Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Jogja angkat bicara soal dugaan 15 siswa SD swasta di Jogja dilecehkan oleh oknum guru. KPAI Jogja menyebut baru ada satu korban yang bisa dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh kepolisian.
Ketua KPAI Kota Jogja, Sylvi Dewajani menjelaskan alasan baru satu korban yang bisa diusut kasusnya. Hal itu lantaran baru satu korban yang memenuhi persyaratan untuk naik ke proses penyidikan polisi.
"Semua laporan hari Senin (8/1), 15 (korban) itu didalami dan baru satu yang memang bisa dilanjutkan karena yang lain buktinya kan tidak kuat, jadi polisi pasti tidak mungkin untuk meneruskan," jelas Sylvi kepada wartawan di Balai Kota Jogja, Kamis (11/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga berita 15 orang itu memang menggemparkan, padahal baru satu saat ini yang memang bisa diteruskan sebagai pidana," ujar Sylvi melanjutkan.
Disebutnya, saat ini Unit PPA Satreskim Polresta Jogja tengah melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP). Pihaknya beserta pihak terkait seperti Unit PPA DP3AP2 Kota Jogja dan psikolog yang terlibat mendampingi korban, berkomitmen penuh untuk mengawal kasus ini sampai tuntas.
"Jangan khawatir, kita akan menempatkan kasus seperti ini secara priority, dan tidak pernah kita tidak menyelesaikan," tegas Sylvi.
"Di dalam pelaksanaan kita sudah melakukan dengan prosedur yang baik, tidak ada yang dilalaikan, dan kita akan ikuti prosedur untuk melakukan penyelesaian kasus sesuai dengan prinsip-prinsip anak-anak," imbuhnya.
Langkah penanganan lain yang dilakukan pihaknya, jelas Sylvi, yakni dengan terus mendampingi anak-anak lain di SD tersebut.
"Kemudian untuk penanganan sendiri secara psikologis dan hukum, kemarin sudah kita sepakati, UPT PPA akan mengoordinir penanganan psikologisnya untuk anak-anak lain di SD yang karena viral juga terkena dampaknya," ungkapnya.
Lebih lanjut menurut Sylvi, selain penanganan kasus ini, pihak-pihak terkait juga menyiapkan langkah-langkah pencegahan agar kejadian serupa tak terulang lagi.
"Setelah ini kita juga akan melakukan pencegahan, kerja sama antara DP3AP2 dan Disdikpora untuk bisa membuat beberapa langkah pencegahan seperti bagaimana melakukan seleksi terhadap guru-guru honorer," jelasnya.
"Karena yang masuk di KPAID itu untuk kasus kekerasan hampir semua dilakukan oleh guru-guru non PNS atau ASN, karena ASN saringannya sudah sangat bagus. Nah ini harus dibentuk sistem itu," pungkas Sylvi.
Diberitakan sebelumnya, polisi melakukan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual dan kekerasan oleh oknum guru terhadap 15 siswa SD swasta di Jogja. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Jogja memeriksa sejumlah saksi.
Kasi Humas Polresta Jogja, AKP Timbul Sasana Raharjo menjelaskan pihaknya memeriksa saksi dan meminta keterangan kepada para orang tua korban. Adapun para korban juga akan dilakukan pemeriksaan psikologis oleh psikolog.
"Saat ini penyidik PPA Polresta Jogja telah melakukan pemeriksaan tiga orang saksi, kepala sekolah, dan dua orang guru," terang Timbul saat dalam keterangannya, Selasa (9/1).
"Kemudian akan meminta keterangan kepada orang tua korban serta meminta pemeriksaan psikologi anak. Sehingga masih diperlukan pendalaman terkait berapa jumlah anak yang sebenarnya menjadi korban," imbuhnya.
(rih/dil)
Komentar Terbanyak
Komcad SPPI Itu Apa? Ini Penjelasan Tugas, Pangkat, dan Gajinya
Ternyata Ini Sumber Suara Tak Senonoh yang Viral Keluar dari Speaker di GBK
Catut Nama Bupati Gunungkidul untuk Tipu-tipu, Intel Gadungan Jadi Tersangka