Ketentuan Puasa Ramadhan bagi Orang yang Melakukan Perjalanan Jauh

Ketentuan Puasa Ramadhan bagi Orang yang Melakukan Perjalanan Jauh

Nur Umar Akashi - detikJogja
Jumat, 22 Mar 2024 11:38 WIB
4 Hukum Berpuasa bagi Musafir dalam Islam
Ilustrasi hukum puasa bagi musafir Foto: iStock
Jogja -

Selama bulan suci Ramadhan, umat Islam wajib hukumnya menunaikan puasa Ramadhan. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana ketentuan puasa Ramadhan untuk orang yang sedang dalam perjalanan jauh?

Sebagaimana diketahui, seseorang yang sedang dalam perjalanan jauh dikenal dengan sebutan musafir. Terdapat ketentuan tertentu bagi seorang musafir dalam menjalankan ibadah, seperti puasa dan sholat lima waktu.

Dalil Wajibnya Puasa Ramadhan

Pertama-tama, detikers perlu mengetahui dalil wajibnya puasa Ramadhan. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 185. Ini bunyi potongan ayatnya diambil dari Quran Kementerian Agama:

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ

Artinya: "Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh karena itu, siapa di antara kamu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah...."

ADVERTISEMENT

Dikutip dari buku 'Fikih Muyassar' terjemahan Fathul Mujib, Rasulullah SAW pernah didatangi seorang badui. Ia bertanya kepada sang nabi tentang puasa yang diwajibkan Allah SWT. Nabi SAW menjawab, "Puasa Ramadhan.".

Orang badui tadi melanjutkan pertanyaannya, "Apakah ada yang harus kutunaikan selain ini?". Rasulullah menjawab, "Tidak, kecuali jika kamu mau melakukan puasa tathawwu'." (HR. Bukhari no. 46 dan Muslim no. 11)

Hukum Puasa Ramadhan untuk Musafir

Kembali pada pertanyaan awal, dalam buku 'Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut Al-Quran dan Sunnah' karya Abu Abdillah Syahrul Fatwa dan Abu Ubaidah Yusuf, dijelaskan bahwa seorang yang sedang melakukan perjalanan jauh boleh tidak berpuasa Ramadhan, dengan kondisi tertentu sebagai berikut:

  1. Jika puasa sangat memberatkan dan dikhawatirkan dapat membahayakan diri seorang musafir, maka haram baginya berpuasa.
  2. Jika berpuasa tidak terlalu memberatkan si musafir, maka puasanya dibenci. Sebab, ia berpaling dari keringanan yang telah Allah SWT berikan.
  3. Jika puasa tidak memberatkannya, maka seorang musafir boleh memilih antara dua hal, melanjutkan puasa atau berbuka.

Lebih lanjut, untuk poin ketiga, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin memberikan keterangan lanjutan. Jika puasa dan berbuka sama-sama mudah, maka yang lebih utama tetaplah berpuasa.

Ada empat alasan mengapa puasa lebih utama. Pertama adalah mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits riwayat Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122, Abu Darda' RA bercerita:

خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي حَرِّ شَدِيدٍ حَتَّى إِنْ كَانَ أَحَدُنَا لَيَضَعُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْخَرِّ وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ

Artinya: "Kami pernah bepergian bersama Nabi SAW pada bulan Ramadhan ketika hari sangat panas, sampai ada seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepala karena saking panasnya hari itu, di antara kami tidak ada yang puasa kecuali Rasulullah SAW dan Abdullah bin Rawahah."

Kedua, lebih cepat melepaskan diri dari tanggungan. Ketiga, lebih ringan bagi seorang hamba. Keempat, puasanya bertepatan dengan bulan Ramadhan yang mana puasa demikian tidak dijumpai di bulan-bulan selainnya.

Adapun batasan perjalanan dianggap jauh atau tidak disesuaikan dengan adat-istiadat masyarakat setempat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam 'Majmu Fatawa', berkata, "Setiap nama yang tidak ada batas tertentu dalam bahasa maupun syariat maka dikembalikan kepada 'urf (tradisi). Oleh karenanya, jarak yang dinilai oleh manusia bahwa hal itu adalah safar, maka itulah safar yang dimaksud oleh syari'at."

Apa Konsekuensi Meninggalkan Puasa karena Safar?

Menilik penjelasan dalam situs resmi Universitas Muhammadiyah Jakarta, seorang muslim yang meninggalkan puasa Ramadhan karena melakukan perjalanan jauh, wajib menggantinya di lain hari (qadha).

Dalilnya tertera dengan jelas dalam surat Al-Baqarah ayat 184 sebagai berikut:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗوَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗوَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Nah, itulah penjelasan seputar ketentuan puasa Ramadhan untuk orang yang melakukan perjalanan jauh. Semoga menjawab, ya, detikers!




(par/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads