Belakangan ini telah ditemukan total tiga kasus hiu tutul mati yang terdampar di pesisir pantai Kulon Progo, yaitu di Pantai Trisik, Pantai Garongan, dan di dekat tempat pelelangan ikan (TPI) Bayeman. Faktor anomali cuaca diduga menjadi penyebab matinya mamalia laut tersebut.
Hari ini, Selasa (14/11/2023), telah ditemukan bangkai hiu tutul dengan panjang 8,4 meter, lebar 3 meter, dan bobotnya sekitar 1,5 ton di sekitar TPI Bayeman, Palihan, Temon, Kulon Progo.
"Iya benar, tadi pagi ada penemuan bangkai hiu tutul. Kondisinya sudah membusuk dan telah mengeluarkan bau yang menyengat," kata Koordinator Satlinmas Rescue Istimewa wilayah V Kulon Progo, Aris Widyatmoko, saat dimintai konfirmasi wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, berdasarkan keterangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulon Progo, hal ini terjadi diduga karena dampak kemarau yang berkepanjangan di wilayah tersebut.
"Ada sejumlah kemungkinan, salah satunya karena anomali cuaca," tutur Kepala DKP, Trenggono Trimulyo kepada detikJogja pada Kamis (9/11/2023) lalu.
Lantas, bagaimana peran hiu tutul dalam ekosistem laut? Apakah hiu tutul berbahaya untuk manusia? Simak penjelasannya di bawah ini.
Sekilas Tentang Hiu Tutul
Hiu tutul yang memiliki nama ilmiah Rhincodon typus merupakan spesies hiu yang dikenal karena corak yang mencolok di tubuhnya. Hiu tutul juga termasuk ke dalam jenis ikan terbesar di dunia dengan habitat yang mencakup perairan tropis dan subtropis sehingga dapat dijumpai di perairan Indonesia dengan relatif mudah.
Kendati termasuk ke dalam ordo Orectolobiformes (hiu karpet), hiu tutul tidak memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan spesies lain dalam ordo yang sama. Ia merupakan satu-satunya spesies dalam famili Rhincodontidae.
Meski begitu, masih ada beberapa kemiripan karakteristik tubuh dengan hiu karpet, misalnya dua sirip punggung dan mulut yang berada di bagian depan tubuh, secara spesifik di depan mata. Lubang hidung hiu tutul pun mirip dengan hiu belimbing serta garis horizontal yang sama dengan hiu lanjaman.
Mengutip kkp.go.id, hiu dengan julukan 'naga bintang' ini dapat tumbuh hingga mencapai 20 meter dengan berat 34 ton. Spesies tersebut juga dapat hidup hingga 100 tahun. Jika diperhatikan, hiu tutul memiliki kepala yang lebar dan datar dengan mulut besar. Ciri lain yang memudahkan identifikasi pada hewan tersebut adalah tubuhnya yang berwarna abu-abu dengan totol-totol putih yang khas.
Apakah Hiu Tutul Berbahaya?
Terlepas dari badannya yang raksasa, hiu tutul justru memakan makanan yang berukuran kecil. Karena dikenal sebagai perenang yang lambat, hiu tutul mengandalkan organisme planktonik sebagai makanan utamanya. Ini mencakup euphausiids, copepoda, telur ikan, dan juga cumi-cumi kecil.
Masih mengutip dari laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan, hiu tutul memiliki tiga cara makan yang berbeda, antara lain:
- Berenang sambil menyaring air (subsurface passive feeding): hiu tutul berenang sambil membuka mulutnya untuk menyaring mangsa dari air yang melewati insangnya.
- Berenang sambil menyedot air (surface ram filter feeding): hiu tutul berenang sembari menyedot air sehingga mangsa yang tersangkut di insangnya akan dimakan.
- Diam vertikal sambil menyedot air (stationary/vertical suction feeding): hiu tutul diam secara vertikal sambil membuka dan menutup mulutnya untuk menyedot air melalui mulut dan insangnya. Ini memungkinkan hiu untuk memakan mangsa yang bergerak aktif, seperti ikan kecil yang mungkin lolos dari teknik berenang sambil menyaring air.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hiu tutul tidak berbahaya selama manusia menjaga jarak yang aman, memahami perilaku hiu tutul, dan mengikuti pedoman keselamatan yang berlaku selama berada di habitatnya.
Peran Hiu Tutul dalam Ekosistem Laut
Hiu tutul memiliki peran yang sangat penting karena berfungsi sebagai pengatur populasi di lingkungan laut. Dengan menjadi pemangsa puncak, hiu tutul membantu menjaga keseimbangan ekosistem laut dengan mengontrol jumlah ikan dan makhluk laut lainnya. Hal ini mencegah dominasi satu spesies tertentu yang dapat merugikan ekosistem.
Lebih lanjut, kondisi hiu tutul juga dapat menjadi indikator kesehatan ekosistem. Penurunan populasi hiu tutul bisa mengindikasikan masalah dalam ekosistem dan dapat menjadi peringatan terhadap ancaman lingkungan yang lebih besar. Keberadaan hiu tutul, seperti hiu lainnya, memiliki dampak yang signifikan terhadap fungsi dan keberlanjutan ekosistem laut.
Termasuk Hewan yang Dilindungi
Hiu tutul atau hiu paus ditetapkan sebagai spesies yang terancam punah atau masuk ke dalam daftar merah oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2016. Status ini mengalami peningkatan dari tahun 2000, di mana hiu tutul masih masuk ke golongan hewan rentan.
Di Indonesia, populasi hiu tutul dilindungi dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/Kepmen-KP/2013 yang memuat larangan untuk melakukan segala kegiatan ekstraktif terhadap hiu tutul.
Meskipun demikian, ancaman terhadap hiu tutul di perairan Indonesia masih ada, baik melalui kegiatan perikanan maupun pelayaran, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Dengan ini, diperlukan upaya berkelanjutan dalam konservasi dan edukasi mengenai hiu tutul di Indonesia.
Nah, itulah serba-serbi hiu tutul yang beberapa kali ditemukan terdampar di Kulon Progo.
Artikel ini ditulis oleh Jihan Nisrina Khairani Peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(dil/aku)
Komentar Terbanyak
Mahasiswa Amikom Jogja Meninggal dengan Tubuh Penuh Luka
Mahfud Sentil Pemerintah: Ngurus Negara Tak Seperti Ngurus Warung Kopi
UGM Sampaikan Seruan Moral: Hentikan Anarkisme dan Kekerasan