Aksi Mahasiswa UGM Kemah di Balairung Ricuh Usai Ditemui Rektor

Aksi Mahasiswa UGM Kemah di Balairung Ricuh Usai Ditemui Rektor

Adji G Rinepta - detikJogja
Rabu, 21 Mei 2025 19:02 WIB
Rektor UGM menemui aliansi mahasiswa yang berkemah di depan Balairung, Rabu (21/5/2025). Diskusi berlangsung alot, berujung ricuh.
Rektor UGM menemui aliansi mahasiswa yang berkemah di depan Balairung, Rabu (21/5/2025). Diskusi berlangsung alot, berujung ricuh. Foto: Adji G Rinepta/detikJogja
Sleman - Sepekan berkemah di depan Balairung atau gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Aliansi Mahasiswa akhirnya ditemui langsung oleh Rektor UGM, Ova Emilia sore ini. Hanya saja aksi menjadi ricuh usai pertemuan itu karena mahasiswa tak puas dengan hasil diskusi dengan rektor.

Pantauan detikJogja, Ova yang didampingi jajaran rektorat UGM menemui mahasiswa sekitar pukul 16.00 WIB. Kemudian digelar diskusi di halaman Balairung. Para mahasiswa dan rektorat duduk lesehan beralas tikar.

Diskusi dibuka dengan salah seorang mahasiswa membacakan sembilan tuntutan. Di antaranya, menuntut rektorat menyatakan mosi tidak percaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara negara, dan menuntut rektorat untuk menolak seluruh bentuk militerisme di ruang sipil.

Kemudian juga tuntutan soal realokasi anggaran pendidikan, ruang publik yang inklusif, hingga tuntutan melakukan pembacaan ulang terhadap seluruh perangkat penanganan, pencegahan, dan pelaporan kekerasan seksual di UGM.

Rektor UGM menemui aliansi mahasiswa yang berkemah di depan Balairung, Rabu (21/5/2025). Diskusi berlangsung alot, berujung ricuh.Rektor UGM menemui aliansi mahasiswa yang berkemah di depan Balairung, Rabu (21/5/2025). Diskusi berlangsung alot, berujung ricuh. Foto: Adji G Rinepta/detikJogja

"Jadi kami ingin Bu Ova yang sudah hadir di sini memberikan tanggapan terkait tuntutan yang kami berikan," ujar salah satu mahasiswa, Rabu (21/5/2025) sore.

Ova kemudian menjawab semua tuntutan mahasiswa satu per satu. Seperti tuntutan pernyataan mosi tidak percaya kepada lembaga negara, Ova menyebut institusi pendidikan tidak dalam posisi bisa menyatakan mosi tidak percaya.

"Jadi langkah itu (menyatakan mosi tidak percaya) belum sepenuhnya tepat, namun UGM tetap mendorong pemerintah untuk menjalankan pemerintahan yang jujur, bersih, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat," kata Ova.

Kemudian soal tuntutan menolak seluruh bentuk militerisme di ruang sipil, Ova mengatakan bahwa UGM memandang isu ini dalam kerangka kebebasan akademik. "Di mana saat ini UGM juga menyusun naskah akademik yang merangkum poin-poin tersebut," terangnya.

Sedangkan tuntutan soal realokasi anggaran pendidikan nasional, Ova bilang ini merupakan kebijakan nasional yang mungkin dinilai negatif. Namun menurutnya efisiensi anggaran tidak terkait dengan proses pendidikan.

"Kami dalam pertemuan-pertemuan resmi juga menyatakan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan minimal 20 persen anggaran untuk pendidikan, pengembangan SDM," ungkapnya.

Ova melanjutkan, terkait tuntutan ruang inklusif hingga penanganan kasus kekerasan seksual di UGM, ia bilang UGM telah memberikan ruang yang inklusif bagi mahasiswa. Selain itu, juga ada Satgas anti Kekerasan Seksual di UGM menjadi langkah konkret dari kampus.

"Sejak 2022 ada satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, dapat saya katakan mungkin di antara kampus di Indonesia UGM one step ahead," jelas Ova.

Diskusi pun dilanjutkan dengan saling memberi tanggapan. Di beberapa momen tensi diskusi meningkat, mahasiswa juga beberapa kali menyoraki tanggapan dari pihak rektorat. Situasi masih kondusif dan diskusi terus berlanjut.

Setelah lebih dari dua jam diskusi yang cukup alot berjalan, Ova dan jajaran rektorat kemudian meninggalkan lokasi. Mahasiswa yang tidak puas kemudian memaksa agar diskusi terus dilakukan.

Aksi ricuh kemudian terjadi, aliansi mahasiswa terlibat aksi saling dorong dengan personel keamanan kampus. Mahasiswa juga sempat mengejar mobil-mobil dan melarang keluar lingkungan rektorat.

Situasi kemudian berangsur kondusif. Namun pihak kampus masih enggan memberikan keterangan terkait insiden ini.

"Tadi adalah tindakan organik dari temen-temen aliansi mahasiswa karena jawaban yang diberikan oleh rektorat dan bu Ova kurang memuaskan," ujar salah satu mahasiswa yang menyebut dirinya Petruk.

"Untuk malam hari ini masih kita bicarakan, langkah ke depannya kita masih rembukan," sambung dia.

Diberitakan sebelumnya, Aliansi Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menggelar protes dengan cara berkemah sebagai aksi damai di depan Balairung atau gedung rektorat. Aksi tersebut dimulai sejak Rabu (14/5) pekan lalu.

Mereka mendirikan satu tenda besar dan beberapa tenda kecil. Mahasiswa menuntut pejabat rektorat bertanggung jawab atas karut-marutnya penanganan berbagai kasus kekerasan seksual di kampus yang dinilai kurang inklusif.

Mereka juga membawa spanduk besar bertulis 'Universitas Gagal Merakyat', 'Bersama Rakyat UGM Full Melawan'.

Perwakilan Aliansi Mahasiswa UGM, Singo, mengatakan mahasiswa akan bertahan sampai pimpinan kampus yakni Rektor UGM Prof Ova Emilia turun menemui mereka dan mengabulkan segala tuntutannya.

"Tuntutan kami itu sampai rektor turun. Bukan turun dalam arti turun jabatan, tapi turun menemui kami, menyepakati tuntutan-tuntutan kami," kata Singo saat ditemui wartawan, Kamis (15/5/2025).


(dil/ahr)

Hide Ads