Puasa Asyura adalah amalan sunnah termasyhur yang dikerjakan tiap 10 Muharram. Bila lupa membaca niat puasa Asyura, bagaimana hukumnya? Apakah puasanya tetap sah? Berikut ini penjelasan lengkapnya!
Dalam buku Arbain Nawawiyah, Imam Nawawi menulis hadits termasyhur mengenai niat. Hadits yang terletak pada urutan 1 kitab karya Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi tersebut berbunyi:
عَنْ أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ أَبِي حَفْصِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةِ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: "Dari Amirul Mu'minin, Abi Hafs Umar bin al-Khattab RA, dia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan."
Hadits di atas adalah landasan kuat akan pentingnya niat dalam sebuah ibadah, termasuk di antaranya puasa Asyura. Oleh karena itu, umat Islam yang ingin mengamalkan ibadah satu ini harus memahami esensi niat.
Namun, ada kalanya, seseorang lupa berniat karena satu dan lain alasan. Lalu, apakah ibadahnya tetap sah? Di bawah ini penjelasan hukum lengkap bila lupa membaca niat saat akan berpuasa Asyura.
Hukum Membaca Niat Puasa Asyura
Dilansir NU Jombang, niat puasa Asyura adalah:
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ للهِ تَعَالَى
Arab Latin: Nawaitu shauma yaumi 'Asyura lillaahi ta'aalaa
Artinya: "Saya niat puasa hari Asyura karena Allah Ta'ala."
Terkait perlukah niat dibaca atau tidak, terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyebut niat tidak perlu dibaca, sebab, niat letaknya di hati. Dalam buku Catatan Fikih Puasa Sunnah oleh Hari Ahadi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
فَإِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ يَقُولُ قَبْلَ التَّكْبِيرِ شَيْئًا وَلَمْ يَكُنْ يَتَلَفَظُ بِالنِّيَّةِ لَا ! ا في الطَّهَارَةِ وَلَا فِي الصَّلَاةِ وَلَا : في الصيام وَلَا فِي الْحَجَ. وَلَا غَيْرِهَا مِنْ الْعِبَادَاتِ وَلَا خُلَفَاؤُهُ وَلَا أَمَرَ أَحَدًا ) أن يَتَلَفَظَ بِالنِّيَّةِ.. وَلَوْ كَانَ ذَلِكَ مُسْتَحَبًّا لَفَعَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَعَلِمَهُ الْمُسْلِمُونَ.
Artinya: "Nabi Muhammad, beliau sebelum ber-takbiratul ihram tidak membaca apapun, beliau juga tidak melafalkan niat baik sebelum bersuci, sebelum sholat, sebelum berpuasa, sebelum berhaji, maupun ibadah-ibadah lain. Para Khulafaur Rasyidin juga demikian. Nabi Muhammad pun tidak pernah memerintahkan pada seorang pun untuk melafadzkan niat... Seandainya melafalkan niat adalah hal yang dianjurkan maka tentunya sudah dilakukan oleh Nabi dan pasti itu diketahui oleh umat Islam." (Majmu' al-Fatawa XXII halaman 221-222)
Juga ucapan Al-Faqih Abu Bakr ad-Dimyathi asy-Syafi'i,
أن النية فى القلب لا باللفظ ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
Artinya: "Sesungguhnya niat terletak di hati bukan pada lafal. Memaksakan diri untuk mengucapkan niat termasuk perbuatan yang tidak perlu dilakukan." (I'anah ath-Thalibin, I/90)
Sementara itu, pendapat kedua menyatakan hukumnya sunnah untuk membaca niat, termasuk di dalamnya niat puasa. Dilansir NU Online, Sayyid Bakri dalam I'anah ath-Thalibin berkata,
النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب
Artinya: "Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunnahkan." (I'anah ath-Thalibin halaman 221)
Lupa Membaca Niat Puasa Asyura, Sah atau Tidak?
Perlu dicatat sebelumnya, berniat dan membaca niat adalah dua urusan yang berbeda. Bila seseorang tidak berniat untuk berpuasa, maka ibadahnya tidak sah. Sebab, sebagaimana bunyi hadits di atas, "setiap perbuatan tergantung niatnya".
Sementara itu, telah dijelaskan bahwasanya membaca niat bukanlah hal yang dipersyaratkan. Dari sini, dapat disimpulkan bahwasanya lupa tidak membaca niat puasa Asyura bukanlah masalah. Artinya, puasa seseorang tetap sah selama ia sudah berniat.
Imam Nawawi berkata,
لَا يَصِحُ الصَّوْمُ إِلَّا بِاليَيَّةِ، وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ. وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلَا خِلَافٍ
Artinya: "Tidak sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Tempat niat di dalam hati, tidak dipersyaratkan untuk dilafalkan, tanpa ada khilaf (perselisihan) dalam masalah ini." (Raudhah ath-Thalibin, II/350)
Baru Berniat Puasa Asyura setelah Subuh, Sah atau Tidak?
Dikutip dari laman resmi Badan Amil Zakat Nasional, puasa adalah menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Bila seseorang telat bangun, semisal pada pukul 08.00 WIB, dan dia belum berniat, bagaimana hukumnya?
Sebagai informasi, puasa sunnah terbagi menjadi dua tipe, yakni puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu khusus dan yang terikat. Untuk puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu khusus, maka tidak mengapa baru berniat setelah subuh. Puasanya tetap sah.
Dalilnya adalah hadits dari Aisyah RA,
دَخَلَ عَلَى النبي - - ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ « هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ». فَقُلْنَا لا . قَالَ « فَإِنِّي إِذًا صَابِمٌ ».
Artinya: "Nabi pernah menemuiku pada suatu hari, lalu beliau bertanya, 'Apakah kalian memiliki sesuatu untuk dimakan?' Kami menjawab, 'Tidak ada'. Beliau kemudian berkata, 'Kalau begitu, saya berpuasa'. (HR Muslim 1154)
Di sisi lain, puasa yang terikat dengan waktu khusus memiliki hukum berbeda. Di antara puasa yang masuk tipe ini adalah puasa Arafah dan puasa Asyura.
Seseorang yang belum berniat setelah waktu subuh berlalu, puasanya sah, tetapi tidak teranggap puasa Asyura. Sebab, ia tidak berpuasa sehari penuh (dari waktu subuh sampai matahari terbenam hari Asyura). Alhasil, ia tidak teranggap mendapat keutamaan puasa Asyura.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata,
أن النفل المقيد كالفرض، يعنى مثلا : إنسان يريد أن يصوم ستة أيام من شوال فلا بد أن ينويها من قبل الفجر، ولا يصح أن ينويها في أثناء النهار، ولو صح النفل المطلق
Artinya: "Puasa sunnah yang tertentu waktunya memiliki hukum yang sama seperti puasa wajib [yaitu harus berniat dari malam/sebelum subuh]. Jadi umpamanya, seseorang ingin berpuasa enam di bulan Syawal, maka dia harus berniat dari sebelum subuh. Tidak sah [puasa enamnya] jika dia baru berniat di waktu siang, meskipun sah sebagai puasa sunnah yang tidak terikat." (Fath Dzil Jalali wal Ikram, VII/89)
Demikian penjelasan hukum tentang lupa membaca niat puasa Asyura. Selamat menunaikan puasa Asyura, Dab!
(par/apu)
Komentar Terbanyak
Heboh Penangkapan 5 Pemain Judol Rugikan Bandar, Polda DIY Angkat Bicara
Pernyataan Ridwan Kamil Usai Tes DNA Anak Lisa Mariana
Penegasan Polda DIY soal Penangkapan Pembobol Situs Judol Bukan Titipan Bandar