Di Indonesia, tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu. Peringatan ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Kenapa hari Ibu jatuh tanggal 22 Desember?
Hari Ibu merupakan hari untuk mengenang jasa perempuan dan ibu. Pada tahun 2025 ini, peringatan hari Ibu di Indonesia telah memasuki tahun ke-97. Hal ini menandakan bahwa perempuan dan ibu telah memiliki peran penting bagi Indonesia selama bertahun-tahun.
Ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu bukan asal-asalan. Penetapan tanggal tersebut berhubungan dengan sejarah perjuangan perempuan di Indonesia pada masa penjajahan. Untuk penjelasan lengkapnya, di bawah ini terdapat sejarah serta tokoh dibalik tonggak awal hari Ibu di Indonesia. Yuk, simak penjelasannya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Hari Ibu
Diperingatinya hari Ibu pada 22 Desember tidak terlepas dari Kongres Perempuan Indonesia. Dikutip dari Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025 yang diterbitkan KemenPPPA, para perempuan pejuang pergerakan terinspirasi oleh Sumpah Pemuda dan lagu Indonesia Raya pada 28 Oktober 1928 dari Kongres Pemuda Indonesia. Oleh karena itu, mereka lalu memprakarsai penyelenggaraan Kongres Perempuan Indonesia Pertama pada tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta.
Kongres Perempuan Indonesia tersebut bertujuan untuk mempersatukan cita-cita dan upaya untuk memajukan perempuan Indonesia, serta melaksanakan gabungan di antara perkumpulan perempuan. Merujuk dari buku Sejarah oleh Nana Supriatna, rapat yang diadakan oleh kongres ini membahas mengenai nasib perempuan dalam perwakinan dan poligami.
Pada rapat kongres tersebut, terdapat keputusan penting, yakni pembentukan organisasi federasi mandiri bernama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI). Organisasi ini bertujuan untuk menjalin semangat persatuan dan perjuangan kaum perempuan bersama kaum laki-laki untuk memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Indonesia, serta untuk menaikkan derata perempuan Indonesia. PPPI kemudian berganti nama menjadi Perikatan Perkoempoelan Istri Indonesia (PPII) pada tahun 1929.
Pada tahun 1935, diadakan Kongres Perempuan Indonesia II di Jakarta. Dari kongres kedua ini, terbentuk Badan Kongres Perempuan Indonesia. Selain itu, adanya penetapan fungsi utama perempuan Indonesia sebagai 'Ibu Bangsa' yang bertanggung jawab untuk mengajarkan kesadaran kebangsaan kepada generasi baru.
Kemudian, pada tahun 1938 diadakan Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung. Pada kongres ini disetujui mengenai rencana undang-undang perkawinan modern yang disusun oleh Ny. Mr. Maria Ulfah Santoso. Selain itu, kongres ketiga ini juga membahas mengenai permasalahan politik yang mencakup hak pilih dan dipilih bagi perempuan untuk Badan Perwakilan.
Keputusan penting dari Kongres Perempuan Indonesia III adalah ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai hari Ibu. Penetapan ini kemudian dikukuhkan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Dekrit Presiden Nomor 316 tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur, tertanggal 16 Desember 1959. Kongres Perempuan Indonesia inilah yang menjadi tonggak awal hari Ibu di Indonesia. Sebab itu, tanggal 22 Desember dipilih sebagai hari Ibu karena menjadi bentuk penghargaan bangsa Indonesia terhadap perjuangan dan pengabdian perempuan dalam sejarah kemerdekaan.
Tokoh Kongres Perempuan Indonesia
Adanya peringatan hari Ibu sangat erat dengan Kongres Perempuan Indonesia. Pembentukan kongres ini juga dipelopori oleh beberapa tokoh. Masih merujuk dari buku Sejarah oleh Nana Supriatna dan buku Biografi Tokoh Kongres Perempuan Indonesia Pertama oleh Suratmin dkk, tokoh yang memelopori dan hadir pada kongres tersebut mencakup berikut.
- Ny. Sukanto: wakil dari organisasi Wanito Utomo yang menjadi pelopor sekaligus ketua Kongres Perempuan Indonesia I.
- Nyi Hajar Dewantara: wakil dari organisasi Taman Siswa bagian wanita yang menjadi pelopor dan anggota Kongres Perempuan Indonesia I.
- Nona Suyatin: wakil dari organisasi Pemuda Indonesia bagian keputrian yang menjadi pelopor dan bendahara II di Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. Siti Mujiah: wakil dari organisasi Aisyiyah dan menjabat sebagai wakil ketua Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. Siti Sukaptinah Soenaryo Mangoenpoespito: wakil Jong Islamiten Bond Afdeeling Wanita Yogyakarta dan menjabat sebagai sekretaris I di Kongres Perempuan Indonesia I.
- Nyi Sunaryati Sukemi: wakil dari Pemuda Indonesia bagian keputrian dan menjabat sebagai sekretaris II di kongres sekaligus penulis II panitian Kongres Perempuan Indonesia I.
- Raden Ayu Catharina Sukirin Harjodiningrat: wakil dari Wanita Katolik dan menjabat sebagai bendahara I di Kongres Perempuan Indonesia I.
- Nyi Driyowongso: wakil dari Wanita Partai Sarekat Islam Indonesia dan menjabat sebagai anggota panitia Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. Alfiah Muridan Noto: wakil dari Wanita Partai Sarekat Islam Indonesia dan menjabat sebagai anggota panitia Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. Badiah Muryati Goelarso: wakil dari Jong Java Domes Afdeeling dan menjabat sebagai anggota panitia Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. Hajinah Mawardi: wakil dari organisasi Aisyiyah dan menjabat sebagai anggota Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. Ismudiyati Abdul Rachman Saleh: wakil dari organisasi Wanita Utomo dan menjabat sebagai anggota panitia Kongres Perempuan Indonesia I.
- Ny. R.A. Sutyo Mursandi: wakil dari Wanita Katholik dan menjabat sebagai anggota panitian Kongres Perempuan Indonesia I.
- Raden Ayu Bintang Abdulkadir: wakil dari Wanito Utomo, tetapi tidak duduk sebagai panitia dan tidak dapat hadir karena memiliki anak yang masih terlalu kecil.
Makna Peringatan Hari Ibu
Hari Ibu memiliki makna yang penting dan mendalam bagi perempuan, khususnya ibu. Masih dikutip dari Pedoman Penyelenggaraan Peringatan Hari Ibu ke-97 Tahun 2025 yang diterbitkan KemenPPPA, hari Ibu memiliki makna sebagai penghargaan terhadap jasa seorang ibu dalam keluarga. Hari Ibu juga bentuk penghormatan terhadap peran perempuan baik sebagai ibu, istri, warga negara, anggota masyarakat, serta hamba Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini karena perempuan di Indonesia memiliki peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Selain itu, hari Ibu juga simbol kebangkitan, persatuan, dan kesatuan perjuangan perempuan Indonesia yang erat hubungannya dengan perjuangan banga. Perjuangan dan semangat inilah yang menjadi warisan bagi generasi baru untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang didasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Demikian penjelasan tentang alasan tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu menurut sejarah dan maknanya. Semoga menjawab bagi detikers!
Artikel ini ditulis oleh Desi Rahmawati peserta Program MagangHub Bersertifikat dari Kemnaker di detikcom.
(par/par)












































Komentar Terbanyak
Jawab Sindiran Luhut, UGM Pamerkan Penelitian Bawang Putih
Wisatawan Sambat Kena Getok Harga Sewa Tikar Rp 50 Ribu di Pantai Drini
Jogja Diprediksi Ramai Wisatawan Saat Nataru, GKR Bendara Minta Akamsi Sabar