Polres Bantul menyebut kasus penipuan dan penggelapan tanah milik Mbah Tupon masih dalam penyelidikan polisi. Jika pelaku terbukti bersalah, pelaku terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara.
"Untuk perkara itu sudah ditangani Polda DIY dan masih dalam penyelidikan," kata Kasi Humas Polres Bantul, AKP I Nengah Jeffry saat dimintai konfirmasi detikJogja, Minggu (27/4/2025).
Jeffry juga memastikan, jika ada dugaan pelanggaran hukum dalam jual beli tanah tentu akan diproses sesuai aturan. Bahkan, pelaku terancam hukuman penjara yang tidak sebentar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau pelaku terbukti bersalah maka bisa disangkakan Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara, untuk Pasal 372 KUHP ancamannya juga maksimal 4 tahun penjara, dan Pasal 263 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara," ucapnya.
Terlepas dari hal tersebut, Jeffry mengaku jika kasus tersebut menggugah kesadaran akan perlindungan hukum bagi warga buta huruf.
"Karena mereka rentan menjadi korban penyalahgunaan wewenang dan perampasan hak atas tanah," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, tanah seluas 1.655 meter persegi milik Tupon (68) warga Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul diduga direbut mafia tanah. Sertifikat tanah miliknya itu tiba-tiba berganti nama dan dijaminkan ke bank.
Putra sulung Tupon, Heri Setiawan (31) menjelaskan masalah ini berawal dari Tupon yang memiliki lahan seluas 2.100 meter persegi dan hendak menjual sebagian tanahnya seluas 298 meter persegi.
Tahun 2020, tanah 298 meter persegi itu dibeli oleh seseorang bernama BR. Karena potongan tanah tersebut tak memiliki akses jalan, menurut Heri, Tupon memberikan tanahnya seluas 90 meter persegi untuk akses jalan.
"Terus sama ngasih RT untuk dibikin gudang RT seluas 54 meter persegi. Terus dipecah," jelas Heri saat ditemui di kediamannya, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Sabtu (26/4/2025).
"(298 meter persegi tanah yang dijual) itu Rp 1 juta per meternya. Itu dari awal bayarnya diangsur, pertama Rp 5 juta, seterusnya diangsur tanpa perjanjian tanpa jatuh tempo," sambungnya.
BR yang memiliki kekurangan pembayaran sebesar Rp 35 juta, kemudian berinisiatif menawari Tupon untuk memecah sertifikat tanah sisa milik Tupon seluas 1.655 meter persegi sesuai nama ketiga anaknya. Pembiayaan pecah sertifikat akan ditanggung BR dengan sisa pembayaran itu.
"Ditawari mau dipecah jadi empat, buat bapak dan ketiga anaknya, yang 1.655 meter itu. Pak BR yang nawari mecah," ujar Heri.
Berbulan-bulan tanpa kejelasan, lanjut Heri, pada bulan Maret 2024 kediamannya didatangi petugas bank yang menanyakan soal tanahnya. Ternyata, sertifikat yang harusnya dipecah malah dibalik nama dan diagunkan ke bank senilai Rp 1,5 Miliar.
"Sekitar Maret 2024, soalnya bank ke sini. Soalnya Indah Fatmawati dari awal meminjam belum ngangsur sama sekali. Sekitar 4 bulan setelah pencairan," ungkap Heri.
"Harusnya dipecah, yang terjadi malah balik nama, atas nama Indah Fatmawati. Nggak tahu saya (orangnya) nggak kenal sama sekali, nggak pernah ketemu," imbuhnya.
Kedatangan Bank tersebut, kata Heri, untuk menginformasikan jika tanah tersebut masuk sebagai agunan pinjaman dan akan dilelang lantaran tidak dibayar angsurannya.
"Cuma ngasih tahu sertifikat sudah dibalik lama, bank ke sini itu sudah pelelangan pertama. Dia bilang mau ke sini lagi mau ngukur ulang," paparnya.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Kanal YouTube Masjid Jogokariyan Diblokir Usai Bahas Konflik Palestina
Israel Ternyata Luncurkan Serangan dari Dalam Wilayah Iran
BPN soal Kemungkinan Tanah Mbah Tupon Kembali: Tunggu Putusan Pengadilan