7 Contoh Ceramah Singkat Berbagai Tema Beserta Judul dan Dalilnya

7 Contoh Ceramah Singkat Berbagai Tema Beserta Judul dan Dalilnya

Nur Umar Akashi - detikJogja
Rabu, 24 Apr 2024 16:05 WIB
Ilustrasi Khutbah.
Ilustrasi ceramah. Foto: Raka Dwi Wicaksana/Unsplash
Jogja -

Teks ceramah dapat dibawakan untuk berbagai kegiatan, mulai dari kultum selepas sholat subuh hingga acara pengajian. Bagi detikers yang membutuhkan, yuk, simak tujuh ceramah singkat pelbagai tema berikut ini!

Dirujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, ceramah adalah pidato oleh seseorang di hadapan banyak pendengar tentang suatu hal, pengetahuan, dan sebagainya. Tema yang dapat dibawakan pun bervariasi, semisal ikhlas, sholat, kematian, dan sedekah.

Nah, di bawah ini telah detikJogja kumpulkan tujuh teks ceramah singkat dengan tema beragam yang dilengkapi dengan judul dan dalil. Mulai dari ceramah singkat tentang ikhlas hingga ceramah tentang sedekah dan sholat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kumpulan Ceramah Singkat

Ceramah Singkat #1: Ikhlas

(sumber: tulisan Najmuddin Saifullah dalam situs Suara Muhammadiyah)

Ma'asyiral muslimin rahimakumullah
Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa menjadi guru haruslah ikhlas. Berapa pun gaji yang ia terima tidak boleh dipermasalahkan karena membagikan ilmu harus dilandasi dengan keikhlasan. Lantas apakah konsep ikhlas memang seperti ini?

ADVERTISEMENT

Menurut M Husnaini dalam buku "80 Pepeling Diri," ikhlas bukan berarti menolak imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan. Menerima ataupun menolak imbalan tidak ada kaitannya dengan keikhlasan. Justru kalau ada orang yang menolak imbalan karena takut disangka tidak ikhlas, maka sejatinya ia tidak ikhlas dalam hal itu.

Ikhlas juga bukan memberi sedekah ala kadarnya. Jumlah sedekah yang banyak ataupun sedikit tidak ada hubungannya dengan keikhlasan. Justru kalau ada orang yang menambah jumlah sedekah disebabkan takut dikira tidak ikhlas, maka ia sebenarnya tidak ikhlas.

Demikian juga orang yang pasrah menerima nasib yang kurang baik. Bersikap aktif ataupun pasif ketika menerima nasib yang kurang baik tidak ada hubungannya dengan ikhlas. Bahkan, kalau orang yang ditimpa musibah hanya berdiam diri pasrah tanpa melakukan apapun supaya terlihat ikhlas, berarti orang tersebut tidak ikhlas.

Ikhlas pada hakikatnya adalah melakukan sesuatu karena dan untuk Allah SWT semata. Apapun motifnya, apapun tujuannya, semua perbuatan harus bermuara kepada Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Insan ayat 9 tentang orang-orang yang memberi makan kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan ridha Allah, kami tidak mengharapkan balasan dan terima kasih dari kamu."

Ayat tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu yang kita berikan kepada orang lain, baik itu berupa materi ataupun jasa, harus dilandasi dengan mengharap ridha Allah SWT. Orang yang sejak awal memiliki tujuan melakukan sesuatu hanya karena Allah, maka ia telah menjadi orang yang ikhlas.

Ketika sampai pada level tersebut ia tidak akan menghiraukan apapun yang terjadi setelahnya. Apakah ia akan mendapatkan balasan dari orang yang ia bantu atau tidak. Kondisi hatinya juga tidak akan berubah-ubah. Hatinya tidak menjadi senang ketika mendapat balasan, tidak juga bersedih ketika tidak mendapatkannya. Bahkan dalam ayat di atas, sebatas ucapan terima kasih pun tidak ia harapkan.

Hal ini menjelaskan bahwa upah/gaji yang didapatkan karena bekerja tidak ada hubungannya dengan keikhlasan. Apabila sejak awal bekerja dan meniatkannya karena Allah, maka ia sudah menjadi orang yang ikhlas. Adapun gaji yang diberikan memang sudah menjadi haknya karena telah mengerahkan waktu dan tenaga untuk bekerja. Sehingga, jumlah gaji yang diterima tidak bisa menjadi patokan untuk menilai keikhlasan seseorang.

Keikhlasan juga menjadi landasan pokok untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita tidak mungkin beribadah tanpa dibarengi dengan keikhlasan. Karena beribadah memang harus ditujukan hanya kepada Allah semata.

Kalau kita beribadah tanpa dibarengi dengan rasa ikhlas, maka harus hati-hati karena bisa terjatuh dalam perbuatan syirik. Ibadah yang dilakukan supaya dilihat orang akan menjadi riya' yang merupakan syirik kecil.

Apalagi ibadah karena ditujukan kepada selain Allah, maka orang yang melakukannya telah jatuh kepada syirik dan itu merupakan dosa besar. Perintah beribadah dengan ikhlas terdapat dalam surat al-A'raf ayat 29:

قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ

"Katakanlah, 'Tuhanku menyuruhku untuk berlaku adil. Dan hadapkanlah wajahmu (kepada Allah) pada setiap sholat, dan sembahlah Dia dengan mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya. Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula."

Syaikh As-Sa'di dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mengikhlaskan dalam ayat tersebut adalah beribadah dengan tujuan hanya kepada Allah semata, tidak ada tujuan lain. Juga dalam berdoa dan berharap sasarannya hanyalah kepada Allah SWT.

Pada akhirnya kita harus kembali memperbaiki niat kita dalam segala aspek perbuatan yang dilakukan. Baik kegiatan ibadah maupun kegiatan lainnya. Karena segala perbuatan yang kita lakukan akan bernilai sebagaimana yang kita niatkan. Sebagaimana dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:

إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

"Amal itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang diniatkannya."

Sehingga hanya perbuatan yang ditujukan kepada Allah saja lah yang bisa dikatakan sebagai keikhlasan.

Ceramah Singkat #2: Sedekah

(sumber: situs resmi SMP Negeri 2 Ponorogo)

Assalamualaikum wa rahmatullahi wabarakatuh
Bismillahirrahmanirahim,
Pertama-tama marilah kita panjatkan rasa syukur kita kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah memberi kita nikmat yang tidak terhitung banyaknya sehingga kita bisa merasakan indahnya hidup hingga detik ini.

Kedua, tak lupa dan jangan sampai kita lupa, semoga sholawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah berlelah-lelah di medan juang dakwah demi tersebarnya agama Islam, begitu juga kepada para keluarganya dan sahabatnya serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Tema yang akan saya bahas pada kultum kali ini adalah tentang sedekah. Bagaimana Islam memandang sedekah? Sedekah dalam agama kita termasuk dalam amal yang diutamakan untuk dikerjakan.

Sedekah mempunyai banyak sekali keutamaan dan manfaat yang akan diperoleh oleh seseorang yang mengamalkannya. Sedekah juga pada dasarnya dalam praktiknya bisa menjadi pembeda antara seorang mukmin dengan non mukmin, walaupun bukan dalam ranah status melainkan maknawi.

Al-Quran dan hadits banyak memberitakan pada kita tentang sedekah ini, mulai dari pahala yang diperoleh hingga manfaat yang bisa didapatkan apabila bersedekah.

Tentu kita sering mendengar tentang pahala yang diperoleh seseorang apabila bersedekah, atau manfaat dari bersedekah itu sendiri.

Nah, yang perlu digaris bawahi dan mendapat perhatian lebih di sini adalah, kebanyakan dari kita hanya mendengar, tahu, mengerti, tetapi tidak mengamalkannya. Seolah-olah hanya dijadikan tambahan ilmu semata tanpa ada amal yang mengikutinya.

Tentu ini hal yang seharusnya tidak terjadi pada diri seorang muslim yang baik. Sehingga perlu kiranya kita ketahui apa saja yang harus dilakukan agar kita bisa melakukan amal tersebut, dalam pembahasan kali ini, akan lebih menyangkut tentang sedekah.

Hal utama yang harus menjadi bekal kita tentu ilmu tentang sedekah tersebut. Karena apapun itu, amal tanpa disertai ilmu maka akan salah nantinya, entah dalam langkah-langkahnya, atau dalam niat dan prakteknya.

Sebagaimana kita ketahui, sedekah adalah perbuatan yang Allah lipat gandakan berkali-lipat lebih banyak. Dalam surat Al-Baqarah dijelaskan kali lipatnya hingga 700 kali atau minimal 10 kali lipat. Saya yakin kita semua pernah mendengar tentang hal ini.

Hanya saja, ketika orang mendengar tentang hal ini, dia biasanya hanya bergumam "Ah, itu kan teori saja, kenyataannya kan tidak seperti itu." Nah, orang-orang seperti ini sejatinya belum paham benar tentang ilmu sedekah, sehingga ucapan yang keluar dari mulutnya seperti itu.

Maka apa sebetulnya yang harus kita tanamkan dalam hati mengenai sedekah dan amal yang lain, agar pengetahuan kita berbuah amal?

Ketahuilah para hadirin sekalian, bahwa uang atau tenaga yang kita sedekahkan adalah investasi kita di akhirat sana. Investasi ini sifatnya abadi disisi-Nya, dan nilai pastinya tidak ada yang tahu, yang jelas besar dan membuat kita nantinya tercengang senang.

Jadi, tanamkan dalam diri anda sekalian bahwa ketika anda bersedekah, sejatinya anda sedang berinvestasi dengan Rabb semesta alam, Allah subhanahu wa ta'ala.

Dzat yang kita berinvestasi kepadanya ini tidak pernah ingkar janji, tidak pernah berbuat dzolim, dan tidak pernah berlaku tidak jujur, maka adakah kerugian yang kita dapatkan apabila berinvestasi kepada-Nya? Orang waras tentu akan menjawab tidak.

Nah, itu yang pertama yang harus diperhatikan, ini tentang mindset kita. Hal kedua yang harus diperhatikan adalah tentang iman atau percaya sepenuhnya terhadap janji yang Allah SWT janjikan dalam Al-Quran.

Perkara keyakinan akan benarnya janji ini saya kira sangat penting untuk dilakukan ketika kita akan, sedang dan sesudah beramal.

Ini juga lah yang akan mendorong kita dalam melakukan amal tersebut lebih baik, dan lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Dalam hal ini amalnya adalah sedekah. Pertanyaannya, sudahkah kita yakin akan kebenaran dengan ilmu yang sudah kita ketahui tentang sedekah? Atau pengetahuan yang kita tahu hanya menjadi hiasan dalam memori saja.

Maka hal kedua yang harus dilakukan adalah menumbuhkan keyakinan akan keutamaan sedekah di sisi Allah SWT, sehingga dari keyakinan yang kita pupuk sedikit-sedikit itu bisa menjadi benteng kita yang kokoh dalam menjalankan amal ini.

Kedua hal di atas kiranya yang perlu mendapatkan perhatian lebih dari kita sebelum bersedekah, agar apa? Agar kita bisa bersedekah secara terus menerus, dan semakin percaya akan janji Allah SWT.

Misalnya hasil dari sedekah itu belum terlihat di dunia, ketahuilah para hadirin, insyaAllah di akhirat kita akan memetik buah nya. Saya kira ini yang perlu saya sampaikan dalam ceramah singkat tentang sedekah ini, semoga ceramah singkat ini bisa diambil manfaat nya oleh hadirin sekalian.

Akhir kata saya mohon maaf apabila ada salah kata, semua yang benar datangnya dari Allah SWT. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Ceramah Singkat #3: Bersedekah, Jalan Menuju Kebahagiaan

(sumber: tulisan M Toriq Nurmadiansyah dalam buku Kumpulan Kultum Ramadhan terbitan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga)

Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Quran sebagai pedoman bagi umat Islam. Di dalamnya telah di atur segala urusan, baik tentang muamalah, ubudiyah, akidah, dan lain sebagainya. Al-Quran adalah kitab suci yang benar-benar komprehensif, serasi, dan penuh dengan keajaiban-keajaiban.

Salah satu yang paling detail diterangkan di dalam Al-Quran adalah terkait dengan ubudiyah. Ubudiyah tersebut diklasifikasikan menjadi dua, ada yang bersifat individual maupun sosial. Sifat individual, misalnya sholat, haji, dan sebagainya. Sedangkan, ibadah sosial seperti zakat dan sedekah.

Dalam tatanan masyarakat, ibadah sosial memiliki lebih banyak manfaat daripada ibadah yang bersifat individual, karena kemanfaatannya memang bisa dirasakan oleh orang lain. Maka dalam kaidah hukum Islam, ibadah sosial memiliki lebih banyak pahala daripada ibadah yang bersifat individual.

Di dalam Al-Quran sendiri, salah satu ibadah sosial yang diterangkan adalah sedekah. Terdapat beberapa ayat yang secara khusus dan jelas menyebutkan tentang keutamaan sedekah. Al-Quran memang memberikan porsi lebih terhadap sedekah, sebab sedekah adalah sesuatu yang dirasa sangat penting dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun keagamaan.

Dengan sedekah akan sangat mungkin terjadi keseimbangan antara si miskin dan si kaya, serta dapat pula memberikan nafas pada penyiaran agama Islam secara terus-menerus.

Berbicara mengenai sedekah, banyak manfaat maupun pahala yang bisa dirasakan, kita dapat raih dengan berlipat ganda di saat kedatangan bulan suci Ramadhan. Bulan Ramadhan menjadi suatu momentum istimewa, khususnya bagi kalangan umat Islam di seluruh dunia.

Bulan yang dikenal sebagai bulan penuh ampunan, bulan di mana pahala setiap perbuatan atau amal sholeh juga berlipat ganda, menjadikan kaum muslimin yang menjalankannya saling berlomba-lomba dalam kebaikan dengan muslim lainnya, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah bersedekah. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Hadid (57: 18):

إِنَّ الْمُصْدِقِينَ وَالْمُصْدِقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أجر كريم

"Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak."

Sesuai dengan janji Allah SWT yang Maha Dermawan tersebut, siapapun yang bersedekah niscaya akan diganti oleh Sang Maha Pemberi dengan berlipat ganda. Terlebih, bulan Ramadhan sebagai mutiara seribu bulan menjadikan amalan kita sebagai manusia akan terus dikaruniai oleh pahala yang tiada terhingga.

Bulan Ramadhan adalah momentum yang tepat, di saat Allah berderma kepada para hamba-Nya denga rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka. Terutama pada malam Nuzulul Qur'an (Lailatul Qadar). Allah melimpahkan kasih-Nya, maka barang siapa berderma kepada para hamba Allah, niscaya akan dianugerahi kebaikan dan pahala yang berlipat. Balasan itu senantiasa dikaruniai dengan amalan yang sudah diperbuat. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Surat Ali-Imran (3: 92):

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya."

Ayat ini dengan terang menjelaskan, bahwa kita sebagai umat Islam hendaknya mendermakan harta kita kepada yang lain, salah satunya seperti dengan bersedekah kepada yang membutuhkan.

Namun, sedekah tidak hanya melulu soal financial (harta) belaka, namun dengan kita berbuat baik kepada sesama, sudah termasuk sedekah. Mengingat bahwa sedekah adalah ibadah yang bersifat sosial, kita mafhum dengan istilah "Senyum itu adalah sedekah".

Sedekah dapat diartikan sebagai pemberian seorang muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa pamrih. Sedekah lebih luas, tidak hanya sekadar zakat maupun infaq, karena sedekah tidak hanya soal mengeluarkan atau menyumbangkan harta, tapi cakupannya sungguh luas termasuk amal dan perbuatan baik.

Dengan begitu, bersedekah tidak harus menunggu kaya, sebab orang miskin pun mampu melakukan hal tersebut. Perbuatan sedekah sangat dianjurkan, terutama pada bulan Ramadhan. Banyak keutamaan yang akan kita dapatkan, seperti sedekah akan menghapus dosa-dosa, menolak bala, memelihara kesehatan, dipermudah untuk mendapat jodoh. Selain itu, sedekah dapat menjauhkan diri dari api neraka, menghadirkan kebahagiaan, rezeki menjadi berkah, dan lainnya.

Dalam persoalan lain, sedekah merupakan sikap mental yang dapat memberikan hal-hal baik terhadap sesama dan jalan kehidupan. Sebaliknya, jika setiap orang enggan memberi dengan hal-hal baik, tidak saling peduli, saling menjatuhkan, saling bersaing untuk mendominasi, saling memaksakan kehendak, saling menghancurkan, saling membohongi, maka hidup di dunia akan semakin buruk. Impian untuk mewujudkan kehidupan dunia yang baik, Allah SWT seyogyanya sudah memberikan pintu meraihnya, yaitu melalui bersedekah dengan memberi tanpa pamrih.

Maka dari itu, sebagai seorang muslim yang sadar akan tanggung jawab agama dan tanggung jawab sosial, patut kiranya kita dituntut untuk melaksanakan ibadah sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya.

Dengan melaksanakan ibadah yang bersifat individual dan sosial -seperti yang telah disebutkan- secara seimbang. Bersedekah akan mengimbangi ibaadah sholat kita. Selain itu, sedekah memiliki dampak positif begitu nyata, yakni dapat meringankan beban sesama manusia.

Terlebih dalam momentum Ramadhan, segala kebaikan yang kita lakukan akan senantiasa mendapat ganjaran yang berlipat ganda. Semoga!

Ceramah Singkat #4: Berbakti kepada Orang Tua

(sumber: buku Kumpulan Materi Kultum, Ceramah, dan Khutbah karya Abu Mujahid)

"Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" (QS. Al-Israa': 23).

Kedua orang tua adalah manusia yang paling berjasa dan utama bagi diri seseorang. Allah telah memerintahkan dalam berbagai ayatNya di dalam Al-Quran agar kita berbakti kepada mereka.

Dalam beberapa ayatNya, Allah menyebutkan perintah tersebut beriringan dengan pentauhidan-Nya. Seakan-akan Allah berpesan kepada kita bahwa kedudukan mereka adalah yang kedua setelah kita mentauhidkanNya.

Setelah hak Allah terpenuhi, maka hak terbesar setelahnya adalah hak kedua orang tua kita yang wajib untuk ditunaikan, baik ketika keduanya masih hidup atau telah wafat.

Bahkan, keridhaan mereka adalah penentu keridhaan Rabb kita, Allah. Rasulullah bersabda, "Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua" (HR. Tirmidzi. Lihat Silsilah Al-Hadits Ash-Shahiihah No. 516).

Dan kedurhakaan kepada mereka adalah di antara dosa yang paling besar. Rasulullah bersabda, "Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar? Beliau bertanya sampai 3 kali. Para sahabat berkata, "Tentu, ya, Rasulullah". Rasulullah bersabda, "Syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua" (HR. Bukhari dan Muslim).

Di antara hak orang tua ketika masih hidup adalah:

Pertama, orang tua berhak untuk ditaati selama perintahnya tidak dalam rangka tidak mendurhakai atau mempersekutukan Allah. Allah berfirman, "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya" (QS. Luqman: 15).

Rasululah bersabda, "Tidak ada ketaatan untuk mendurhakai Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam melakukan kebaikan" (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, orang tua berhak untuk mendapat perilaku yang baik dan hormat. Allah berfirman, "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu bapaknya" (QS. Al-Ahqaf: 15).

Perintah berbuat baik ini lebih ditekankan jika usia kedua orangtua semakin tua dan lanjut hingga kondisi mereka melemah dan sangat membutuhkan bantuan dan perhatian dari anaknya. Allah berfirman, "Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.

Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: 'Wahai, Rabb-ku, kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. Al-Isra': 23-24).

Dalam ayat ini, berbuat baik kepada Ibu Bapak merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini (Lihat Al-Adaabusy Syar'iyyah 1/434).

Di dalam sebuah haditsnya, Rasulullah bersabda, "Sungguh merugi, sungguh merugi, dan sungguh merugi orang yang mendapatkan kedua orang tuanya yang sudah renta atau salah seorang dari mereka kemudian hal itu tidak dapat memasukkannya ke dalam Surga" (HR. Muslim).

Ketiga, orang tua berhak untuk mendapat kata-kata yang lembut ketika kita berbicara kepada mereka. Berbicara dengan lembut merupakan kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua dan merendahkan diri di hadapan mereka.

Allah berfirman, "Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia" (QS. Al-Israa': 23). Oleh karena itu, berbicaralah kepada mereka berdua dengan ucapan yang lemah lembut dan baik serta dengan lafazh yang bagus.

Keempat, orang tua berhak untuk mendapat harta dari kita. Seorang laki-laki pernah menemui Nabi dan berkata, "Ayahku ingin mengambil hartaku". Maka Nabi bersabda kepadanya, "Kamu dan hartamu milik ayahmu" (HR. Ahmad dan lainnya.

Hadits ini tertera dalam kitab Shahiihul Jaami no. 1486). Oleh sebab itu, hendaknya seseorang tidak bersikap bakhil (kikir) terhadap orang yang menyebabkan keberadaan dirinya, memeliharanya ketika kecil dan lemah, serta telah berbuat baik kepadanya, yaitu orang tuanya.

Kelima, orang tua berhak dimintai izin. Wajib bagi kita untuk meminta izin mereka sebelum bepergian. Seorang laki-laki berhijrah dari negeri Yaman, kemudian Nabi bertanya kepadanya, "Apakah kamu masih mempunyai kerabat di Yaman?" Laki-laki itu menjawab, "Masih, yaitu kedua orang tuaku".

Rasulullah kembali bertanya, "Apakah mereka berdua mengizinkanmu (hijrah ke Madinah)?" Laki-laki itu menjawab, "Tidak". Lantas, Nabi bersabda, "Kembalilah kamu kepada mereka dan mintalah izin dari mereka. Jika mereka mengizinkan, maka kamu boleh ikut berjihad, namun jika tidak, maka berbaktilah kepada keduanya" (HR. Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dan ia menshahihkannya).

Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah dan berkata, "Aku datang membaiatmu untuk hijrah dan kutinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan mereka menangisi kepergianku. Maka Nabi bersabda, "Pulanglah dan buatlah mereka tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka menangis" (HR. Abu Dawud dan lainnya. Lihat kitab Shahiih Abi Dawud no. 2205).

Keenam, tidak mencela orang tua atau tidak menyebabkan mereka dicela orang lain. Mencela orang tua dan menyebabkan mereka dicela orang lain termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah bersabda, Termasuk dosa besar adalah seseorang mencela orang tuanya."

Para Sahabat bertanya, "Ya, Rasulullah, apa ada orang yang mencela orang tuanya?" Beliau menjawab, "Ada. la mencela ayah orang lain kemudian orang itu membalas mencela orang tuanya. la mencela ibu orang lain lalu orang itu membalas mencela ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Di antara hak orang tua setelah mereka meninggal adalah:

Pertama, menyalati mereka. Maksud menyalati di sini adalah tidak semata menyalati jenazah, tetapi lebih dari itu yaitu mendoakan keduanya, karena sholat juga bermakna doa. Oleh karena itu, seorang anak hendaknya senantiasa mendoakan kedua orang tuanya setelah mereka meninggal daripada ketika masih hidup.

Apabila anak itu mendoakan keduanya, niscaya kebaikan mereka berdua akan semakin bertambah. Rasulullah bersabda, "Apabila manusia telah meninggal, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akan dirinya" (HR. Muslim). Termasuk di dalamnya adalah beristighfar untuk mereka. Allah menceritakan kisah Ibrahim Alaihissalam dalam Al-Quran, di mana beliau berdoa, "Ya, Rabb kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku" (QS. Ibrahim: 41).

Kedua, menunaikan janji dan wasiat mereka, dan melanjutkan kebiasaan baiknya. Hendaknya seseorang menunaikan wasiat orang tua dan melanjutkan secara berkesinambungan amalan-amalan kebaikan yang dahulu pernah dilakukan keduanya.

Sebab, pahala akan terus mengalir kepada mereka berdua apabila amalan kebaikan yang dulu pernah dilakukan dilanjutkan oleh anak mereka.

Ketiga, memuliakan teman mereka di masa hidupnya. Memuliakan teman kedua orang tua juga termasuk berbuat baik kepada orang tua. Ibnu Umar pernah berpapasan dengan seorang Arab Badui di jalan menuju Makkah.

Kemudian, Ibnu Umar mengucapkan salam kepadanya dan mempersilakannya naik ke atas keledai yang ia tunggangi. Selanjutnya, ia juga memberikan sorbannya yang ia pakai. Ibnu Dinar berkata, "Semoga Allah memuliakanmu. Mereka itu orang Arab Badui dan mereka sudah biasa berjalan".

Ibnu Umar berkata, "Sungguh dulu ayahnya adalah teman Umar bin al-Khaththab (ayah Ibnu umar) dan aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya bakti anak yang terbaik ialah seorang anak yang menyambung tali persahabatan dengan keluarga teman ayahnya setelah ayahnya tersebut meninggal" (HR. Muslim).

Keempat, menyambung tali silaturrahim dengan kerabat mereka. Hendaknya seseorang menyambung tali silaturrahim dengan semua kerabat yang silsilah keturunannya bersambung dengan ayah dan ibu, seperti paman dari pihak ayah dan ibu, bibi dari pihak ayah dan ibu, kakek, nenek, dan anak-anak mereka semua.

Bagi yang melakukannya, berarti ia telah menyambung tali silaturahim kedua orang tuanya dan telah berbakti kepada mereka. Rasulullah pernah bersabda, "Barangsiapa ingin menyambung silaturahim ayahnya yang ada di kuburannya, maka sambunglah tali silaturahim dengan saudara-saudara ayahnya setelah ia meninggal" (HR. Ibnu Hibban no. 433. Lihat Shahiihul Jaami no. 5960).

Berbakti kepada kedua orang tua tentu saja merupakan amalan yang sangat mulia. Allah memberikan keutamaan yang besar bagi mereka yang mampu melakukannya.

Abdullah bin Mas'ud pernah bertanya kepada Rasulullah, "Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?" Rasulullah *bersabda, "Sholat tepat pada waktunya" Kemudian beliau bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasulullah bersabda, "Berbuat baik kepada kedua orang tua". Kemudian beliau bertanya lagi, "Kemudian apa lagi?" Rasulullah bersabda, "Berjihad di jalan Allah" (HR. Bukhari dan Muslim).

Berbakti kepada kedua orang tua, merupakan salah satu sebab diampuninya dosa. Allah berfirman, "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya...", kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya, "Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka" (QS. Al-Ahqaf 15-16).

Diriwayatkan oleh ibnu Umar, bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?", Maka Rasulullah bersabda, "Apakah Ibumu masih hidup?", dia berkata, "Tidak". Rasulullah bersabda, "Bagaimana dengan bibimu, masih hidup?", dia berkata, "Ya". Maka Rasulullah bersabda, "Berbuat baiklah kepadanya". (HR. Tirmidzi. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami'ul Ushul (1/406).

Berbakti kepada kedua orang tua, juga termasuk sebab masuknya seseorang ke surga. Abu Hurairah berkata, "Saya mendengar Rasulullah bersabda, "Celakalah dia, celakalah dia". Rasulullah ditanya, "Siapa wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda, "Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga" (HR. Muslim).

Dalam riwayat lainnya, Jaahimah pernah datang kepada Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada Anda". Maka Rasulullah bersabda, "Apakah kamu masih memiliki Ibu?" Dia berkata, "Ya". Rasulullah bersabda, "Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya". (HR. Nasa'i dan Ahmad. Lihat Shahihul Jaami No. 1248)

Demikian. Semoga kita mampu berbakti kepada kedua orang tua, saat mereka masih hidup dan setelah meninggal dunia. Wallahu a'lam.

Ceramah Singkat #5: Pelajaran dari Kematian

(sumber: buku Kumpulan Materi Kultum, Ceramah, dan Khutbah karya Abu Mujahid)

"Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas" (HR. Ibnu Majah)

Belia, muda, maupun tua, semua akan mati. Kemarin, barangkali kita melihat saudara kita dalam keadaan sehat, bugar, muda dan kuat. Namun hari ini, ternyata ia telah pergi meninggalkan kita, menghadap Rabbnya di sana.

Padahal kemarin, barangkali kita melihat seorang tua yang renta, dalam keadaan payah dan susah, yang mungkin umurnya tidak lama lagi dalam hitungan kita, ternyata masih mampu berjalan di muka bumi dengan nafasnya yang terus berhembus.

Begitulah maut. Tak satu pun kita tahu kapan ia datang menjemput. Entah esok atau lusa, entahlah. Namun kematian saudara kita, sudah cukup sebagai pengingat dan penyadar dari kelalaian kita, bahwa kita pun akan sama dengannya, akan kembali kepada Allah Rabbul Izzati.

Dunia akan kita tinggalkan di belakang, akhirat akan kita temui di depan. la akan datang pada waktu yang ditentukan. Allah berfirman, "Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al A'raf: 34).

Ajal dan kematian adalah hal yang akan senantiasa meliputi manusia seluruhnya. Nabi pernah membuat gambar persegi empat, lalu menggambar garis panjang di tengah persegi empat tadi dan keluar melewati batas persegi itu.

Kemudian beliau juga membuat garis-garis kecil di dalam persegi tadi, di samping garis panjang tadi. Dan beliau bersabda, "Ini adalah manusia, dan (persegi empat) ini adalah ajal yang mengelilinginya, dan garis (panjang) yang keluar ini, adalah cita-citanya."

"Dan garis-garis kecil ini adalah penghalang-penghalangnya. Jika tidak (terjebak) dengan (garis) yang ini, maka kena (garis) yang ini. Jika tidak kena (garis) yang itu, maka kena (garis) yang setelahnya. Jika tidak mengenai semua (penghalang) tadi, maka dia pasti tertimpa ketuarentaan."(HR. Bukhari).

Beliau menjelaskan garis lurus yang terdapat di dalam gambar adalah manusia, gambar empat persegi yang melingkarinya adalah ajalnya, satu garis lurus yang keluar melewati gambar merupakan harapan dan angan-angannya, sementara garis-garis kecil yang ada di sekitar garis lurus dalam gambar adalah musibah yang selalu menghadang manusia dalam kehidupannya di dunia.

Dalam gambar tersebut, beliau menjelaskan tentang hakikat kehidupan manusia yang memiliki harapan, angan-angan dan cita-cita yang jauh ke depan untuk menggapai segala yang ia inginkan di dalam kehidupan yang fana ini, dan ajal yang mengelilinginya yang selalu mengintainya setiap saat sehingga membuat manusia tidak mampu menghindar dari lingkaran ajalnya.

Sementara itu, di dalam kehidupannya, manusia akan selalu menghadapi berbagai musibah yang mengancam eksistensinya, jika ia dapat terhindar dari satu musibah, musibah lainnya siap menghadang dan membinasakannya dan seandainya ia terhindar dari seluruh musibah, ajal yang pasti datang suatu saat akan merenggutnya.

Nah, jika demikian, maka bagaimana mungkin manusia dapat lari dan selamat dari kematian?

Umur kita di dunia ini terbatas dan hanya sebentar. Orang yang berakal, sepantasnya tidak tertipu dengan gemerlapnya dunia, sehingga melupakan bekal menuju akhiratnya. Rasulullah bersabda, "Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun. Dan sangat sedikit di antara mereka yang melewati itu." (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi. Lihat Ash-Shahihah).

Tak salah, jika panutan kita yang mulia, Rasulullah mewasiatkan kita untuk banyak mengingat mati. Beliau bersabda, "Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan" (HR. An-Nasai, Tirmidzi dan Ibnu Majah.

Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al-Albani). Yang dimaksud dalam hadits ini adalah kematian. la disebut sebagai "pemutus" karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia. Oleh karena ia adalah perintah dari Rasulullah, maka 'mengingat kematian' adalah ibadah. Seseorang akan mendapatkan ganjaran pahala karena telah mematuhi perintah Nabi-Nya.

Ibnu 'Umar pernah berkata, "Aku pernah bersama Rasulullah, lalu seorang Anshar mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, "Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?" Beliau bersabda, "Yang paling baik akhlaknya." Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, "Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas." (HR. Ibnu Majah. Hadits ini hasan menurut Syaikh Al-Albani).

Rasulullah bersabda, "Perbanyaklah mengingat pemutuskan kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya." (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Al Jami').

Mengingat kematian, akan menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah. Barangsiapa yang mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya di dunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban di hadapan-Nya.

Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi bersabda, "Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian), karena jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat)." (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi. Hadits ini hasan menurut Syaikh Al-Albani).

Mengingat kematian, akan membuat kita tidak berlaku zhalim kepada yang lainnya. Allah Ta'ala berfirman, "Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan." (QS. Al Muthaffifin: 4).

Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zhalim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zhalim seperti itu.

Mengingat kematian, akan membantu kita dalam menggapai kekhusyu'an dalam sholat. Nabi bersabda, "Ingatlah kematian dalam sholatmu, karena jika seseorang mengingat mati dalam sholatnya, maka ia akan memperbagus sholatnya.

Sholatlah seperti sholat orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan sholat yang lainnya" (HR. Ad-Dailamı dalam musnad Al-Firdaus. Hadits ini hasan menurut Syaikh Al-Albani).

Para sahabat dan ulama terdahulu, banyak menasehati kita untuk mengingat kematian. Abu Darda' berkata, "Jika mengingat mati, maka anggaplah dirimu akan seperti orang-orang yang telah meninggalkanmu."

Ad-Daqqaq rahimahullah berkata, "Barangsiapa yang banyak mengingat kematian maka dimuliakan dengan tiga hal: "Bersegera taubat, puas hati dan semangat ibadah, dan barangsiapa yang lupa kematian diberikan hukuman dengan tiga hal; menunda taubat, tidak ridha dengan keadaan dan malas ibadah" (Lihat kitab At-Tadzkirah fi Ahwal Al Mauta wa Umur Al-Akhirah, karya Al- Qurthuby).

Seseorang hendaknya memanfaatkan hidupnya dengan sebaik-baiknya, mengisinya dengan amal shalih sebelum kematian itu datang. Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma bercerita, Rasulullah memegang pundakku, lalu bersabda, "Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah seorang yang asing atau seorang musafir."

Dan Ibnu Umar mengatakan, "Jika engkau masuk waktu subuh, maka janganlah engkau menanti sore. Jika engkau masuk waktu sore, maka janganlah engkau menanti subuh. Ambillah dari kesehatanmu untuk sakitmu. Dan ambillah dari hidupmu untuk matimu." (HR. Bukhari).

Hendaklah setiap orang waspada terhadap angan-angan panjang umur, sehingga menangguhkan amal shalih. Nabi bersabda, "Anak Adam semakin tua, dan dua perkara semakin besar juga bersamanya: cinta harta dan panjang umur" (HR Bukhari).

Al-Bara berkata, "Kami bersama Rasulullah pada suatu jenazah, lalu beliau duduk di tepi kubur, kemudian beliau menangis sehingga tanah menjadi basah, lalu beliau bersabda, "Wahal, saudara-saudaraku! Maka persiapkanlah untuk yang seperti inil" (HR. Ibnu, Hadits ini hasan menurut Syaikh Al-Albani).

Ar-Rabi' bin Khutsaim, pernah menggali kubur di rumahnya. Jika dirinya dalam kotor (penuh dosa), ia bergegas memasuki lubang tersebut, berbaring dan berdiam di sana. Lalu ia membaca firman Allah Ta'ala, "(Ketika datang kematian pada seseorang, lalu la berkata): Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan" (QS. Al Mu'minuun: 99-100). la pun terus mengulanginya dan ia berkata pada dirinya, "Wahai Rabi, mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)! Beramallah".

Ali bin Thalib mengingatkan, "Dunia sudah pergi meninggalkan, dan akhirat datang menghampiri, dan setiap dan keduanya ada pengekornya, maka jadilah kalian dari orang-orang yang mendambakan kehidupan akhirat dan jangan kalian menjadi orang-orang yang mendambakan dunia, karena sesungguhnya hari ini (di dunia) yang ada hanya amal perbuatan dan tidak ada hitungan dan besok (di akhirat) yang ada hanya hitungan tidak ada amal." (Lihat kitab Shahih Bukhari).

Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut itu datang. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisi kita. Ibu yang penuh kasih juga hadir di sana. Demikian pula istri terkasih dan anak-anak yang kita banggakan, yang besar maupun yang kecil.

Semua ada di sekitar kita. Mereka memandangi dengan pandangan sayang dan penuh kasih. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka berharap dan berangan-angan, andai kita bisa tetap tinggal bersama mereka.

Namun, alangkah mustahil anagan-angan itu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.

Oleh karenanya, sekaranglah saatnya. Persiapkan bekal-bekal untuk menyongsongnya. Jangan sampai kita menyesal kala kematian telah datang, tiada berbekal dan berharap penangguhan. "Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, 'Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?" (QS. Al-Munafiqun: 10).

Hamid Al-Qaishari berkata mengingatkan kita semua, "Kita semua telah meyakini kematian, tetapi kita tidak melihat orang yang bersiap-siap menghadapinya! Kita semua telah meyakini adanya surga, tetapi kita tidak melihat orang yang beramal untuknya! Kita semua telah meyakini adanya neraka, tetapi kita tidak melihat orang yang takut terhadapnya! (Mukhtashar Minhajul Qashidin).

Jika demikian halnya, buktikan bahwa kita memang benar-benar meyakini kematian, surga dan neraka! Sekali lagi, agar kita tidak menyesal di kemudian hari, dengan penyesalan yang tak berarti. Wallahu waliyyut-taufiq.

Ceramah Singkat #6: Sabar Berbuah Manis

(sumber: tulisan Ustadz M Taufiq Affandi dalam situs resmi University of Darussalam Gontor)

Adalah sebuah kebahagiaan yang teramat besar bagi kita bahwa tahun ini kita dapat bertemu kembali dengan bulan Ramadhan. Dengan berpuasa pada bulan ini, kita memiliki kesempatan untuk mengasah kesabaran kita.

Melatih kesabaran memang berat dan terkadang pahit, namun buahnya sangat manis. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 153:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

yā ayyuhallażīna āmanusta'īnụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, innallāha ma'aṣ-ṣābirīn

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.

Dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa Allah bersama orang-orang yang sabar. Apa yang lebih indah... apa yang lebih manis dari kebersamaan dengan Allah. Bahkan dalam surat Ali Imran ayat 146, Allah berfirman:

وَاللّٰهُ يُحِبُّ الصّٰبِرِيْنَ

Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar. Bukankah sungguh manis jika kita dicintai oleh Allah.

Apa sebenarnya sabar itu? Dalam bahasa Arab, secara bahasa sabar berarti radhiya (ridha), tajallada (mengikat) tahammala (beratahan), ihtamala (menahan), dan dalam menghadapi sesuatu fi huduu' wa ithmi'naan (dalam ketenangan) dan duuna syakwaa (tanpa mengeluh).

Namun tentunya untuk mencapai tingkatan itu tidaklah mudah. Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 45

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ

wasta'īnụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, wa innahā lakabīratun illā 'alal-khāsyi'īn

Artinya: Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan (sholat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

Mengapa berat? Karena sebagaimana arti bahasanya sendiri, dalam bersabar kita harus mampu menahan diri dan bertahan dari hal-hal yang menggoda kita, dari hal-hal yang tampaknya menyenangkan dan memberikan kenikmatan.

Jika kita berkaca dari kisah Nabi Yusuf dalam Al-Quran. Setidaknya ada 3 jenis kesabaran yang harus kita asah. Yaitu sabar menahan amarah, melawan godaan nafsu, dan menghadapi cobaan.

Bentuk kesabaran yang pertama adalah sabar dalam menahan amarah. Saat Nabi Ya'qub (Ayah Nabi Yusuf) menerima kabar bahwa Nabi Yusuf dimakan oleh serigala, yang ia katakan adalah "fashabrun jamiil". Hal ini terekam dalam Surat Yusuf ayat 189:

wa jā`ụ 'alā qamīṣihī bidaming każib, qāla bal sawwalat lakum anfusukum amrā, fa ṣabrun jamīl, wallāhul-musta'ānu 'alā mā taṣifụn

Artinya: Dan mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) darah palsu. Dia (Yakub) berkata, "Sebenarnya hanya dirimu sendirilah yang memandang baik urusan yang buruk itu; maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan."

Kesabaran menahan amarah juga ditunjukkan oleh Nabi Yusuf. Di penghujung kisah Nabi Yusuf, saat Nabi Yusuf telah menjadi orang besar dan para saudaranya yang dahulu kini meminta maaf padanya, beliau tidak memarahi ataupun mencaci maki. Justru beliau berkata, sebagaimana terekam di dalam Al-Quran:

قَالَ لَا تَثْرِيْبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَۗ يَغْفِرُ اللّٰهُ لَكُمْ ۖوَهُوَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ

qāla lā taṡrība 'alaikumul-yaụm, yagfirullāhu lakum wa huwa ar-ḥamur-rāḥimīn

Dia (Yusuf) berkata, "Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf: 92)

Bayangkan, bukan hanya tidak mencela, beliau bahkan mendoakan dan menghibur saudara-saudaranya tersebut. Luar biasa tingkat kesabaran yang beliau tunjukkan.

Dan sungguh tepat momentum Ramadhan ini kita gunakan untuk lebih bersabar dalam menahan amarah. Dalam kitab shahih Muslim kita menemukan Hadith Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

"‏ إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ فَإِنِ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ ‏"

Artinya: Jika salah seorang diantara kamu berpuasa, hendaklah dia tidak berkata-kata yang kotor ataupun melakukan perbuatan yang bodoh. Dan jika ada seseorang yang mencelanya atau mengajaknya bertengkar maka hendaklah ia berkata, "Sesungguhnya aku seorang yang berpuasa, sesungguhnya aku seorang yang berpuasa." (HR. Muslim)

Tentu tidak mudah, dan tidak ringan menahan amarah.

Yang kedua, kita harus sabar melawan godaan hawa nafsu. Ketika Nabi Yusuf beranjak dewasa, ia sempat digoda oleh seorang wanita untuk melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Bagaimana sikap beliau? Beliau berlindung kepada Allah dan berlari menjauhi godaan itu. Dalam Surat Yusuf ayat 23, Allah menceritakan kisah ini:

وَرَاوَدَتْهُ الَّتِيْ هُوَ فِيْ بَيْتِهَا عَنْ نَّفْسِهٖ وَغَلَّقَتِ الْاَبْوَابَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۗقَالَ مَعَاذَ اللّٰهِ اِنَّهٗ رَبِّيْٓ اَحْسَنَ مَثْوَايَۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ

wa rāwadat-hullatī huwa fī baitihā 'an nafsihī wa gallaqatil-abwāba wa qālat haita lak, qāla ma'āżallāhi innahụ rabbī aḥsana maṡwāy, innahụ lā yufliḥuẓ-ẓālimụn

Artinya: Dan perempuan yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya menggoda dirinya. Dan dia menutup pintu-pintu, lalu berkata, "Marilah mendekat kepadaku." Yusuf berkata, "Aku berlindung kepada Allah, sungguh, tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang yang zalim itu tidak akan beruntung.

Yang ketiga, kita juga harus sabar dalam menghadapi musibah. Dalam Surat Yusuf Allah mengisahkan bagaimana sang Raja bermimpi melihat melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus; tujuh tangkai gandum yang hijau dan tujuh tangkai lainnya yang kering.

Nabi Yusuf menakwilkan mimpi itu sebagaimana berikut:

"Dia (Yusuf) berkata, "Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan.

Kemudian setelah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan.

Setelah itu akan datang tahun, di mana manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur)." (QS Yusuf 47-49)

Dapat kita lihat, bahwa dengan kesabaran, mereka akhirnya bisa melewati cobaan berupa masa-masa yang sulit. Dan tujuh tahun yang sulit itu, saat dilewati dengan penuh kesabaran, akhirnya membuahkan tahun yang manis.

Ceramah Singkat #7: Sholat Mencegah Kemungkaran dan Membangun Harmoni Sosial

(sumber: tulisan Syibli Syarjaya dalam buku Hari Besar Islam terbitan Ditjen Bimas Islam Kemenag RI)

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Rabbun Ghafur, yang telah memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada kita, sehingga pada malam hari ini, kita dapat berkumpul di tempat ini, dalam rangka memperingati Isra dan Mi'raj Rasulullah SAW.

Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Islam adalah agama terakhir. Dibawa oleh Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai penyempurna ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh para Nabi sebelumnya. Karena itulah, ajaran Islam berfungsi dan berperan sebagai pelurus, pembenar, pemurni, dan penyempurna terhadap ajaran-ajaran agama sebelumnya, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Maidah: 48

وأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الكتب بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ

Islam datang, dengan membawa indahnya kesempurnaan tatanan hidup, baik dalam kaitannya dengan hubungan manusia dengan sang pencipta, (hablum minallah), maupun dalam tatanan hubungan antarsesama manusia, (hablum minannas).

Di antara manifestasi hubungan antara Khaliq dengan makhluk (hablun minanallah), adalah ibadah sholat yang diwajibkan oleh Allah SWT, pada malam Isra dan Mi'raj, sebagaimana pernyataan Rasulullah sendiri, bahwa sholat difardukan pada malam Isra dan Mi'raj.

Dalam Al-Quran, ada dua kualifikasi orang-orang yang melaksanakan sholat, yaitu: khaasyi'uun dan saahuun.

Khosyi'uun adalah orang-orang yang sholatnya khusyu, niatnya ikhlas, kaifiyatnya atau caranya benar, sikap hidupnya tegas, suka kerja keras, benteng pertahanan dan penangkal maksiatnya handal, memiliki pengaruh bagi pencegahan perbuatan keji dan mungkar, serta dapat menempa pribadinya, sehingga memiliki kesalehan individual dan kesalehan sosial. (QS. al-Baqarah: 45-46; al-Ankabut: 45; al-Mukminun: 1-11).

اتل ما أُوحِيَ إِلَيْك من الكتب وأَقِمِ الصَّلوةَ إن الصلوة تَنْهَى عَن الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِوَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut: 45)

Ayat tersebut di atas memerintahkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya, agar berinteraksi dengan Al-Quran, dengan cara membaca, mentadaruskan, memahami, menghayati, dan mengamalkan apa yang telah diwahyukan Allah kepadanya, kemudian melaksanakan sholat secara berkesinambungan dan khusyu', sesuai dengan syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya.

Karena sholat yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan khusyu, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, pasti akan mencegah pelakunya untuk terjerumus ke lembah kekejian dan kemungkaran karena kemampuannya dalam mentransformasikan nilai-nilai sholat.

Karena substansi sholat adalah mengingat Allah. Orang yang mengingat Allah hatinya akan tenang, jiwanya bersih dan dia akan terpelihara dari kedurhakaan, kedurjanaan dan perbuatan dosa.

Sedangkan Saahuun adalah orang-orang yang lalai dalam sholatnya, yang selalu memamerkan kebaikan, mengharapkan pujian dan sanjungan, tidak memiliki kepedulian, sikap hidupnya pemalas, menghindari kerja keras, lebih menyukai pemberian dari pada memberi, egois dan tinggi hati (QS. Al-Ma'un: 4-7).

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُراءُونَ. وَيَمْنعُونَ الْمَاعُونَ .

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari sholatnya, orang-orang yang berbuat riya, dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Dalam Islam, sholat merupakan salah satu media komunikasi langsung antara seorang hamba dengan Sang Khaliq yang tidak memerlukan perantara. Tidak ada penghalang apapun untuk dapat didirikan, karena setiap kita memiliki dimensi ketuhanan yang bersemayam di hati yang perlu terus disucikan dengan berbagai ibadah, seperti sholat.

Sholat adalah bentuk hubungan universal dan integral antara gerakan hati, lisan dan anggota badan untuk menumbuhkan sinergi positif, bagi pelakunya dan lingkungan. Di samping itu, sholat adalah wujud kepasrahan hati, ketundukkan pikiran dan jiwa, ungkapan lisan dan perasaan, melalui gerak jasadi dan ruhani, untuk mengingat Allah Robbul 'izzati.

Sholat, juga melatih diri untuk hidup selalu istianah (memohon pertolongan hanya kepada Allah), istiqomah (selalu konsisten dalam sikap, ucapan dan perbuatan) dan, istithaah (mengerahkan kemampuan yang optimal untuk melaksanakan ibadah kepada Allah).

Dengan sikap istianah, istiqamah dan istithaah yang dilatihkan di dalam sholat, maka Allah akan menurunkan malaikat yang membimbing, memberikan petunjuk hidup, mencabut rasa takut, menghilangkan rasa cemas, dan terhindar dari putus asa, dengan memberi jaminan syurga kepada hamba-Nya. Allah SWT. berfirman dalam surat Fushshilat ayat 30:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وأبشروا بالجنة الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah (Syurga) yang Telah dijanjikan Allah kepadamu".

Ibadah sholat merupakan media ketundukan dan kepasrahan total dalam Islam, sehingga sholat dalam Islam difungsikan sebagai tiang agama, karena pada sholat terdapat pelaksanaan empat rukun Islam yang lainnya.

Di dalam sholat ada syahadat sebagai penyaksian atas keesaan Tuhan dan kerasulan Muhammad. Ada ajaran zakat karena sholat diakhiri dengan 'salam ke kanan dan ke kiri, yang mempunyai makna kepedulian sosial, demikian pula shaum ada pada sholat, karena orang yang sedang sholat tidak boleh makan, minum dan berkata-kata selain bacaan sholat, dan di dalam sholat juga ada pelaksanaan ibadah haji, karena sholat tidak sah tanpa menghadap qiblat. Rasulullah SAW bersabda:

الصلاة عماد الدين فمن أقامها فقد أقام الدين وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدين

"Sholat itu tiang agama. Barangsiapa yang mendirikan sholat maka dia menegakkan agama. Sebaliknya barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah merobohkan agama" (HR. Baihaqi).

Namun pada kenyataannya, banyak orang yang melakukan sholat, tetapi mereka tidak berhenti melakukan perbuatan keji, masih mengerjakan perbuatan yang mungkar, dan tidak melakukan kebaikan.

Akhlak mereka buruk dan gaya bicara mereka kasar serta tidak sopan. Hal itu tiada lain karena shalat mereka dilakukannya asal-asalan dan tidak khusyu, sehingga belum berpengaruh positif dan berperan aktif, bagi penanggulangan kejahatan dan sifat-sifat kejelekan, serta perbuatan kenistaan dan kemungkaran.

ان الصلوة تنهى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَر

"Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar." (Al-Ankabut: 45).

Kenyataan membuktikan, bahwa orang yang menegakkan sholat dengan benar dan khusyu, adalah orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin jauh seseorang dari sholat, semakin terbuka peluang berbuat maksiat dan tindakan kriminal.

Sedangkan sholat yang dapat mencegah kemungkaran dan perbuatan keji, serta akan memperoleh kebahagian hidup, baik di dunia maupun di akhirat, adalah sholat yang dilaksanakan dengan khusyu. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Mu'minun, ayat 1-2:

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ )

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam sholatnya".

Kemudian Allah memberikan balasan,bagi mereka yang sholatnya khusyu, yaitu dia akan dijadikan sebagai pewaris surga Firdaus:

وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلوهُمْ يُحَافِظُونَ. أُولَيكَ هُمُ الْوَرِثُونَ. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فيها خلدون

Dan orang-orang yang memelihara sholatnya, mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) mereka yang akan mewarisi syurga Firdaus, mereka akan kekal di dalamnya".

Di samping sholat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, serta akan mewarisi surga Firdaus, juga sholat akan dapat melebur dan menghapus dosa, bagaikan orang yang selalu mencuci badannya setiap hari, secara berulang-ulang. Rasulullah SAW, bersabda;

"Tidaklah kalian perhatikan, seandainya ada sungai di depan pintu rumahmu, dan dia mandi setiap hari lima kali, apakah masih ada kotoran yang tersisa?" Mereka menjawab," Tidak ada kotoran yang tersisa sedikit pun." Rasulullah SAW bersabda, "Begitulah perumpamaan sholat lima waktu, di mana Allah menghapus kesalahan-kesalahannya." (HR. Tirmidzi dari Abi Hurairah)"

Kehidupan umat manusia di dunia tidak akan terlepas dari ujian dan cobaan, hal itu tiada lain adalah dalam rangka menilai kesabaran dan ketabahan kita, apakah dia termasuk orang-orang yang benar, atau termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang dusta (al-Ankabut: 2-3).

Apabila diklasifikasikan. Ujian dan cobaan Allah terhadap hamba-Nya, terbagi ke dalam dua bagian, yaitu ujian dalam bentuk kebaikan dan ujian dalam bentuk kejelekan. Ujian dalam bentuk kebaikan yaitu dengan diberinya nikmat, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Sedangkan ujian kejelekan berupa malapetaka, musibah, kesengsaraan dan lain sebagainya, (al-Anbiya: 35).

Dua ujian tersebut menuntut sikap berbeda, yaitu syukur dan sabar. Akan tetapi persoalannya tidak mudah, karena manusia memiliki kecenderungan ingkar dan sombong pada saat ia meraih nikmat, dan berkeluh kesah pada saat ia terkena musibah, inilah karakter manusia secara umum, kecuali orang-orang yang sholat.

Karena orang yang sholat,akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua ujian dan cobaan hidup tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maarij: 19-23

. إن الإنسان خُلِقَ هَلُوعًا. إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَرُوعًا. وَإِذَا مَسَّهُ الخَيْرُ مَنُوعًا. إِلَّا الْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ.

"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan sholat, yang mereka itu tetap mengerjakan sholatnya."

Dari sini dapat dilihat kualitas sholat seseorang, jika masih ada orang yang sholat tetapi ia masih suka berbuat maksiat, sombong, angkuh, dan hidupnya tidak tenang, penuh dengan kegundahan dan kegalauan, serta selalu berkeluh kesah, berarti sholatnya belum berpengaruh ke dalam dirinya, dan belum menjadi penolong baginya. Padahal Allah memerintahkan kepada kita, agar sholat dan sabar dijadikan sebagai penolong bagi kehidupannya. Allah SWT berfirman:

واسْتَعِينوا بالصبر والصلوة وإنها لكبيرة إلا على الجشعين

"Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu" (al-Baqarah: 45).

Ibnu Khaldun seorang sosiolog muslim mengatakan, bahwa manusia adalah mahluk sosial, yang mesti hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya, dan tidak mungkin dapat hidup, tanpa bantuan dan pertolongan serta partisipasi dari orang lain.

Sebagai makhluk sosial, yang saling memiliki ketergantungan satu sama lainnya, maka sholat berjamaah adalah cerminan dari kehidupan bersama yang harus menumbuhkan kepedulian dan harmoni sosial.

Harmoni sosial, dapat tumbuh dan berkembang dari sholat yang dilakukan secara berjamaah, karena sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat. Di mana nilai persaudaraan (ukhuwah), kepatuhan kepada pimpinan, kebersamaan, dan saling mengingatkan antar sesama, dapat dilihat dan diperaktekkan ketika sholat berjama'ah.

Perhatikan gerak gerik shalat berjamaah, di mana ketika imam ruku, maka makmumnya pun harus ruku, di kala imam sujud, makmun pun harus sujud, dan seterusnya. Walaupun mereka (imam dan makmum) sebelumnya berselisih, tidak sefaham, atau bahkan lawan politik sekalipun. Tetapi ketika berjamaah dia harus tunduk dan patuh kepada imam.

Tidak dibenarkan bagi seorang makmum, yang hanya karena dia kurang harmonis dan tidak 'sejalan, atau tidak sefaham dan sealiran dengan imam, kemudian makmum membuat gerakan sendiri, atau bahkan membentuk barisan dan shaf sendiri, (mufaraqah).

Kemudian apabila imam salah, lupa, atau ada yang tertinggal dalam sebagian kegiatan sholatnya, maka makmun tidak boleh mufaraqah (meninggalkan berjama'ah), atau berunjuk rasa, dengan mendirikan jamaah sendiri, tetapi makmun harus tetap mengikuti jama'ah tersebut, dan mengingatkan imam dengan santun dan penuh kesopanan, yaitu dengan mengucapkan tasbih (subhanallah), takbir, atau bacaan lain yang mengandung pemberitahuan dan peringatan kepada imam.

Apabila praktik sholat berjama'ah ini kita implementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, sudah barang pasti kedamaian, kerukunan, ketentraman dan kesejahteraan akan mudah terealisir, dan cita-cita kita untuk mencapai baldatun thayyibatun warabbun gafur, (negara yang damai, aman, dan sejahtera), akan segera menjelma.

Begitu pula halnya dalam proses pemilihan imam sholat, kita patut mengambil contoh dan pelajaran dari proses tersebut. di mana seorang imam harus memenuhi persyaratan dan kriteria-kriteria tertentu, dia harus lebih fasih bacaannya, lebih memahami agamanya, bahkan kematangan usia pun menjadi salah satu pertimbangan. Kalau tidak memenuhi kriteria dan persyaratan tersebut, maka dia harus rela menjadi makmum, bukan membuat kelompok atau jamaah sendiri.

Demikian pula halnya dengan kerapihan dan kelurusan shaf/barisan dalam sholat, hal ini menunjukan kepada kerapihan. ketenangan, keharmonisan, dan kedamaian, serta kerukunan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Namun sebaliknya, jika shaf/barisan sholat jama'ah tersebut tidak lurus, bengkok, atau ada ruang yang kosong, maka hal itu menjadi salah satu indikator kurang rapinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Demikian besar hikmah dari sholat berjamaah, terutama dalam menumbuhkan harmoni sosial, sehingga dalam menutup dan mengakhiri shalatpun, kita diwajibkan untuk mengucapkan salam, dengan menengokkan muka ke kanan dan ke kiri, hingga terlihat jama'ah yang di belakangnya.

Hal ini mengandung hikmah dalam menumbuhkan budaya berbagi, dan peduli, serta terbiasa memberi. Karena imam sebagai pemimpin, harus memperhatikan kondisi makmumnya. Uraian di atas dapat memberikan pelajaran dan pemahaman serta kesan kepada kita, bahwa:

Satu, sholat yang dikerjakan dengan khusyu, baik dan benar pada gilirannya akan berdampak kepada munculnya kesalihan personal dan sosial, memungkinkan pelakunya dapat mencegah kemungkaran baik yang ditimbulkan dari dirinya sendiri, maupun dari luar. Di samping itu, sholat akan mampu menangkal ujian dan cobaan hidup, yang senantiasa di alami oleh umat manusia.

Dua, sholat yang dilakukan secara berjama'ah akan melahirkan harmoni sosial di antara sesama ummat. Di mana praktek sholat berjamaah memberikan contoh kepada kita baik dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Demikian sekelumit uraian tentang hikmah Isra Mi'raj, mudah-mudahan bermanfaat dan menjadi pemicu untuk meningkatkan kualitas sholat kita. Dengan sholat yang khusyu', insya Allah perbuatan keji dan mungkar akan terhindar, dan harmoni sosial akan tumbuh dan berkembang.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Nah, demikian tujuh ceramah singkat untuk berbagai tema mulai dari ceramah tentang ikhlas hingga sholat. Semoga bermanfaat, ya!




(apl/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads