Ini Hukum Mengurangi Takaran dan Timbangan dalam Perdagangan Menurut Islam

Ini Hukum Mengurangi Takaran dan Timbangan dalam Perdagangan Menurut Islam

Anindya Milagsita - detikJogja
Selasa, 18 Mar 2025 12:53 WIB
Ilustrasi gula
Ilustrasi takaran gula. (Foto: Getty Images/knape)
Jogja -

Islam mengatur berbagai aspek dalam kehidupan umatnya, salah satunya tentang konsep perdagangan. Salah satunya termasuk perkara mengurangi takaran dan timbangan. Lantas, seperti apa hukum melakukannya?

Dijelaskan dalam buku 'Pasar Islami: Penerapan Etika Bisnis Islam bagi Pedagang Sembako' oleh Shepia, dkk., bahwa berdasarkan pandangan ekonomi Islam, terdapat berbagai contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dan dapat dijadikan sebagai teladan bagi umat Islam. Dikatakan bahwa Rasulullah SAW memberi contoh agar kaumnya menerapkan sistem perdagangan yang bermoral.

Tidak hanya sebatas bermoral saja, tetapi beliau juga mencontohkan agar menerapkan perdagangan yang jujur, adil, dan tidak merugikan kedua belah pihak. Inilah yang membuat perdagangan Islam memiliki kerangka hukum tersendiri dalam transaksinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu perkara yang diatur adalah mengenai situasi saat seseorang dengan sengaja mengurangi takaran dan timbangan. Inilah yang membuat setiap muslim perlu untuk memahaminya secara lebih jelas agar dapat dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan sistem perdagangan.

Lantas, bagaimana hukum mengurangi takaran maupun timbangan dalam Islam? Berikut penjelasannya.

ADVERTISEMENT

Hukum Mengurangi Takaran dan Timbangan Menurut Islam

Terkait dengan perdagangan maupun transaksi jual dan beli di dalam Islam terdapat fikih muamalah yang berisikan aturan-aturan yang mengatur setiap umat. Seperti dijelaskan dalam buku 'Perilaku Pebisnis Islam Menurut Fikih Muamalah' oleh Burdatun Nisa' , SH, bahwa Islam memperbolehkan umatnya melakukan akad maupun transaksi.

Baik itu yang melibatkan harta benda maupun saling menukar manfaat sesuai dengan syariat Islam. Tidak terkecuali aturan yang berkaitan dengan transaksi keuangan. Dijelaskan bahwa terdapat kebolehan dan juga keharaman yang terdapat dalam etika bisnis Islam.

Salah satunya mengenai mengurangi timbangan. Perkara ini ternyata termasuk sebagai sesuatu yang tidak diperbolehkan di dalam Islam alias haram hukumnya. Salah satunya dikarenakan terdapat pihak yang dirugikan atas proses jual-beli tersebut.

Hal senada juga dijelaskan dalam buku 'Kinerja Usaha Berbasis Pengamalan Nilai Islam Suatu Pendekatan Penelitian' karya Mahmudin A Sabilalo, dkk., bahwa Rasulullah SAW melarang dengan keras adanya pengurangan timbangan, takaran, dan juga ukuran bagi setiap umatnya selama menjalankan bisnis. Bahkan terdapat anjuran untuk memberikan amanah kepada siapa saja tanpa membeda-bedakan.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa mengurangi timbangan dan takaran merupakan sebuah perbuatan dosa yang besar. Ini dikarenakan perilaku tersebut tidak mencerminkan sikap berbisnis yang adil dan amanah.

Dr Erwandi Tarmizi, Lc, MA, dalam bukunya 'Harta Haram Muamalat Kontemporer (HHMK)' turut memberikan penjelasan bahwa Islam mengharamkan perilaku yang curang, menipu, hingga ketidak jujuran. Salah satunya terkait proses perdagangan. Misalnya saja dengan sengaja mengurangi takaran maupun timbangan.

Merujuk dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa hukum mengurangi timbangan dan takaran dalam Islam adalah haram. Hal ini menunjukkan ada baiknya setiap muslim menghindari perbuatan tersebut dan berpegang pada apa yang telah dianjurkan oleh Rasulullah SAW, yaitu bersikap adil dan amanah.

Dalil Mengurangi Takaran dan Timbangan

Kemudian terdapat sejumlah dalil dan juga riwayat hadits yang dapat menjadi pedoman bagi setiap muslim agar senantiasa menghindari perilaku curang, tidak jujur, maupun menipu. Terutama soal perkara mengurangi takaran dan timbangan dengan sengaja.

Masih merujuk dari buku yang sama, salah satu dalil yang melarang tindakan mengurangi takaran dan timbangan disampaikan melalui firman Allah SWT dalam Al-Quran. Tepatnya di dalam Surat Al-Araaf ayat 85 yang berbunyi:

وَاِلٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًاۗ قَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ قَدْ جَاۤءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِّنْ رَّبِّكُمْ فَاَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ اَشْيَاۤءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَۚ ۝٨٥

Wa ilâ madyana akhâhum syu'aibâ, qâla yâ qaumi'budullâha mâ lakum min ilâhin ghairuh, qad jâ'atkum bayyinatum mir rabbikum fa auful-kaila wal mîzâna wa lâ tabkhasun-nâsa asy-yâ'ahum wa lâ tufsidû fil-ardli ba'da ishlâḫihâ, dzâlikum khairul lakum ing kuntum mu'minîn.

Artinya: "Kepada penduduk Madyan, Kami (utus) saudara mereka, Syuʻaib. Dia berkata, 'Wahai kaumku, sembahlah Allah. Tidak ada bagimu tuhan (yang disembah) selain Dia. Sungguh, telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka, sempurnakanlah takaran dan timbangan, dan janganlah merugikan (hak-hak) orang lain sedikit pun. Jangan (pula) berbuat kerusakan di bumi setelah perbaikannya. Itulah lebih baik bagimu, jika kamu beriman'."

Kemudian di dalam jurnal 'Hukum Kecurangan Timbangan Bagi Pedagang Terhadap Konsep Jual Beli dalam Islam' oleh Indah Nurfaizah A'yunin dan Delta Okta Piana Sari, disampaikan bahwa dasar hukum jual-beli dalam Islam telah disampaikan dalam firman Allah SWT melalui Surat Al-Baqarah ayat 275. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ۝٢٧٥

Alladzîna ya'kulûnar-ribâ lâ yaqûmûna illâ kamâ yaqûmulladzî yatakhabbathuhusy-syaithânu minal-mass, dzâlika bi'annahum qâlû innamal-bai'u mitslur-ribâ, wa aḫallallâhul-bai'a wa ḫarramar-ribâ, fa man jâ'ahû mau'idhatum mir rabbihî fantahâ fa lahû mâ salaf, wa amruhû ilallâh, wa man 'âda fa ulâ'ika ash-ḫâbun-nâr, hum fîhâ khâlidûn.

Artinya: "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya."

Sementara itu, Dr H Rosidi, MA dalam buku 'Metode Dakwah Masyarakat Multikultur' memberikan penjelasan terkait dalil di dalam Al-Quran yang dengan jelas berisikan perintah agar seseorang berbuat adil dan juga bijak. Sebagaimana Allah SWT berfirman di dalam Surat an-Nahl ayat 90:

۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ۝٩٠

Innallâha ya'muru bil-'adli wal-iḫsâni wa îtâ'i dzil-qurbâ wa yan-hâ 'anil-faḫsyâ'i wal-mungkari wal-baghyi ya'idhukum la'allakum tadzakkarûn.

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat."

Kemudian terdapat firman Allah SWT lainnya di dalam Al-Quran yang memerintahkan agar umat-Nya tidak melakukan kecurangan. Salah satunya mengurangi timbangan atau takaran dalam proses jual-beli yang termasuk sebagai dosa besar. Firman Allah SWT dalam Surat Al-Muthaffifin ayat 1-3 menyampaikan:

وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَۙ ۝١ الَّذِيْنَ اِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَۖ ۝٢ وَاِذَا كَالُوْهُمْ اَوْ وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَۗ ۝٣

Wailul lil-muthaffifîn. Alladzîna idzaktâlû 'alan-nâsi yastaufûn. Wa idzâ kâlûhum aw wazanûhum yukhsirûn.

Artinya: "Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (Mereka adalah) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. (Sebaliknya,) apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka kurangi."

Demikian tadi penjelasan mengenai hukum mengurangi takaran dan timbangan menurut Islam lengkap dengan dalilnya. Semoga membantu.




(sto/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads