Secara turun-temurun, warga di Padukuhan Menggoran, Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul meyakini kutukan seorang wali soal tidak akan adanya sumber air di daerah tersebut. Berawal dari mitos tersebut, warga pun memanfaatkan air dari sumber Kedungpoh.
Mitos di Kampung Menggoran itu menyebutkan kisah seorang wali yang mengutuk daerah tersebut tidak memiliki sumber air. Menurut, mantan Lurah Bleberan tahun 1984-1996, Suradi, kutukan itu disampaikan seorang wali saat singgah di Menggoran.
Kala itu wali tersebut meminta air kepada warga sekitar. Namun warga malah memberikan secangkir teh.
"Zaman dahulu ada seorang wali yang datang ke sini itu minta air. Sama masyarakat dikasih wedang teh. Sebenarnya yang diminta itu air," kata Suradi kepada detikJogja saat ditemui di Padukuhan Menggoran, Rabu (5/6/2024).
Wali itu pun merasa kecewa karena tak mendapat air yang dimintanya. Dia lalu mengutuk kampung Menggoran.
"Karena merasa kecewa, maka menyampaikan sebuah perkataan 'Wah desa ini nanti saya kasih nama desa Tanggoran atau Menggoran yang tidak keluar air di sekitar kampung'," imbuhnya.
Selanjutnya, Dukuh Menggoran, Purwanto (60) menceritakan sejak dahulu kala masyarakat percaya jika satu sumur digali di Menggoran tidak akan muncul air. Kepercayaan itu terbangun sebab adanya mitos tersebut.
"Sampai saya tua kaya gini, memang kalau ada warga yang menggali sumur itu tidak ada yang berhasil, nggak mengandung air," jelas Purwanto kepada detikJogja saat ditemui di tokonya di Menggoran, Kamis (6/6).
Namun mitos tersebut kini terpatahkan. Purwanto mengatakan pada tahun 2021 salah seorang warga, Sumarjuni, mengebor sumur di lahannya. Ternyata percobaan pengeboran sumur itu membuahkan hasil.
"Yang tahun kemarin, 2021, ada uji coba bikin sumur bor. Ternyata airnya keluar," katanya.
Meski begitu, sebagian besar warga masih memanfaatkan air dari dari sumber Kedungpoh. Sejak Purwanto masih kecil, dia memanfaatkan sumber air tersebut.
"Jadi sumber hidupnya warga Menggoran ya dari Kedungpoh itu. Untuk minum, untuk nyuci," katanya.
Pantauan detikJogja di lokasi pada Rabu (5/6), sumber air Kedungpoh terletak sekitar 400 meter dari perkampungan di Padukuhan Menggoran. Kedungpoh memiliki luas sekitar 6X4 meter persegi.
Airnya terlihat jernih. Air tersebut terasa segar saat diminum. Di sekitarnya tumbuh beberapa pohon resan yang menjulang tinggi.
Pemanfaatan Sumber Kedungpoh
Terpisah, Lurah Bleberan, Bambang Fajarudin, mengatakan air dari Kedungpoh dialiri menggunakan pompa mesin untuk kebutuhan dua padukuhan, yakni di Menggoran I dan II. Selain itu, masyarakat sekitar memanfaatkan sumber Kedungpoh untuk menyuci pakaian.
"Kalau untuk sumber yang ini untuk Padukuhan Menggoran I dan Menggoran II. Masyarakat sekitar masih banyak yang cuci baju ke sini," katanya.
Sedangkan pemanfaatan air untuk lahan pertanian dari Kedungpoh, Bambang mengatakan tidak banyak. Sebab, air di Kedungpoh banyak juga digunakan untuk minum.
"Kalau untuk pemanfaatan tanam itu sedikit sekali karena ini untuk air minum," sebutnya.
Dukuh Menggoran, Purwanto, mengenang warga harus memikul air dari Kedungpoh untuk memenuhi kebutuhan airnya sehari-hari. Setidaknya warga mengambil air di Kedungpoh sebanyak dua kali.
Biasanya warga membawa dua kaleng bekas minyak dengan masing-masing ukuran 17 liter yang penuh dengan air. Purwanto mengatakan setidaknya warga harus menempuh jarak sekitar 1 km.
"Satu orang minimal bawanya 30 liter. Berat!" kenang Purwanto.
Bahkan pada malam hari, Purwanto mengatakan ada saja warga yang mengambil air dari Kedungpoh. Biasanya ada lima orang yang terlibat. Warga setempat menyebutnya sebagai nebo.
Kelima orang itu nanti secara bersamaan mengambil air dan memindahkan ke masing-masing rumah. Air yang diambil pada malam harinya digunakan untuk keperluan pada pagi hari.
"Sampai lima kali kembali ke sungai untuk persiapan orang tua untuk masak, untuk mandi pagi, adik kecil mau sekolah. Saya mengalami itu tahun-tahunan," kisah Purwanto mengenang masa kecilnya.
Karena meyakini kutukan wali itu, saat warga mengadakan hajatan, mereka beramai-ramai pergi ke Kedungpoh untuk mencuci beras. Sebab, Kedungpoh kala itu menjadi satu-satunya sumber air bagi warga Menggoran.
"Ada 12-15 orang bawa lampu petromax ke sungai untuk ambil air malam karena hajatan untuk masak," kata Purwanto.
Meski musim kemarau datang, Purwanto mengatakan kebutuhan air warga tetap tercukupi dari sumber Kedungpoh itu. Bahkan sumber Kedungpoh dikatakan tidak pernah mengering.
"Nggak, pernah kering," ungkapnya.
(apu/ams)