Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, menceritakan bagaimana menangani masalah sanitasi khususnya dalam hal toilet. Sultan mengaku memerlukan waktu yang lama, bahkan hingga belasan tahun.
"Saya punya pengalaman yang luar biasa," kata Sultan saat memberikan sambutan di Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul, Senin (18/12/2023).
Pengalaman itu, kata Sultan, muncul saat salah satu Menteri mengajaknya untuk memberikan penjelasan terkait masalah sanitasi khususnya toilet kepada Bupati/Wali Kota se-Indonesia bagian Timur di Makassar. Pasalnya, pada tahun 2017 Pemda DIY mendapatkan penghargaan terkait penanganan sanitasi khususnya toilet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami merasakan pengalaman kami membenahi rumah tidak layak huni itu mulai 2005, pada saat Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, presiden keenam RI) mendeklarasikan untuk Indonesia Sehat tahun 2010," ucapnya.
Semua itu, kata Sultan, karena Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Bappenas dan UNDP menilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) DIY tinggi. Selain itu, pemerintah menilai sehat Jogja bisa terwujud sebelum tahun 2010.
"Saya mengatakan saya tidak sanggup, karena ada beberapa komponen untuk sehat itu. Untuk sehat Indonesia 2010 itu persyaratan ditangani pemerintah pusat tidak sepenuhnya dari DIY," ucapnya.
Namun, Sultan mengaku mau mewujudkannya jika ada perubahan kalimat menjadi sadar sehat bagi masyarakat Jogja. Mengingat banyak faktor yang perlu pembenahan sebelum mewujudkan Indonesia sehat.
"Tapi kalau kalimatnya itu bukan sehat Jogja tapi sadar sehat bagi masyarakat Jogja saya mau," ujarnya.
"Alasan saya adalah bagaimana mungkin kita mengatakan Indonesia sehat kalau rumah pun di desa-desa lantainya masih tanah, tidak ada genteng kaca untuk penerangan di dalam rumah, tidak ada jendela, toilet hingga air. Itu yang saya maksud harus kita kerjakan agar sadar sehat itu tumbuh," imbuh Sultan.
Lebih lanjut, Sultan Hamengku Buwono X mengatakan jika tidak pernah ada deklarasi apakah program tersebut berhasil atau tidak di tahun 2010. Kendati demikian, Pemda DIY terus melaksanakan program pembenahan rumah tidak layak huni.
Selain itu, tiba-tiba Bappenas memberikan penghargaan pada tahun 2013 terkait masalah penanganan sanitasi khususnya toilet di DIY. Bahkan, hingga saat ini belum ada lagi provinsi yang mendapatkan penghargaan tersebut.
"Saya bilang di dalam pertemuan, kami bisa menyelesaikan sanitasi itu tidak seluruhnya, tapi sebagian besar bisa kita lakukan itu waktunya tidak hanya 5 tahun dari 2013-2017, tapi dari 2005," katanya.
"Berarti 12 tahun itu pun belum selesai. Bagaimana mungkin lomba toilet tapi air tidak masuk ke desa, kan tidak ada logika. Misalnya seperti itu, kan itu yang terjadi," lanjut Ngarsa Dalem.
Selain itu, Sultan mengaku bisa mendapatkan penghargaan tersebut karena kebetulan bisa menjadi kepala daerah lebih dari dua periode. Karena itu, Sultan menilai untuk menyelesaikan satu isu seperti masalah sanitasi memerlukan waktu yang cukup lama.
"Jadi kebetulan saya 12 tahun masih bisa jadi Gubernur, tempat lain maksimal 10 atau 5 tahun. Jadi 1 isu toilet saja belum tentu kita bisa menyelesaikan satu kali jabatan bagi seorang kepala daerah," ucapnya.
Sultan juga mengungkapkan, faktor lain yang menyebabkan daerah sulit menyelesaikan satu permasalahan adalah kurangnya komunikasi. Sebagai contoh, dengan kepemimpinan baru biasanya pejabat lama tidak akan menceritakan permasalahan yang sebelumnya.
"Kalau kebetulan kepala daerah 5 tahun berhenti atau 10 tahun, Sekda, Bappeda, atau mungkin asisten yang dekat atau menempel kepala daerah tidak pernah cerita sama kepala daerah yang baru bahwa ada program toiletisasi, berarti akan lebih lama lagi," ujarnya.
Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah sanitasi yang terpenting adalah suatu wilayah sudah teraliri air bersih terlebih dahulu. Barulah, kata Sultan, masalah toilet yang layak diperbaiki.
"Ini persoalan-persoalan mendasar kehidupan masyarakat, tapi tidak akan bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Jadi begitu toilet masuk di rumahnya berarti air harus juga mengocor di rumahnya," katanya.
"Ini persoalan-persoalan sepele tapi perlu akal yang sehat juga untuk menyelesaikan, mestinya sebelum ada toilet air harus masuk dulu," lanjut Sultan.
Oleh sebab itu, Sultan sangat menghargai keberadaan komunitas yang aktif dalam menangani permasalahan air bersih. Semua itu agar daerah-daerah sulit air bisa mendapatkan air bersih.
"Makanya kami di Jogja, kita dorong biarpun di Kalurahan itu ada kali, bisa nggak kelompok masyarakat pencinta air bisa narik itu dan didistribusikan sebagai unit usaha desa maupun kelompok-kelompok itu sendiri," ujarnya.
(apu/sip)
Komentar Terbanyak
Jokowi Berkelakar soal Ijazah di Reuni Fakultas Kehutanan UGM
Blak-blakan Jokowi Ngaku Paksakan Ikut Reuni buat Redam Isu Ijazah Palsu
Tiba di Reuni Fakultas Kehutanan, Jokowi Disambut Sekretaris UGM