Musim kemarau di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diprediksi terjadi mulai Mei mendatang. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan soal potensi kemarau basah hingga kemunculan fenomena La Nina.
"Iya untuk musim kemarau di DIY diperkirakan terjadi pada Mei dasarian satu, ada juga yang mulai Mei dasarian tiga. Indikasinya (kemarau) basah karena kemungkinan besar terjadi La Nina. Tapi itu akan terdeteksi lebih jelas di kuartal ke tiga, kalau sekarang prediksi kami masih normal," ungkap Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG DIY, Reni Kraningtyas saat ditemui wartawan usai kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Pantai Pasir Kadilangu, Kapanewon Temon, Kulon Progo, Senin (22/4/2024).
Sebagai informasi, La Nina merupakan kondisi iklim ketika suhu muka laut mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Hal ini mengurangi potensi pertumbuhan awan sehingga meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Reni mengatakan fenomena La Nina diperkirakan melanda wilayah DIY pada Agustus hingga akhir 2024 atau memasuki puncak musim kemarau. Kemunculannya ditandai dengan hujan intensitas rendah hingga sedang, sehingga biasa disebut kemarau basah.
"Prediksi La Nina belum ada untuk Mei, Juni, Juli. Tapi setelah Juli dan Agustus ke atas kemungkinan besar ada tanda-tanda La Nina. Tapi akan terus kita update apakah benar nanti ada la Nina atau tidak. Yang jelas musim kemarau saat ini berbeda dari tahun sebelumnya," ucapnya.
Reni mengatakan fenomena La Nina yang memicu kemarau basah sejatinya jadi berkah tersendiri bagi masyarakat khususnya para petani. Sebab, suplai air untuk keperluan pertanian masih tetap terjaga karena tetap ada hujan.
Kendati begitu, Reni tetap mengimbau petani untuk melakukan upaya mitigasi karena tetap ada potensi kekeringan. Salah satu caranya dengan mengganti jenis tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi kering, seperti misalnya jenis palawija.
"Dari kami memang diimbau kepada para petani untuk menanam tanaman palawija, bukan padi karena memang sumber airnya sudah turun beda dengan kawasan pertanian yang ada aliran irigasi rutin. Jadi tetap waspada terhadap musim kemarau terutama puncak kemarau itu, kemungkinan besar bisa ada kekurangan air bersih meski pada musim kemarau ini tetap ada hujan sedikit-sedikit," ujarnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan perubahan musim dari hujan ke kemarau bakal dibarengi dengan meningkatnya kecepatan angin yang bersumber dari Australia menuju Indonesia.
"Mulai Mei sampai Oktober, November diprediksi wilayah DIY akan mengalami kemarau, dan kemarau yang ngontrol adalah angin dari Australia. Nah musim kemarau itu akibat angin kering dan dingin dari benua Australia, di mana angin itu kecepatan tinggi. Jadi ada kemungkinan angin kencang," ujarnya di kesempatan yang sama.
BMKG kini tengah menggencarkan sosialisasi tentang perubahan iklim seiring dengan tidak menentunya patokan pranata mangsa. Salah satunya lewat penyelenggaraan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) yang diikuti oleh 74 nelayan dan pembudidaya udang dari Kulon Progo dan Purworejo, Jawa Tengah.
SLCN jadi wadah pembelajaran ilmu titen modern berbasis meteorologi maritim. Dalam kegiatan ini, nelayan dan pembudidaya udang diajak untuk mendalami ilmu tentang meteorologi maritim modern, sebuah ilmu untuk mengetahui perubahan alam yang tingkat akurasinya lebih tinggi. Peserta juga diajarkan cara mengetahui informasi cuaca hingga perkiraan tinggi gelombang laut dari kanal resmi BMKG.
(rih/ahr)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu