Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengusut kasus dugaan korupsi Rp 18 miliar PT Taru Martani. Direktur Utama (Dirut) PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi (NAA) ditetapkan sebagai tersangka.
Berikut kronologi Kejati DIY mengusut kasus korupsi Rp 18 miliar PT Taru Martani dirangkum dari pemberitaan detikJogja.
24 April 2024
Kejati DIY mulai tahap penyidikan kasus dugaan korupsi PT Taru Martani ini sejak April lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sedang menangani perkara itu, dan Senin tanggal 22 (April) kemarin sudah tingkatkan penyidikan," jelas Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyuddin saat ditemui wartawan di Kantor Kejati DIY, Kota Jogja, Rabu (24/4/2024).
Kasus dugaan korupsi ini terungkap dari pengajuan oleh Pemda DIY atas dugaan tindakan penipuan aliran dana. Anshar menuturkan pihaknya telah memeriksa setidaknya lima saksi dari PT Taru Martani dan perusahaan rekanan.
Dugaan korupsi ini mengemuka setelah adanya temuan penyimpangan APBD DIY Tahun 2019. Besaran penyimpangan anggaran mencapai Rp 18 miliar.
"Sudah terperiksa lima orang lebih, nama tidak hafal tapi dari PT Taru Martani dan PT rekanannya. Bukti permulaan ada dokumen keterangan dari beberapa orang, sebagai bukti awal. Taksiran kerugian seperti yang kisaran Rp 18 miliar," jelasnya.
30 April 2024
Kejati DIY melakukan penggeledahan di kantor PT Taru Martani. Selain itu juga menggeledah rumah dinas Direktur Utama PT Taru Martani di kawasan Baciro, Gondokusuman, Kota Jogja.
Dari penggeledahan di kantor PT Taru Martani dilakukan penyitaan sejumlah barang bukti. Di antaranya dokumen arsip keuangan, laptop, handphone, dan flashdisk.
"Barang bukti ini didapatkan dari penggeledahan ruang Direktur Utama, Kepala Divisi Keuangan dan Ruang Arsip Keuangan. Seluruhnya kami sita untuk dijadikan barang bukti," jelas Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwatan saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (30/4).
Penggeledahan berlanjut di rumah dinas Dirut PT Taru Martani, Jalan Tunjung, Baciro, Gondokusuman, Kota Jogja. Tim Kejati DIY menyita uang tunai Rp 80 juta, 9 arloji, dokumen-dokumen, handphone, serta flashdisk.
"Kami juga menyegel mobil dan motor yang berada di rumah dinas tersebut. Dirut ini kami duga berperan penting dalam dugaan kasus korupsi di PT Taru Martani," katanya.
28 Mei 2024
Dirut PT Taru Martani, Nur Achmad Affandi (NAA) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Rp 18 miliar di BUMD Pemda DIY yang dipimpinnya itu.
"Tim penyidik Kejati DIY menaikkan status penyidikan dan melakukan penahan terhadap tersangka NAA (Nur Achmad Affandi). Tersangka melanggar tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi senilai Rp 18,7 miliar dan akan dilakukan penahanan untuk 20 hari ke depan mulai dari hari ini," jelas Wakil Kajati DIY, Amiek Wulandari, saat rilis kasus di Kantor Kejati DIY, Jogja, Selasa (28/5).
Amiek menuturkan perbuatan Nur Achmad dilakukan dari 2022 hingga 2023. Nur Achmad menggunakan dana yang bersumber dari idle cash PT Taru Martani, BUMD milik Pemda DIY. Yakni dana kas perusahaan yang belum dimanfaatkan untuk pelaksanaan pembiayaan program.
Pemakaian dana dilakukan secara berkala. Diawali pada 7 Oktober 2022 sebesar Rp 10 miliar, kemudian 20 Oktober 2022 Rp 5 miliar, 1 Desember 2022 Rp 2 miliar. Lalu 14 Desember 2022 sebesar Rp 500 juta dan 24 Maret 2023 Rp 1,8 miliar.
"Digunakan untuk perdagangan emas berjangka. Investasi pakai uang perusahaan tapi pakai rekening pribadi tapi keuntungan masuk rekening pribadi. Padahal pengelolaan perusahaan tidak boleh pakai rekening pribadi," jelasnya.
Di kesempatan yang sama, Aspidsus Kejati DIY, Muhammad Anshar Wahyudin menuturkan sejak awal niat Nur Achmad mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi. Dari total dana yang digunakan ada keuntungan Rp 7 miliar. Sebanyak Rp 1 miliar dimasukkan keuntungan pribadi dan sisanya diinvestasikan lagi.
"Ada keuntungan sebesar Rp 7 miliar dan Rp 1 miliar sekian dimasukkan kas PT Taru Martani, sementara sisanya masih diputar lagi oleh tersangka untuk modal lagi," ujar Ansar.
Seiring waktu berjalan, investasi emas yang dilakoni tersangka mengalami kerugian. Terbukti dengan hasil penyidikan Kejati DIY terhadap akun investasi tersangka. Anggaran yang awalnya belasan miliar rupiah hanya tersisa Rp 8 juta.
"Rp 17 miliar itu belum balik, hilang itu. Summary record tanggal 5 Juni 2023 dinyatakan akun tersangka mengalami kerugian uang sudah tidak ada uang. Tersisa Rp 8 juta dan sudah kita tarik dan jadi barang bukti," jelasnya.
Atas perbuatannya, Nur Achmad dijerat Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18.
"Untuk perusahaan kita sudah mintai keterangan sekitar tiga orang. Untuk sementara kita jadikan saksi, untuk tersangka lain tidak menutup kemungkinan. Untuk perkembangan mungkin nanti kita lihat dulu," imbuh Anshar.
Nur Achmad kini ditahan di Lapas Wirogunan.
"Terhadap tersangka NAA setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan oleh tim dokter dinyatakan sehat. Selanjutnya terhadap tersangka berdasarkan surat perintah penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DIY dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak hari ini tanggal 28 Mei 2024 s/d 16 Juni 2024 di Lapas Kelas IIA Yogyakarta (Lapas Wirogunan, red)," demikian keterangan tertulis Kejati DIY yang dibagikan Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwatan, Selasa (28/5).
(rih/apl)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan