Eks Aktivis 98 di Jogja menyuarakan kekecewaan dengan para aktivis maupun mantan aktivis yang kini merapat di barisan pemerintah. Terlebih, saat ini ada yang bergabung ke kubu yang dianggap mencederai demokrasi. Alih-alih konsisten berjuang, tapi akhirnya tergiur untuk berseberangan dengan ideologi.
Hal ini diungkapkan oleh mantan aktivis 98 dan juga koordinator aksi UGM kala itu, Titok Hariyanto. Dia melihat tidak sedikit aktivis yang tergiur tawaran kekuasaan. Alhasil melupakan idealis dalam memperjuangkan demokrasi.
"Ya itu pilihan teman-teman ya, artinya ada yang sekarang ini berada di sana sekarang berada di sini. Ada yang bahkan tidak menjadi bagian dari calon yang berkontestasi, tapi sebenarnya itu juga mengecewakan bagi teman-teman yang masih berjuang," jelasnya ditemui di sela-sela Aksi Jalan Mundur Kemunduran Demokrasi di kawasan Malioboro, Kamis malam (8/2).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Titok mengaku awalnya tak mempermasalahkan bergabungnya para aktivis ke lingkaran penguasa. Namun semakin menjadi saat semangat memperjuangkan kian luntur. Dia menjelaskan, alih-alih bersuara lantang saat ada ketidakadilan, kini malah turut menjadi bagian di dalamnya.
"Politik itu di dalamnya tidak semata-mata kekuasaan, di dalamnya tidak semata-mata ekonomi tetapi politik itu juga ada satu value yang diperjuangkan. Nah beberapa teman yang melihat itu kecewa termasuk saya sebenarnya kecewa dengan sikap teman-teman yang sekarang ini bergabung ke pasangan 02," katanya.
Dia mengapresiasi dengan munculnya gerakan-gerakan di lingkungan kampus. Dia meyakini keresahan ini bukanlah pesanan namun murni kepedulian. Sehingga tidak ada kata terlambat meski kritik muncul di pengujung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baginya, soal ini adalah murni kegelisahan dari kalangan akademisi. Dengan menangkap dinamika yang muncul di kalangan masyarakat. Hingga akhirnya berujung pada petisi, seruan aksi hingga seruan moral yang mengkritisi Presiden Jokowi.
"Ada kecemasan yang yang muncul dari kalangan akademisi tapi selama ini itu tidak muncul. Nah artinya dengan dengan apa yang sekarang ini terjadi dari kampus itu memang kondisi kita tidak sedang baik-baik saja," tegasnya.
Dia meminta pemerintah, khususnya Presiden Jokowi introspeksi. Puluhan aksi menjadi bukti bahwa ada yang salah dengan sistem pemerintahan saat ini. Terutama dalam memanfaatkan kekuasaan untuk menodai demokrasi dan konstitusi.
"Kalau nanti itu tidak didengarkan oleh pemerintah terutama Presiden Jokowi, ini akan memunculkan aksi perlawanan yang akan semakin meluas karena sebenarnya keresahan-keresahan yang dirasakan oleh masyarakat itu sudah mulai muncul sejak keputusan MK yang meloloskan Gibran (Rakabuming Raka)," ujarnya.
Respons pemerintah yang skeptis terhadap seruan akademisi menurutnya tidaklah bijak. Ini menjadi bukti bahwa keresahan masyarakat tidak terespons dengan baik. Di satu sisi juga menguatkan anggapan pemerintah berpihak dalam Pemilu 2024.
"Itu ngeles saja, cara mereka counter tapi tidak ada upaya pendidikan ke masyarakat. Jadi kita abaikan saja itu. Pembalasan dengan bahasa kekuasaan bukan keberpihakan kepada masyarakat," katanya.
(apu/apu)
Komentar Terbanyak
Jawaban Menohok Dedi Mulyadi Usai Didemo Asosiasi Jip Merapi
PDIP Jogja Kembali Aksi Saweran Koin Bela Hasto-Bawa ke Jakarta Saat Sidang
Sekjen PDIP Hasto Divonis 3,5 Tahun Bui