Hasil quick count dari berbagai lembaga survei menunjukkan bahwa PDIP menjadi partai dengan posisi teratas dalam Pemilu 2024. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil Pilpres di mana pasangan Ganjar-Mahfud justru di posisi paling buncit.
"Jadi kalau berdasarkan hasil quick count berbagai lembaga itu menunjukkan Ganjar angkanya 16 persen, sementara PDIP 17-18 persen," kata pengamat politik UGM Arya Budi saat dihubungi detikJogja, Kamis (15/2/2024).
Arya menjelaskan, berdasarkan pengalaman Pemilu tahun 2004 hingga 2019, capres terpilih mengangkat partai. Contohnya seperti saat SBY dan Jokowi terpilih, keduanya mengangkat Partai Demokrat dan PDIP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah 2024 ini aneh, kenapa? Karena Ganjar suaranya sepertinya sama dengan atau lebih kecil dari PDIP. Aneh dalam skala nasional tapi tidak dalam kasus kecil," ujarnya.
Dijelaskan Arya, hal ini terjadi karena adanya split ticket voting. Di mana pemilih memberikan suara yang berbeda untuk partai dan capres.
"Nah jadi PDIP memiliki problem antara figur capres dan partai. Pemilihnya secara psikologis memahami bahwa capres dan partai itu dua hal berbeda," jelasnya.
Fenomena split ticket voting itu, menurut Arya, terjadi karena masyarakat tidak memiliki kedekatan dengan partai yang rendah.
"Di Indonesia, orang yang punya kedekatan partai hanya sekitar seperlima atau kurang, 20-an persen atau kurang jika di luar periode pemilu, itu angkanya hanya 10-an persen. Nah sisanya orang swing jadi memilih capres dan partai itu dua entitas politik berbeda," urainya.
Faktor lain, yakni terkait dengan caleg. Arya bilang berdasarkan hasil penelitian yang dia lakukan di Pemilu 2014 dan 2019 suara partai banyak disumbang oleh pemilih para caleg.
"Suara PDIP itu bisa jadi disumbang sangat besar oleh para calegnya. Sementara simpatisan atau pemilih yang memilih caleg dari PDIP bisa jadi mereka memilih capres yang lain," ujarnya.
Jokowi Jadi Magnet Pemilih Ganjar
Di sisi lain, ada kontribusi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam fenomena ini. Sampai saat ini magnet Jokowi untuk para pemilih masih cukup tinggi.
Sehingga dalam Pilpres 2024 ini meski Jokowi tidak secara gamblang menyatakan mendukung paslon nomor 2, tapi mampu memberikan efek ke Prabowo-Gibran. Dampaknya, suara partai dan capres menjadi berbanding terbalik.
"Suka atau tidak magnet Jokowi cukup tinggi, dia sebagai kader PDIP dan sebelumnya menjadi magnet pemilihnya Ganjar kemudian bergeser ke 02 karena Jokowi di sana," katanya.
"Sementara caleg berkontribusi pada suara partai, sementara pemilih Ganjar yang menjadi mantan pemilih Jokowi di 2014 dan 2019 bergeser ke 02. Itu yang bisa menjelaskan dari split ticket voting antara PDIP dan Ganjar," imbuhnya.
(aku/ams)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Bawa Koin 'Bumi Mataram' ke Sidang Hasto: Kasus Receh, Bismillah Bebas
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang