Pakar politik UGM Wawan Mas'udi mengkritik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan terkait batas usia bagi capres dan cawapres. Dia melihat putusan ini seakan menjadi jalan lapang bagi Gibran Rakabuming Raka yang masih berusia 36 tahun untuk maju.
Putusan yang mengabulkan batas minimal usia capres-cawapres 40 tahun kecuali berpengalaman sebagai kepala daerah ini menurutnya akan memuluskan bagi Gibran ikut dalam Pilpres 2024.
"Ya jelas ini akan membuka peluang sangat besar kepada para politisi yang saat ini menjadi kepala daerah atau elected official yang usianya di bawah 40 untuk bisa maju sebagai capres maupun cawapres," kata Wawan saat dihubungi wartawan, Senin (16/10/2023).
"Namun yang paling eksplisit, yang paling kelihatan, ya jelas ini membuka jalan bagi Gibran karena yang selama ini yang sudah diisukan dan kemudian sudah didekati oleh capres ya, PS (Prabowo Subianto) ya untuk kemudian mau dipinang, ini kemudian menjadi melapangkan jalan saja," sambungnya.
Wawan menyindir putusan MK yang seakan membuat jalan untuk pihak tertentu. Sebab, gugatan ini menurut Wawan bukan lagi soal substansi melainkan momentum. Apalagi ini mendekati masa akhir jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Sekali lagi kalau memang ini terkait dengan substansi untuk memberi kesempatan kepada siapapun mengapa gugatan dilayangkan mendekati proses pilpres? Dan kemudian keputusannya dibuat menjelang pendaftaran. Sehingga kan kemudian ini menjadi sangat jelas siapa yang akan mendapat keuntungan dari keputusan ini atau keputusan ini sesungguhnya memberikan jalan kepada siapa," ucapnya.
Lebih lanjut, Wawan meminta publik ikut memberikan penilaian dan koreksi. Dia khawatir keputusan MK ini justru membuat demokrasi Indonesia semakin mundur.
"Dan ini yang saya kira publik perlu menilai apa yang sedang berlangsung ini dan kalau dari sisi saya sih jelas. Ini akan menghadirkan satu iklim demokrasi yang tidak sehat di negeri ini, yang kita tahu ini persoalannya kan kemudian menjadi persoalan upaya untuk mencari jalan melanggengkan kekuasaan. Tapi lewat cara-cara yang konstitusional, ini yang nggak bagusnya di sini," urainya.
"Iya sebetulnya ini bagian dari dekadensi demokrasi, bagian dari penurunan demokrasi di Indonesia. Ini bukan hanya stagnan ini, kita benar-benar bisa mundur ini demokrasi kita. Karena ini konteks ya, sekali lagi ini soal konteks bukan soal substansi," sambungnya.
Saran untuk Gibran baca halaman selanjutnya
(ahr/dil)