Sebagian umat Islam pasti pernah meninggalkan sholat fardhu karena beberapa alasan. Ketika meninggalkan kewajiban tersebut, umat Islam harus menggantinya atau melakukan qadha sholat.
Qadha sholat memiliki beberapa cara khusus termasuk niatnya. Ada beberapa tata cara yang sedikit berbeda antar qadha kelima sholat fardhu.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang niat qadha sholat fardhu beserta tata cara sholatnya, berikut penjelasannya.
Hukum Qadha Sholat Fardhu
Dilansir Keislaman NU Online, menurut Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, ada dua macam qadha sholat fardhu.
وقد اتفق جمهور العلماء من مختلف المذاهب على أن تارك الصلاة يكلف بقضائها، سواء تركها نسياناً أم عمداً، مع الفارق التالي: وهو أن التارك لها بعذر كنسيان أو نوم لا يأثم، ولا يجب عليه المبادرة إلى قضائها فوراً، أما التارك لها بغير عذر- أي عمداً - فيجب عليه - مع حصول الإثم - المبادرة إلى قضائها
Artinya : "Mayoritas ulama dari berbagai ulama mazhab sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan sholat dituntut untuk mengqadha-nya, ia meninggalkannya secara sengaja ataupun tidak, perbedaannya adalah: jika ia meninggalkan sholat karena udzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa juga tak wajib segera mengqadha-nya, sedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadha-nya."
Berdasarkan penjelasan di atas, hukum qadha sholat fardhu adalah wajib baik yang disengaja maupun tidak. Perbedaan yang mendasar hanya ada pada penyebab qadha sholat antara lupa/ketiduran atau memang sengaja meninggalkannya.
Niat Qadha Sholat Fardhu
Mengutip laman resmi NU Jabar Online, niat qadha sholat fadhu umumnya adalah sebagai berikut.
أُصَلِّي فَرْضَ...... مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ قَضَآءً لله تَعَالَى
Artinya :
"Saya sengaja mengerjakan sholat ... (nama sholatnya) menghadap kiblat dengan mengqadha karena Allah Ta'ala"
Tata Cara Qadha Sholat Fardhu
Merujuk situs NU Lampung Online, tidak ada tata cara khusus untuk mengganti sholat fardhu. Umat Islam hanya perlu sesegera mungkin mengganti sholat tersebut apabila disengaja serta boleh menundanya jika lupa, tertidur, atau ada udzur lainnya.
Namun, menurut Imam An-Nawawi, ada beberapa cara yang cukup berbeda jika hendak mengqadha sholat maghrib, isya, dan shubuh di siang hari dan sholat dzuhur-ashar di malam hari.
وَأَمَّا الْفَائِتَةُ فَإِنْ قَضَى فَائِتَةَ اللَّيْلِ بِاللَّيْلِ جَهَّرَ بِلَا خِلَافٍ. وَإِنْ قَضَى فَائِتَةَ النَّهَارِ بِالنَّهَارِ أَسَرَّ بِلَا خِلَافٍ؛ وَإِنْ قَضَى فَائِتَةَ النَّهَارِ لَيْلًا أَوِ اللَّيْلِ نَهَارًا فَوَجْهَانِ، حَكَاهُمَا الْقَاضِى حُسَيْنُ وَالْبَغَوِيُّ وَالْمُتَوَلِّيُّ وَغَيْرُهُمْ. أَصَحُّهُمَا: أَنَّ الْاِعْتِبَارَ بِوَقْتِ الْقَضَاءِ فِي الْإِسْرَارِ وَالْجَهْرِ، صَحَّحَهُ الْبَغَوِيُّ وَالْمُتَوَلِّيُّ وَالرَّافِعِيُّ. وَالثَّانِيُّ: اَلْاِعْتِبَارُ بِوَقْتِ الْفَوَاتِ وَبِهِ قَطَعَ صَاحِبُ الْحَاوِي
Artinya: "Adapun sholat fâ'itah atau yang keluar dari waktunya, maka (1) apabila seseorang mengqadha sholat malam (maghrib, isya', dan subuh, meskipun sebenarnya waktunya adalah pagi) di waktu malam, maka ia sunnah membaca dengan bacaan keras tanpa perbedaan pendapat di antara ulama. (2) Apabila ia mengqadha sholat siang (dzuhur dan ashar) di waktu siang maka ia sunnah membaca dengan bacaan lirih tanpa perbedaan pendapat di antara ulama. Namun (3) apabila ia mengqadha sholat siang (dzuhur dan ashar) di waktu malam, atau mengqadha sholat malam (maghrib, isya', dan subuh) di waktu siang, maka terdapat dua pendapat di kalangan ulama Syafi'iyah yang dihikayatkan oleh Al-Qadhi Husain, Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli, dan lainnya.
(1) Pendapat al-ashah atau yang paling shahih menyatakan, pertimbangannya (didasarkan) dengan mengacu pada waktu qadha, terkait lirih dan kerasnya (bacaan). Pendapat ini dinilai shahih oleh Imam al-Baghawi, Imam al-Mutawalli, dan Imam ar-Rafi'i. Ada pun (2) pendapat kedua menyatakan, pertimbangannya (didasarkan) dengan mengacu pada waktu yang terlewatkan atau waktu asalnya (waktu asli sholat tersebut). Pendapat ini dipastikan oleh penulis Kitab Al-Hawi, yaitu Imam al-Mawardi.
(Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu Syarhul Muhadzdzab, juz III, halaman 390)
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pendapat terkait lirik kerasnya bacaan sholat ketika diqadha. Namun, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang didasarkan pada waktu qadhanya. Hal tersebut disebabkan pendapat ini berasal dari lingkungan ulama Syafi'iyyah.
Sebagai contoh, apabila hendak mengqadha sholat dzuhur pada malam hari, maka sunnahnya adalah dengan melantunkan bacaan dengan suara keras.
Demikian penjelasan tentang niat qadha sholat fardhu beserta tata caranya. Semoga bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh Hanan Jamil, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(sto/cln)
Komentar Terbanyak
Sultan HB X soal Keracunan MBG di SMA Teladan: Saya Kan Sudah Bilang...
Jokowi Hadiri Acara Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM
Kenapa Harimau Takut sama Kucing? Simak Faktanya