Aktivis Jogja Sebut Pj Walkot Jogja Punya Agenda Politik di Nobar Timnas U-23

Aktivis Jogja Sebut Pj Walkot Jogja Punya Agenda Politik di Nobar Timnas U-23

Dwi Agus - detikJogja
Senin, 29 Apr 2024 14:28 WIB
Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi Yogyakarta saat menggelar aksi di Kantor Gubernur DIY, Senin (29/4/2024).
Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi Yogyakarta saat menggelar aksi di Kantor Gubernur DIY, Senin (29/4/2024). Foto: Dwi Agus/detikJogja.
Jogja -

Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi Jogja menilai Penjabat Wali Kota Jogja Singgih Raharjo aji mumpung memanfaatkan jabatannya saat ini. Salah satunya dengan memanfaatkan momen Piala Asia U-23 untuk kepentingan Pilwali 2024.

Koordinator Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi Tri Wahyu menilai aksi Singgih sangatlah tidak profesional. Sebagai aparatur sipil negara (ASN) aktif justru terlibat kontestasi politik. Bahkan memanfaatkan jabatannya untuk meraih asa tersebut.

"Pantauan lapangan kami, iklan layanan masyarakat (ILM) Pemkot Jogja diisi foto besar saudara Singgih Raharjo. Iklan selamat datang untuk pemudik di Jogja tapi sampai sekarang tidak dicopot meski sudah selesai arus balik pemudik saat Lebaran tahun 2024," jelasnya saat ditemui di Kompleks Kantor Gubernur DIY, Senin (29/4/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terbaru adalah terpampangnya foto Singgih Raharjo dalam poster nonton bareng (nobar) semifinal Piala Asia U-23 2024. Tri Wahyu menilai dimensi foto Singgih dalam poster sangatlah tidak wajar. Ukurannya bahkan lebih besar dari foto para penggawa Timnas U-23.

Tri Wahyu menilai poster ini juga bagian dari kampanye terselubung Singgih Raharjo. Alih-alih mendukung aksi Timnas U-23 namun fokus pada pencalonan dirinya. Memanfaatkan media poster sebagai kampanye menuju Pilwali 2024.

ADVERTISEMENT

"Nobar di situ jelas foto lebih besar daripada timnas yang berlaga, beda dengan Pemda DIY karena poster ditampilkan timnasnya lebih besar dan di situ malah tidak ada foto pejabat publiknya hanya foto timnas," katanya.

Tri Wahyu menilai Singgih Raharjo telah berperilaku partisan. Selain itu juga memiliki motif politik praktis. Ini tentu tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam UU 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Tri Wahyu menganggap asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum. Tentunya untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme.

"Ini tertulis dalam Pasal 1 angka 6 UU 28 tahun 1999. Lalu Pasal 3 angka 7 L 28 tahun 1999 juga menyebut salah satu asas umum penyelenggaraan negara adalah asas akuntabilitas," ujarnya.

Atas tindakan ini, Singgih Raharjo dilaporkan kepada Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Menteri Dalam Negeri, KPK RI, dan Ombudsman RI Perwakilan DIY. Koalisi Pegiat HAM dan Anti Korupsi meminta Gubernur DIY memerintahkan Singgih Raharjo mencopot semua iklan layanam masyarakat.

"Khususnya yang bernuansa iklan pengenalan diri Singgih Raharjo jelang Pilkada Kota Jogja. Menyelidiki timnya, untuk mengantisipasi andai kata ada ASN lain yang terlibat dalam agenda politik praktis Singgih Raharjo," katanya.

Tri Wahyu juga menuntut Mendagri Tito Karnavian mencopot Singgih Raharjo dari posisi Pj Wali Kota Jogja. Targetnya sebelum masa jabatan berakhir pada 22 Mei 2024. Ini sebagai bentuk sanksi atas keterlibatan ASN dalam politik praktis.

"Kami juga mendorong KPK agar melakukan pengumpulan data dan penyelidikan terkait dugaan dana publik yaitu APBD Kota Jogja yang dipakai Pj Wali Kota yang seharusnya untuk pelayanan publik tapi dialihkan kepentingan agenda pribadi yaitu motif politik praktis jelang Pilkada 2024," ujarnya.


Dikonfirmasi terpisah, Pj Wali Kota Jogja Singgih Raharjo belum merespons hingga saat ini. detikJogja sudah berupaya menghubungi melalui nomor pribadi namun tidak ada tanggapan hingga berita ini ditulis.

(apl/cln)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads