemaksiatan, dan segala bentuk perbuatan zalim, khususnya di bulan Zulkaidah ini. Sebaliknya, mari kita tingkatkan lagi ibadah-ibadah kepada Allah 'azza wa jall, dengan mengerjakan semua kewajiban, memperbanyak ibadah sunnah, serta konsisten dalam melakukan kebajikan terhadap sesama.

Dengan begitu, semoga semua ibadah yang kita lakukan bisa menjadi penyebab untuk meraih rida-Nya, serta bisa menjadi hamba yang bertakwa kepada-Nya, memiliki keimanan yang kuat, serta keyakinan yang tidak goyah kepada-Nya. Demikian khutbah Jumat ini. Semoga bisa membawa manfaat dan keberkahan bagi kita semua, dan digolongkan sebagai hamba yang istikamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Amin ya rabbal alamin.

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah #2: Tabayyun dalam Bermedia

(sumber: tulisan Ihsan Nursidik MAg dalam situs Suara Muhammadiyah)

Ma'ayiral Mu'minin Rahimakumullah
Dunia saat ini begitu riuh oleh bisingnya notifikasi media dalam berbagai bentuknya. Suaka sensasi dan belantara atensi diperlombakan sedemikian ramainya. Isu dan balada politik menjadi percakapan seksi sejagat media.

Respons-respons bermunculan, dari sekedar klik ibu jari sampai komentar sana-sini, semua ada. Desas-desus dan gosip jadi perbincangan yang tak pernah absen di lini masa. Berita viral memenuhi laman utama, tren di seluruh pencarian beranda.

Manusia kian terikat dengan intensi berita yang tiada henti menyita dan merampas perhatian. Kita mudah disibukkan oleh sesuatu yang picisan, sesuatu yang menyenangkan walau sesaat.

Media yang kita konsumsi sehari-hari menjadi kian piawai membawa dan menggiring manusia pada keinginannya yang semu. Tanpa peduli apakah kualitas informasi tersebut kredibel atau justru palsu.

Memang media informasi dapat menjadi sarana untuk menyebarluaskan dakwah, tetapi sekaligus dapat menjadi tempat menyebarluaskan fitnah. Realitas ini kian terang saat beberapa tahun terakhir, pembelahan massa terjadi disebabkan media saling mempertengkarkan suatu narasi dengan narasi lainnya.

Padahal Islam mengajarkan untuk senantiasa mengukur sebuah kadar informasi dalam level kritis. Istilah tabayun diperkenalkan Al-Qur'an dalam menerangkan ihwal tersebut. Sebuah perintah untuk senantiasa melakukan verifikasi dan konfirmasi terhadap segala bentuk informas, Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ

Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu. (QS. Hujurat: 6)

Dalam Al-Qur'an, terdapat term-term yang digunakan untuk menerangkan makna berita, antara lain lafal naba, khabar, hadits dan ifk lafal-lafal ini secara interpretatif dapat dikategorikan ke dalam hierarki tertentu.

Pertama, lafal naba menjelaskan berita atau informasi yang memiliki tingkat kebenaran yang tinggi. Sekurang-kurang, Alquran menandai suatu informasi menggunakan lafal nabā ini untuk menerangkan ihwal informasi yang penting serta dapat menghadirkan manfaat yang begitu besar.

Kedua, lafal khabar dan hadist. Kedua lafal ini sejatinya memiliki makna yang hampir sepadan. Yakni jenis berita atau informasi yang sifatnya umum. Tegasnya tidak memuat suatu urgensi atau kebenaran yang nilainya tinggi. Melainkan informasi netral, yang dimungkinkan memuat informasi yang benar atau salah.

Tak heran bila Sunnah Nabi kerap dinamai hadits atau khabar. Sebab kualitas informasi yang dikandungnya dapat bernilai shahih (benar) atau mahyur (terkenal).Tetapi tidak sedikit pula, informasi yang dhaif (lemah kualitasnya) bahkan maudhu' (dusta bahkan dibuat-buat).

Ketiga, lafal ifk yang berarti berita atau informasi bohong. Kata ifk, ini digunakan dalam Al-Qur'an untuk menerangkan perkataan orang-orang kafir, musyrik dan munafik dalam memberitakan Tuhan. Serta menyebarluaskan sesuatu berita yang mendatangkan fitnah.

Oleh karena itu, pentinglah bagi kita untuk bijak dalam menggunakan gawai kita saat berselancar dalam media. Sebab boleh jadi, setiap like, share, atau comment yang kita lakukan dapat menjadi warisan aman atau dosa jariah.

Nabi berpesan:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata (bermedsos) yang baik atau diam." (HR. Bukhari).

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah #3: Hikmah dan Landasan Ibadah Kurban

(sumber: situs resmi Muhammadiyah)

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah. Jalankan segala perintah-Nya. Jauhi larangan-Nya. Takwa adalah bekal terbaik. Ia menjaga kita di dunia. Juga di akhirat.

Shalawat serta salam marilah kita limpahkan kepada nabi kita, Rasulullah Muhammad Saw. Semoga kita termasuk umat pengikut jejaknya.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Salah satu wujud ketakwaan adalah ibadah kurban. Ini syiar Islam yang mulia. Penuh nilai keimanan. Mengajarkan ketaatan. Menumbuhkan semangat pengorbanan. Kurban bukan sekadar ritual. Ia mendekatkan kita kepada Allah. Juga mempererat tali persaudaraan.

Ibadah kurban punya landasan kokoh. Ada dalil historis. Ada pula dalil naqli. Dalil historis berasal dari syariat umat terdahulu. Dikuatkan oleh Al-Qur'an dan Hadis. Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail jadi contoh utama. Allah firmankan dalam Surah ash-Shaffat ayat 102:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى ۖ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ ۝

"Tatkala anak itu cukup umur, Ibrahim berkata: Anakku, aku bermimpi menyembelihmu. Apa pendapatmu? Ismail menjawab: Ayah, laksanakan perintah itu. Insya Allah, aku sabar..." [QS. ash-Shaffat: 102-107].

Kisah ini sarat hikmah. Nabi Ibrahim taat pada Allah. Ia siap korbankan putra tercinta. Nabi Ismail pasrah pada perintah-Nya. Ia rela serahkan nyawa. Ketaatan mereka luar biasa. Allah ganti Ismail dengan sembelihan besar. Ini cikal bakal ibadah kurban.

Rasulullah SAW tegaskan dalam hadis. Riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah, dari Zaid bin Arqam:

قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ؟ قَالَ: سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ ۖ قَالُوا: مَا لَنَا مِنْهَا؟ قَالَ: بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ

"Mereka bertanya: Wahai Rasulullah, apa itu kurban? Beliau jawab: Sunnah ayahmu Ibrahim. Mereka tanya: Apa pahalanya? Beliau jawab: Tiap bulu mendatangkan kebaikan."

Dengan adanya hadis di atas, dalil historis ini sah dan diterima karena mendapat konfirmasi dari Al-Qur'an dan Hadis.

Hadirin Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Dalil naqli juga sangat jelas. Al-Qur'an perintahkan kurban. Dalam Surah al-Kautsar ayat 2, Allah berfirman:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

"Salatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah." [QS. al-Kautsar: 2].

Ayat ini singkat tapi tegas. Salat dan kurban adalah syukur. Wujud ketaatan pada Allah. Dalam Surah al-Hajj ayat 34-35, Allah firmankan:

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۚ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

"Bagi setiap umat, Kami syariatkan kurban. Agar mereka ingat Allah atas rezeki hewan ternak..." [QS. al-Hajj: 34-35].

Ayat ini jelaskan tujuan kurban. Mengingat Allah. Menunjukkan ketundukan. Memperkuat iman. Dalam Surah al-Hajj ayat 36, Allah tambahkan:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ

"Kami jadikan unta-unta itu bagian dari syiar Allah..." [QS. al-Hajj: 36].

Dari Hadis, Rasulullah SAW tegas. Riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah:

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا

"Siapa mampu berkurban tapi tidak melakukannya, jangan dekati tempat shalat kami."

Hadis ini peringatan keras. Kurban menjadi suatu keharusan bagi yang mampu. Rasulullah juga sabdakan, riwayat Imam Ahmad dari Jubair ibn Muth'im:

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ

"Semua hari Tasyriq adalah hari menyembelih."

Hadirin yang dirahmati Allah,
Kurban ajarkan tiga nilai utama. Pertama, ketaatan. Nabi Ibrahim dan Ismail jadi teladan. Mereka serahkan segalanya untuk Allah. Kedua, pengorbanan. Kurban latih kita lepaskan yang dicintai. Demi Allah dan kebaikan. Ketiga, kepedulian. Daging kurban bantu fakir miskin. Perkuat ukhuwah Islamiyah. Ciptakan kebahagiaan bersama.

Kurban juga latih jiwa. Sembelih sifat egois. Basmi sikap kikir. Dekatkan hati pada Allah. Setiap tetes darah kurban bernilai pahala. Rasulullah bersabda:

بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ

"Setiap bulu kurban mendatangkan kebaikan."

Mari maknai kurban dengan benar. Bukan hanya menyembelih hewan. Tapi memperbaiki hati. Meningkatkan iman. Menyebarkan kasih sayang.

Hadirin Jamaah Jumat yang berbahagia,
Idul Adha segera tiba. Saatnya kita sambut dengan gembira. Siapkan diri untuk berkurban. Bagi yang mampu, laksanakan ibadah ini. Jadikan wujud syukur. Bukti ketaatan. Tanda cinta pada Allah. Bagi yang belum mampu, perbaiki niat. Niat tulus bernilai di sisi Allah.

Kurban bukan sekadar hewan. Ia simbol pengabdian. Ajarkan rela berbagi. Bangun kepedulian sosial. Daging kurban satukan hati. Bantu saudara yang kekurangan. Sebarkan kebahagiaan di masyarakat. Allah firmankan dalam Surah al-Hajj ayat 36:

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

"Kami jadikan unta-unta itu syiar Allah. Ada kebaikan besar di dalamnya..." [QS. al-Hajj: 36].

Kurban adalah syiar agung. Ia tingkatkan keimanan. Dekatkan kita pada Allah. Perkuat tali persaudaraan. Mari laksanakan dengan ikhlas. Pilih hewan terbaik. Bagikan daging dengan murah hati. Niatkan hanya untuk Allah.

Jangan lupa hikmah kurban. Ia latih kita sabar. Ajarkan ikhlas. Bangun empati pada sesama. Jadikan Idul Adha momen berbenah. Perbaiki akhlak. Tingkatkan ibadah. Dekatkan diri pada Allah.

Semoga kurban kita diterima. Jadi jalan menuju ridha-Nya. Bawa kita ke surga-Nya. Amin.

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah #4: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga

(sumber: tulisan Ustadz Muhammad Tantowi dalam situs NU Online)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Surga adalah tempat mulia yang telah Allah SWT siapkan khusus bagi hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Tidak ada seorang pun yang dapat memastikan siapa yang akan menjadi penghuninya. Namun demikian, Allah SWT telah menyebutkan sejumlah kriteria penghuni surga dalam Al-Qur'an:

إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُۚ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ

Artinya, "Sesungguhnya Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Sesungguhnya Allah melakukan apa yang Dia kehendaki." (QS. Al-Hajj: 14)

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Menurut Imam al-Qurthubi dalam kitab Tafsir al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, jilid 12 halaman 20, ayat yang tadi dibacakan merupakan bentuk pembuktian atas janji Allah SWT. Bahwa Dia memberi pahala kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberi siksa kepada siapa yang Dia kehendaki pula. Surga bagi seorang mukmin adalah bukti nyata dari kebenaran janji serta anugerah-Nya. Maka dari itu, para hadirin sekalian, iman dan amal shalih menjadi kriteria utama bagi siapa saja yang ingin memasuki surga-Nya.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Dari sekian banyak amal saleh yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, terdapat lima amal yang termasuk kategori ringan untuk diamalkan. Namun begitu besar keutamaannya, hingga Rasulullah SAW menjamin surga bagi siapa saja yang melakukannya, walau hanya salah satunya.

Dalam kitab Tamamul Minnah bi Bayanil Khishalil Mujibah lil Jannah karya al-Allamah Abdullah bin Muhammad bin Shiddiq al-Ghumari, pada halaman 10 hingga 11, diriwayatkan sebuah hadits tentang dialog antara Abu Dzar al-Ghifari RA dengan Nabi Muhammad SAW. Abu Dzar bertanya, "Wahai Rasulullah, amal apakah yang dapat memastikan seorang hamba masuk surga?" Maka Rasulullah SAW pun menjawab:

تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

Artinya: "Kamu beriman kepada Allah dan hari akhir."

Ternyata, para hadirin sekalian, dalam jawaban Rasulullah SAW tersebut, beliau tidak menyebutkan iman kepada para rasul dan kitab-kitab mereka. Hal ini tentu bukan tanpa makna. Justru dari sini kita bisa memahami, bahwa keimanan kepada Allah SWT dan hari akhir tidak akan pernah tertanam dengan benar di dalam hati, tanpa terlebih dahulu mengimani para rasul dan kitab-kitab mereka sebagai sumber utama pengetahuan tentang Allah dan hari akhir itu sendiri.

Mendengar jawaban yang tampak sederhana dari Nabi, Abu Dzar pun kembali bertanya:

يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ مَعَ اْلِإْيَمانِ عَمَلًا؟

Artinya: "Wahai Rasulullah, apakah benar bahwa bersama iman itu ada amal yang harus dilakukan?"

Kemudian Nabi Muhammad SAW menjawab:

يُرَضِّخُ مِمَّا أَعْطَاهُ اللهُ

Artinya: "(Cukup bagi seorang hamba) memberikan sebagian kecil dari apa yang Allah SWT karuniakan kepadanya."

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Memberikan sebagian kecil dari rezeki yang Allah SWT anugerahkan kepada kita adalah amalan yang sangat ringan. Tidak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Misalnya, dengan membeli dagangan pedagang kecil atau asongan, memberikan sedikit uang kepada juru parkir, menyisihkan recehan untuk pengemis, atau memberi upah sekadarnya kepada tukang penyebrang jalan. Semua ini ringan dilakukan dan tidak memberatkan, namun memiliki nilai besar di sisi Allah SWT.

Inilah alternatif pertama yang diajarkan Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu tiket resmi menuju surga-Nya. Namun pembicaraan tidak berhenti di situ. Abu Dzar, yang dikenal sebagai sahabat yang kritis dan ingin selalu mendalami ajaran Nabi, kembali bertanya:

يَا رَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فَقِيْراً لَا يَجِدُ مَا يُرَضِّخُ بِهِ؟

Artinya: "Wahai Rasulullah, bagaimana jika seorang hamba itu fakir, yang tidak memiliki sesuatu pun untuk diberikan?"

Sebagai alternatif amal saleh kedua, Nabi Muhammad SAW pun menjawab:

يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ

Artinya: "(Cukup seorang hamba tersebut) menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran."

Amar ma'ruf nahi munkar ini bahkan lebih ringan dibanding amal pertama. Ia tidak membutuhkan harta, tidak memerlukan biaya. Cukup dengan kata-kata yang baik, disampaikan kepada keluarga, kerabat, atau masyarakat. Yang dibutuhkan hanyalah pengetahuan dan kepedulian. Namun demikian, cara menyampaikan nasihat juga penting untuk diperhatikan. Hendaknya dilakukan dengan bahasa yang halus dan secara pribadi agar tidak menyakiti.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 70:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar."

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Pertanyaan Abu Dzar belum selesai. Ia kembali bertanya:

يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَيِّيًّا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَأْمُرَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ؟

Artinya: "Wahai Rasulullah, bagaimana jika hamba itu gagap dan tidak mampu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran?"

Rasulullah SAW pun menjawab:

يَصْنَعُ لِأَخْرَقَ

Artinya: "(Cukup baginya) membantu orang yang linglung."

Bentuk bantuan ini bisa sangat sederhana, seperti membantu seseorang memilih barang, membawakan sesuatu yang berat, atau sekadar memakaikan sandal atau sepatu. Hal-hal kecil yang ringan dilakukan, namun menunjukkan kepedulian dan empati yang tinggi. Ini adalah amal ketiga yang bisa menjadi sebab seseorang masuk surga.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Abu Dzar masih melanjutkan:

أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ أَخْرَقَ لَا يَصْنَعُ شَيْئًا؟

Artinya: "Bagaimana jika orang itu sendiri linglung dan tidak mampu melakukan apapun?"

Nabi SAW pun menjawab:

يُعِينُ الْمَغْلُوبَ

Artinya: "(Cukup ia) membantu orang yang tertindas."

Namun Abu Dzar kembali bertanya:

أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ ضَعِيفًا لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُعِينَ مَغْلُوبًا؟

Artinya: "Bagaimana jika dia lemah dan tidak mampu membantu orang yang tertindas?"

Lalu Rasulullah SAW menegaskan:

مَا تُرِيدُ أَنْ يَكُونَ فِي صَاحِبِكَ مِنْ خَيْرٍ يُمْسِكُ عَنْ أَذَى النَّاسِ

Artinya: "(Cukup) jika engkau ingin sahabatmu menjadi baik, maka hendaknya ia menahan diri dari menyakiti orang lain."

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Inilah amal saleh kelima, yaitu menjaga diri agar tidak mengganggu orang lain, baik dengan lisan maupun dengan perbuatan.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda dalam hadits riwayat al-Bukhari:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Artinya: "Muslim sejati adalah yang mana kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya."

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani dalam Fathul Bari, Jilid 3, halaman 116, menjelaskan bahwa salah satu hak muslim atas muslim lainnya adalah kenyamanan dalam hidup, tanpa gangguan dari sesama. Dan inilah ciri muslim sejati-baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Abu Dzar pun menutup pertanyaannya dengan satu pertanyaan penting:

يَا رَسُولَ اللهِ، إِذَا فَعَلَ ذَلِكَ دَخَلَ الْجَنَّةَ؟

Artinya: "Wahai Rasulullah, apakah jika seseorang melakukan hal-hal ini, ia pasti masuk surga?"

Rasulullah SAW menjawab dengan penuh kepastian:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعْمَلُ خَصْلَةً مِنْ هَؤُلَاءِ إِلَّا أَخَذْتُ بِيَدِهِ حَتَّى أُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ

Artinya: "Tidaklah seorang muslim mengamalkan salah satu dari hal-hal ini, kecuali aku akan menggandeng tangannya hingga membawanya masuk ke dalam surga." (HR. At-Thabrani dan Ibnu Hibban).

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah, Dari kisah ini kita belajar bahwa amal saleh tidak harus besar dan berat. Bahkan amal yang tampak kecil dan remeh bisa menjadi jalan menuju surga. Kuncinya adalah keikhlasan dan ketulusan dalam melakukannya.

Semoga Allah SWT memudahkan kita semua untuk istiqamah dalam berbuat kebaikan, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang dirindukan surga. Amin, ya Rabbal 'alamin.

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah #5: Merajut Kebersamaan dengan Semangat Gotong Royong

(sumber: tulisan Abdul Karim Malik dalam situs NU Online)

Jamaah Jumat rahimakumullah
Dalam kesempatan yang mulia ini, khatib berwasiat kepada hadirin sekalian khususnya untuk khatib pribadi agar selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Ta'ala, Yakni dengan menjalankan setiap perintah-Nya dan menjauhi segala bentuk larangan-Nya. Sebab takwa adalah bekal terbaik untuk menghadap-Nya kelak di hari kiamat. Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ

Artinya: "Berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat." (QS Al-Baqarah. Ayat 197)

Takwa adalah fondasi utama kehidupan seorang muslim. Takwa adalah perintah Allah Ta'ala yang akan menuntun kita untuk menemukan kebahagiaan sejati di dunia dan di akhirat.

Jamaah Jumat rahimakumullah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak dapat terlepas dari interaksi dengan orang lain. Bergaul dan bermasyarakat adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Melalui interaksi sosial, kita dapat belajar, tumbuh, dan berkembang sebagai individu yang lebih baik.

Salah satu bentuk pergaulan dalam bermasyarakat adalah Gotong royong. Gotong royong adalah konsep budaya di Indonesia yang berarti bekerja sama dan saling membantu dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas. Gotong royong juga merupakan salah satu nilai budaya yang sangat penting di Indonesia, karena dapat membantu membangun kesadaran dan kepedulian sosial di kalangan masyarakat.

Dalam Islam konsep gotong royong sangat dianjurkan. Sebagaimana perintah Allah Ta'ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللّٰهَ إِنَّ اللّٰهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya."(QS.Al-Maidah Ayat 2)

Imam Mawardi dalam kitab Adab Ad-Dunya wa Ad-din halaman 182 menjelaskan, tolong-menolong dalam kebaikan merupakan salah satu sebab keakraban, karena kebaikan dapat membawa kelembutan dalam hati, serta melipatgandakan kecintaan dan kasih sayang.

Oleh karena itu, Allah SWT menganjurkan untuk saling membantu dalam kebaikan dan menggabungkannya dengan ketakwaan, karena dalam ketakwaan terdapat ridha Allah SWT dan dalam kebaikan terdapat ridha manusia. Barangsiapa yang menggabungkan antara ridha Allah SWT dan ridha manusia, maka sungguh telah sempurna kebahagiaannya dan luas kenikmatannya.

Jamaah Jumat rahimakumullah
Salah satu faedah gotong royong adalah meningkatkan kekompakan. Kekompakan merupakan elemen penting dalam kehidupan bermasyarakat khususnya dalam membangun persaudaraan, dengan kekompakan kita dapat membangun rasa saling peduli terhadap sesama, mengurangi konflik, meningkatkan kualitas hidup dan mengatasi berbagai masalah.

Tidak hanya itu, ketidak kompakan merupakan penyebab utama permusuhan, perpecahan, hilangnya rasa hormat, penyesalan dan yang paling membahayakan adalah hilangnya rasa kasih sayang dalam hati.

Mari kita renungkan perkataan orang-orang bijak yang dinukil Imam Mawardi:

وَقَدْ قَالَتْ الْحُكَمَاءُ: مَنْ لَمْ يَرْغَبْ بِثَلَاثٍ بُلِيَ بِسِتٍّ: مَنْ لَمْ يَرْغَبْ فِي الْإِخْوَانِ بُلِيَ بِالْعَدَاوَةِ وَالْخِذْلَانِ، وَمَنْ لَمْ يَرْغَبْ فِي السَّلَامَةِ بُلِيَ بِالشَّدَائِدِ وَالِامْتِهَانِ، وَمَنْ لَمْ يَرْغَبْ فِي الْمَعْرُوفِ بُلِيَ بِالنَّدَامَةِ وَالْخُسْرَانِ. وَلَعَمْرِي إنَّ إخْوَانَ الصِّدْقِ مِنْ أَنْفَسِ الذَّخَائِرِ وَأَفْضَلِ الْعُدَدِ؛ لِأَنَّهُمْ سَهْمَاءُ النُّفُوسِ وَأَوْلِيَاءُ النَّوَائِبِ

Artinya: "Beberapa ahli hikmah (orang bijak) berkata: Barangsiapa tidak menginginkan tiga hal, maka dia akan diuji dengan enam hal. 'Barangsiapa tidak menginginkan persahabatan, maka dia akan diuji dengan permusuhan dan kekecewaan. Barangsiapa tidak menginginkan keselamatan, maka dia akan diuji dengan kesulitan dan kehinaan. Dan barangsiapa tidak suka berbuat kebaikan, maka dia akan diuji dengan penyesalan dan kerugian. Demi Allah yang memberi umur, sesungguhnya teman-teman yang benar adalah harta yang paling indah dan bekal yang paling utama, karena mereka adalah bagian dari jiwa dan para penolong di saat kesulitan'."(Adab Ad-Dunya wa Ad-din Halaman 164)

Jamaah Jumat rahimakumullah
Orang yang menyadari fadilah atau keutamaan dalam bergotong royong dan kekompakan akan mendapat keberkahan dari persaudaraan itu sendiri. Sebaliknya orang yang mengabaikan pentingnya merawat tali persaudaraan, kekompakan, keharmonisan akan mendatangkan keburukan-keburukan di dalam hidupnya. Hal ini sebagaimana telah diperingatkan Baginda Nabi Muhammad SAW:

يَدُ اللّٰهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ فَإِذَا شَذَّ الشَّاذُّ مِنْهُمُ اخْتَطَفَهُ الشَّيْطَانُ كَمَا يَخْتَطِفُ الذِّئْبُ الشَّاةَ مِنْ الْغَنَمِ

Artinya: "Tangan Allah (pertolongan-Nya) bersama dengan jamaah (orang-orang yang kompak bersama dalam kebaikan), maka jika ada seseorang yang menyimpang dari mereka, setan akan memburunya bagaikan serigala yang memburu seekor kambing dari kumpulan kambing." (HR At-Thabrani)

Jamaah Jumat rahimakumullah
Mari kita bangun kekompakan di antara kita, saudara kita, tetangga kita dan masyarakat sekitar kita. Mari kita jadikan lingkungan di sekitar kita menjadi lingkungan yang harmonis, yang saling tolong-menolong dalam kebaikan yang saling berbagi kebahagiaan dan saling berkasih sayang.

Dengan begitu kita akan menjadi pribadi yang tenang, hidup di lingkungan yang harmonis, dalam suasana yang kondusif. Hal ini merupakan cita-cita kita bersama. Semoga dengan memahami apa yang telah disampaikan, kita semakin sadar dan terdorong untuk merawat kekompakan serta menghidupkan semangat gotong royong dalam kehidupan sehari-hari.

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zulkaidah #6: Jejak Kurban dalam Sejarah dan Peradaban Umat Manusia

(sumber: tulisan Dr Kyai Sumarno SPdI, MPdI dalam situs PWM Jawa Tengah)

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Syukur Alhamdulillah mari kita tanamkan dalam hati dan kita ucapkan dengan lisan, sebagai kata kunci pertama atas segala nikmat dan karunia yang Allah Swt berikan kepada kita semua, khususnya nikmat iman dan sehat, sehingga kita bisa terus istiqamah dalam mengerjakan ibadah wajib satu pekan satu kali ini, yaitu shalat Jumat.

Semoga ibadah yang kita lakukan menjadi ibadah yang diterima oleh-Nya. Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw, yang telah sukses menjalankan visi misi dakwahnya dalam menyebarkan ajaran Islam yang penuh dengan kedamaian dan kasih sayang dalam bingkai rahmatan lil 'alamin, beserta para sahabat, keluarga, dan semua pengikutnya yang senantiasa berusaha untuk mengikuti seluruh jejak langkahnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri dan semua jamaah yang turut hadir pada pelaksanaan salat Jumat ini, untuk terus berusaha dan berupaya dalam meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, karena hanya dengan modal takwa, kita semua bisa menjadi hamba yang selamat di dunia dengan karunia-Nya, dan selamat di akhirat dengan rahmat-Nya.

Tradisi berkurban sejatinya telah berusia setua peradaban umat manusia. Tradisi kurban dimulai ketika dua putera Nabi Adam AS, Qabil dan Habil, mempersembahkan kurban masing-masing. Alquran mengisahkan dalam Surat Al Maidah ayat 27 :

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya : Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS al-Maidah/5: 27)

Dalam sejarah, Habil dikenal sebagai peternak dan penggembala, sedang Qabil adalah petani. Dalam rangka mendekatkan diri (qurban, taqarrub) kepada Allah Swt, Habil mempersembahkan kurban seekor kambing paling bagus. sedangkan Qabil hanya mendermakan hasil pertaniannya yang terburuk.

Oleh sebab itu, nazar dan persembahan kurban Habil diterima, sementara nazar dan persembahan Qabil ditolak oleh Allah Swt. Dalam konteks ini, Qabil dikenal berperangai hasud, pendengki dan pendendam, sehingga dia berhati gelap dan melampiaskan amarahnya dengan membunuh saudara kandungnya. Sementara itu, Habil berhati bersih dan berkepribadian mulia. Dalam merespon sikap dan perilaku saudaranya, Habil menyatakan, bahwa diterima atau tidaknya persembahan kami oleh Allah Swt bukan tanpa dalil dan perhitungan.

Karena itu, hasudnya Qabil kepadanya merupakan perbuatan sia-sia, karena Allah Swt hanya menerima persembahan dan kurban yang dilakukan dengan ikhlas, semata-mata mengharap ridha Allah Swt, bukan riya', ujub, atau sum'ah (pencintraan). Qabil akhirnya membunuh Habil karena kedengkian dan dendamnya, sehingga Habil menjadi korban berdarah atas nama pelampiasan nafsu dendam yang membara.

Fakta sejarah yang dinarasikan Alquran tersebut mengandung edukasi bahwa mendidik kesalehan dan ketakwaan seseorang itu dimulai dengan tazkiyat an-nafsi, pembersian dan penyucian diri agar hati menjadi ikhlas, bekerja, beribadah, dan berkurban secara murni dan tulis karena Allah Swt semata, bukan karena mengharap pujian atau sanjungan dari manusia. Jadi, ibadah kurban mengajarkan keikhlasan yang didasari tauhid yang murni dan lurus. Ibadah kurban mendidik pentingnya menyembelih pencitraan dan kepalsuan yang tipu-tipu dan dusta.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Dalam perkembangannya, tradisi berkurban sebelum Nabi Ibrahim diperintahkan berkurban dengan menyembelih anaknya itu mengorbankan manusia atau manusia banyak dijadikan korban, seperti dijadikan tumbal atau dipersembahkan untuk menyenangkan para dewa dan roh leluhur sebagian komunita manusia.

Tentu saja, tradisi menumbalkan manusia merupakan praktik ritual yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, melanggar HAM (hak-hak asasi manusia). Tradisi ini dipraktikkan oleh banyak penguasa dan penyembah tuhan selain Allah Swt, sehingga tidak sedikit gadis cantik harus rela dipersembahkan sebagai korban atau menjadi sesaji sesuai permintaan tuhan palsu mereka.

Kurban yang sesuai dengan syariat Islam dan kemudian diteladani dan dilanjutkan oleh Nabi Muhammad Saw adalah kurban yang diteladankan oleh kekasih Allah (Khalilullah), Ibrahim AS. Beliau diperintahkan oleh Allah Swt untuk menyembelih anak yang sangat dicintainya, Ismail AS. Melalui sebuah mimpi. Ketika sang ayah meminta pendapatnya mengenai perintah Allah untuk menyembelihnya, sang anak justeru meneguhkan keyakinan ayahnya:

قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ

Artinya : Wahai ayahanda, lakukanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang yang sabar" (QS ash-Shaffat [37]: 102).

Ketegaran iman Ibrahim dan kebugaran mental Ismail dalam menerima ujian dari Allah untuk berkurban menunjukkan bahwa ibadah kurban menghendaki kesadaran teologis, kesabaran psikologis, dan kecerdasan spiritual yang tinggi. Karena berkurban sejatinya merupakan manifestasi dari rasa syukur terhadap karunia Allah. Secara semantik, perintah shalat dan kurban dalam ayat tersebut didahului: "Sungguh Kami telah memberimu [Muhammad] nikmat dan karunia yang luar biasa banyak" (QS al-Kautsar [108]: 1) Afirmasi ini menunjukkan bahwa Muslim yang mampu berkurban seharusnya merasa malu dan rugi jika tidak mensyukuri nikmat-Nya melalui kurban.

Mengapa Allah Swt memerintahkan Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya, Ismail AS? Karena Allah Swt bukan saja menguji keimanan, keikhlasan, dan kesabaran sang kekasihNya, tetapi juga menitipkan sebuah pesan kemanusiaan paling mendalam melalui ibadah kurban, bahwa manusia siapapun dia tidak boleh dikorbankan baik untuk sesaji yang menyenangkan tuhan palsu maupun untuk tumbal pembangunan dan kekuasaan.

Karena itulah, mengapa Ismail yang sudah hampir disembelih oleh ayah kandungnya sendiri diganti oleh Allah dengan seekor domba besar. Hal ini mengisyaratkan bahwa hanya hewan, bukan manusia, yang pas dan pantas untuk dikorbankan. Manusia harus dilindungi, dijaga, dan diberikan hak-hak hidupnya secara penuh, tanpa pernah dikorbankan lagi, atas nama apapun.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Berkurban sungguh sarat dengan edukasi nilai yang sangat luhur. Jika Nabi Ibrahim dan Ismail telah berhasil merubah tradisi pengorbanan manusia diganti dengan kurban hewan (karena Allah akhirnya mengganti Ismail dengan hewan sembelihan yang besar), maka berkurban di era milenial harus dimaknai sebagai "menyembelih" nafsu dan sifat-sifat kebinatangan.

Sebab, manusia yang dirasuki sifat-sifat kebinatangannya dapat menjerumuskannya menjadi manusia bermoral rusak, berakhlak tercela, berkarakter negatif, pemaksiat dan pendosa. Berkurban hewan itu mengedukasi Muslim memiliki multikesalehan. Pertama, kesalehan mental spiritual. Berkurban itu pasti merupakan respon ketaatan terhadap panggilan hati dan panggilan iman untuk menjadi hamba yang ikhlas dan taat kepada perintah Allah seperti ditunjukkan oleh Ibrahim AS dan Ismail AS, meskipun yang dikurbankan itu adalah kekayaan yang paling dicintainya.

Kedua, kesalehan sosial. Hakikat kurban merupakan aktualisasi kepedulian sosial dan spirit berbagi, memberi tanpa mengharap kembali. Kurban mengedukasi untuk memiliki jiwa filantropi: berempati dan mengasihi sesama, terutama para fakir miskin dan para korban Oleh karena itu Nabi Muhammad SAW bersabda: "Sayangilah sesamamu yang ada di muka bumi ini, niscaya Allah juga akan menyayangimu!" (HR Muslim).

Kesalehan sosial melalui kurban ini diteladankan Nabi SAW selama berdomisili di Madinah. Setiap Idul Adha Nabi SAW selalu menyembelih sendiri dua ekor hewan kurban, satu untuk keluarganya dan satu lagi untuk umatnya, lalu membagikan dagingnya kepada fakir dan miskin.

Ketiga, kesalehan ekonomi dan finansial. Berkurban dapat menggeliatkan roda ekonomi, terutama para peternak dan pedagang hewan kurban. Melalui kurban, umat diedukasi untuk mengelola finansialnya dengan baik agar bisa berkurban. Mobilitas ekonomi dan persebaran hewan kurban meningkat, sekaligus menyejahterakan banyak pihak (peternak, pedagang, penjagal, penerima daging, dan sebagainya). Melalui ibadah kurban roda ekonomi dan distribusi finansial berputar dan produktif.

Umat Islam harus mulai berpikir strategis, bagaimana mengembangkan peternakan sapi, kerbau, kambing, dan domba yang sehat dan bergizi untuk memenuhi pasar di musim Idul Kurban dan di luar musim, sehingga impor daging sapi, misalnya, bukan menjadi pilihan, karena kebutuhan daging dapat dipenuhi oleh para peternak domestik yang diberi pendidikan dan pendampingan secara saintifik, akademik, dan praktik bisnis yang halal dan thayyib.

Keempat, kesalehan personal dan manajerial. Pekurban adalah orang yang memodali dirinya dengan ketakwaan dan kompetensi manajerial dalam mengelola dan mendayagunakan hartanya demi meraih kedekatan ganda: kedekatan vertikal dengan Allah dan kedekatan horizontal dengan sesama. Kurban merupakan bukti ketakwaan sejati. "Daging dan darah [dari hewan yang dikurbankan] itu sama sekali tidak sampai kepada Allah. Akan tetapi yang sampai dan diterima oleh Allah adalah kualitas takwa yang ada pada diri kalian..." (QS al-Hajj [22]: 37).

Kelima, kesalahan moral. Setiap Muslim diperintahkan berlaku ihsan (berlaku baik, elegan, dan wajar) kepada semua makhluk, termasuk binatang. Ketika menyembelih hewan kurban, penyembelih dilarang menggunakan pisau tumpul agar tidak menyakitinya. Nabi Saw. bersabda: "Allah telah mewajibkan berlaku ihsan terhadap segala sesuatu. Jika engkau menyembelih (hewan), berbuat baiklah (dengan mempercepat) penyembelihannya. Hendaklah engkau tajamkan pisaumu dan perlakukan binatang yang disembelih itu dengan sebaik-baiknya" (HR Muslim).

Kesalehan ini merupakan salah satu manifestasi kesalehan moral kepada hewan yang akan disembelih, agar tidak menyakiti dan menyiksannya. Jadi, ibadah kurban bukan sekadar ritualitas dan rutinitas penyembelihan hewan kurban pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik, tetapi juga merupakan transformasi karakter pekurban menjadi muslim bertakwa yang memiliki multikesalehan, peduli terhadap sesama, dengan mengembangkan spirit ta'awun dan filantropi yang dapat menggerakkan roda ekonomi umat dan bangsa.

Ma'asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Pekurban adalah hamba Allah sukses dan merdeka dari penjajahan hawa nafsu dan sifat-sifat kebinatangan negatif, sehingga idealnya para pekurban dan mustahik hewan kurban memiliki sifat-sifat mulia seperti: ikhlas, pandai bersyukur, sabar, murah hati, selalu berempati dan berbagi demi aktualisasi nilai-nilai ketuhanan (tauhid), kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dan kesatuan umat dan bangsa dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi semua yang menghendaki kearifan, kerakyatan, kedamaian, dan kesejahteraan melalui musyawarah.

Oleh karena itu, ibadah kurban harus menjadi momentum strategis dalam mengedukasi nilai dan multikesalehan yang mencerdaskan dan mencerahkan, agar tradisi berkurban tidak berhenti pada tataran ritual-formal. Berkurban harus menjadi proses edukasi dan transformasi nilai-nilai spiritual, moral, dan sosial bagi pekurban menuju pribadi bertakwa, merdeka, dan kaya multikesalehan. Wallahu a'lam bi ash-shawab !

Khutbah Jumat Akhir Bulan Zukaidah #7: Bulan Suci Zulkaidah

(sumber: situs resmi Yayasan Amal Jariyah Indonesia)

Amma ba'du ...
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memerintahkan kita untuk terus bertakwa kepada-Nya. Shalawat dan salam kita kirimkan kepada baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Ma'asyiral muslimin, rahimanii wa rahimakumullah.
Di hari Jumat ini merupakan Jumat yang bertepatan dengan bulan Zulkaidah, ada dua waktu mulia yang berkumpul di hari ini, hari Jumat dan bulan Zulkaidah. Kita sering mendengarkan keutamaan hari Jumat, kita telah mengetahui banyak dalil keutamaan hari mulia ini, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ

"Sebaik-baik hari dimana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum'at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum'at." (HR. Muslim)

Dan dalil-dalil lainnya yang menyebutkan keutamaan hari terbaik ini. Namun jarang di antara kita mengetahui keutamaan bulan Zulkaidah, mungkin karena hanya ada sebulan sekali dalam setahun, atau mungkin karena jarang dibahas oleh para penceramah dan khatib, atau mungkin karena bulan ini tidak sebagaimana bulan Ramadhan yang disambut dengan antusias oleh kaum muslimin sehingga mereka melakukan persiapan-persiapan seperti mempelajari keutamaan dan hukum seputar bulan Ramadhan.

Jama'ah Jumat yang sama berbahagia
Pada kesempatan ini, izinkan kami selaku khatib menyebutkan keutamaan dan hukum seputar bulan Zulkaidah yang kita berada sekarang di dalamnya.

Bulan Zulkaidah termasuk bulan haram yakni bulan suci dihormati. Pada bulan suci ini, kita dilarang keras melakukan kemaksiatan, tidak sebagaimana bulan lainnya, dan pahala melakukan kebaikan lebih besar di bulan dihormati ini.

Allah Ta'ala berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36)

Disebut dengan bulan haram karena pada bulan tersebut diharamkan maksiat dengan keras. Demikian kata Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di rahimahullah dalam kitab tafsir beliau.

Al Qodhi Abu Ya'la rahimahullah berkata, "Dinamakan bulan haram karena dua makna:

1- Pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

2- Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan dari pada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan." (Lihat Zaadul Masiir, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Mengenai empat bulan yang dimaksud dan salah satunya bulan Zulkaidah, telah disebutkan dalam hadits dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ

"Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadal (akhir) dan Sya'ban." (HR. Bukhari dan Muslim).

Ibnu 'Abbas mengatakan, "Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak." (Latho-if Al Ma'arif, 207)

Demikian khutbah pertama ini.

Doa Pembuka dan Penutup Khutbah Jumat

Dikutip dari buku Doa Harian Pengetuk Pintu Langit oleh Hamdan Hamedan, doa pembuka khutbah Jumat adalah:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مِنْ يَهْذِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ . أَمَّا بَعْدُ.

Arab Latin: Innal hamdalillaah, nahmaduhuu, wa nasta'iinuhu, wa nastagh-firuh. Wa na'uudzu billaahi min syuruuri anfusinaa, wa min sayyi-aati a'maalinaa. Man yahdihillaahu falaa mudhilla lah, wa man yudh-lil falaa haadiya lah. Wa asyhadu al-laa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lah, wa anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh. Ammaa ba'du. (berdasar HR Muslim no 868, Abu Dawud no 2118, dan an-Nasai no 1405)

Adapun doa penutup khutbah Jumat yang bisa detikers baca adalah:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً, اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين

Arab Latin: Innallaha wa malaaikatahu yushalluuna 'alan-nabiyyi yaa ayyuhalladzina aamanuu shalluu 'alaihi wa sallimuu tasliimaa. Allahumma shalli 'alaa muhammadin wa 'alaa aali muhammad.

Allahummagfirlilmuslimiina wal-muslimaat, wal-mu'miniina wal-mu'minaati al-ahyaai minhum wal-amwaat, innaka samii'un qariibun mujiibud-da'awaati. Rabbanaa laa tuakhidznaa in nasiinaa au akhtha'naa rabbanaa walaa tuhmil 'alainaa ishran kamaa hamaltahu 'alalladziina min qablinaa. Rabbanaa walaa tuhammilnaa maalaa thaqatalanaabih wa'fu 'annaa wagfirlanaa warhamnaa anta maulaanaa fanshurnaa 'alal-qaumil-kaafiriin. Rabbanaa aatinaa fid-dunyaaa hasanah wa fil-akhirati hasanah, waqinaa 'adzaaban-naar. Wal-hamdulillahirabbil-'aalamiin.

Nah, itulah tujuh teks khutbah Jumat akhir bulan Zulkaidah terbaru sebagai referensi bagi detikers. Semoga membantu!




(sto/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads