Presiden Korsel Terancam Hukuman Mati Usai Umumkan Darurat Militer

Internasional

Presiden Korsel Terancam Hukuman Mati Usai Umumkan Darurat Militer

Novi Christiastuti - detikJogja
Jumat, 06 Des 2024 15:47 WIB
South Korean President Yoon Suk Yeol  delivers a speech to declare martial law in Seoul, South Korea, December 3, 2024. The Presidential Office/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY.     TPX IMAGES OF THE DAY
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol menghadapi tuduhan makar usai mengumumkan darurat militer. Foto: via REUTERS/The Presidential Office
Jogja -

Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, kini diselidiki kepolisian atas 'dugaan pemberontakan' buntut menerapkan darurat militer yang menggemparkan dunia. Jika terbukti bersalah, Yoon terancam mendapat hukuman maiti.

Diberitakan AFP dan Euro News, seperti dikutip detikNews Jumat (6/12/2024), penyelidikan kepolisian ini berbeda dari upaya pemakzulan yang tengah berlangsung di parlemen Korsel, disebut juga Majelis Nasional. Voting untuk dakwaan itu dijadwalkan pada Sabtu (7/12) malam waktu setempat.

Jika nantinya Yoon lolos dari proses pemakzulan, dia masih harus menghadapi investigasi pidana terkait tuduhan 'pemberontakan' yang didasarkan atas aduan resmi pihak oposisi kepada polisi, usai drama darurat militer yang berlangsung pada Selasa (3/12) hingga Rabu (4/12) dini hari.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kantor berita Korsel Yonhap mengabarkan, selain menyelidiki Yoon, kepolisian juga sedang menyelidiki Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Lee Sang Min dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) Kim Yong Hyun atas keterlibatan mereka dalam penetapan darurat militer di Korsel pekan ini.

Kim diketahui baru saja mengundurkan diri sebagai Menhan. Kini, dia dicegah bepergian ke luar negeri oleh otoritas penegak hukum Korsel.

ADVERTISEMENT

Dakwaan pemberontakan merupakan tindak kejahatan yang melampaui kekebalan presiden, dan memiliki ancaman hukuman mati.

Namun diketahui juga bahwa meskipun hukuman mati tetap sah di Korsel, menurut laporan Euro News, tidak ada eksekusi mati yang dilakukan di Korsel sejak tahun 1997 silam.

Yoon sebelumnya mengejutkan dunia karena mengumumkan pemberlakuan darurat militer. Penetapan tersebut berujung pada pengerahan kekuatan militer ke gedung parlemen Korsel.

Pada tengah malam itu, ratusan anggota parlemen berhasil memasuki gedung dan langsung menggelar voting. Hasilnya, secara bulat mereka menolak pemberlakuan darurat militer dan mendesak Yoon mencabutnya. Hasil voting parlemen itu secara hukum wajib dipatuhi oleh Yoon, yang kemudian mengumumkan pencabutan darurat militer.

Darurat militer yang sempat memicu kekhawatiran publik Korsel itu hanya berlangsung sekitar enam jam, yang kemudian disusul oleh langkah partai-partai oposisi mengajukan mosi pemakzulan terhadap Yoon atas tuduhan sang Presiden Korsel itu telah "sangat melanggar konstitusi dan hukum".

Jika mosi pemakzulan itu berhasil diloloskan dalam voting di parlemen pada Sabtu (7/12) malam, maka Yoon akan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Presiden Korsel sembari menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang akan menggelar sidang dan memutuskan apakah pemakzulan itu bisa dibenarkan.




(apu/sip)

Hide Ads