Pasangan calon (paslon) nomor urut 3, Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi (INIMI) menggugat hasil Pilwalkot Makassar 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tim INIMI mengaku menemukan dugaan politik uang yang dilakukan paslon nomor urut 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham (MULIA).
Gugatan tersebut didaftarkan INIMI ke MK pada Selasa (10/12) dengan nomor perkara 220/PAN.MK/e-AP3/12/2024. Tim INIMI menilai ada dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM) di Pilwalkot Makassar, salah satunya politik uang.
"Latar belakangnya dari awal adalah dari jumlah pemilih yang hadir di TPS rendah, jarang ada yang memenuhi 50%. Dari kehadiran ini kita klaster ada beberapa bagian, ada yang tidak bertanda tangan, ada yang ditanda tangani, seperti itulah kira-kira dalam daftar hadir," ujar Ketua Tim Hukum INIMI, Ahmad Rianto kepada detikSulsel, Rabu (11/12/2024)..
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rianto mengatakan pihaknya juga menemukan adanya indikasi politik uang yang dilakukan oleh paslon MULIA. Sehingga pihaknya meminta dilakukan pemungutan suara ulang (PSI) dan mendiskualifikasi MULIA.
Pihaknya menilai dugaan politik uang itu terstruktur, sistematis, dan masif. Pihaknya mengaku akan mengajukan 200 lebih daftar alat bukti di dalam persidangan MK nantinya.
"Garis besar kami adalah pemungutan suara ulang di sejumlah TPS. (Jumlah TPS yang dimohonkan untuk PSU) Itu belum saya tahu teknisnya," katanya.
"Yang kita mintakan terkait pelanggarannya itu diskualifikasi untuk dugaan pelanggaran money politic yang TSM. Kedua pemungutan suara ulang. (Yang diminta diskualifikasi) MULIA karena dugaan pelanggaran money politic yang diduga TSM," papar Rianto.
Rianto pun mengaku optimistis permohonan sengketa ini akan diregistrasi meski selisih suara INIMI dengan MULIA cukup signifikan. Dia menilai kecurangan yang diduga masif itu mempengaruhi perolehan suara.
"Jadi begini, dengan masifnya kecurangan yang terjadi itu mempengaruhi jumlah perolehan suara paslon nomor 3 (INIMI). Seharusnya itu kemudian bisa dikonversi menjadi suaranya INIMI. Banyak juga laporan pendukung INIMI tidak mendapatkan undangan memilih," jelasnya.
"Kita duga mepetnya undangan memilih dibagikan ke masyarakat sehingga tingkat partisipasi rendah. Malah yang terindikasi pemilih INIMI tidak dikasih undangan. Itu kemudian mengurangi perolehan nomor 3," tambahnya.
Sebagai informasi, KPU Makassar telah menetapkan hasil perolehan suara di Pilwalkot Makassar di Hotel Claro, Jalan AP Pettarani, Jumat (6/12) . KPU menetapkan perolehan suara MULIA unggul jauh atas 3 paslon lainnya.
Dalam rekapitulasi KPU, paslon nomor urut 1, Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham meraih 319.112 atau 54,72% suara. Sementara paslon nomor urut 2, Andi Seto Gadhista Asapa-Rezki Mulfiati Lutfi memperoleh 162.427 atau 27,85% suara.
Kemudian paslon nomor urut 3, Indira Jusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi AU mendapat 81.405 atau 13,96% suara. Sedangkan nomor urut 4, Amri Arsyid-Abdul Rahman Bando meraih 20.247 atau 3,47% suara.
KPU mencatat total pengguna hak pilih di Makassar sebanyak 597.794 orang. Rinciannya, suara sah sebanyak 583.191 dan 14.603 suara batal. Tingkat partisipasi pemilih di Pilwalkot Makassar 2024 tercatat sebesar 57,63% dari total 1.037.164 daftar pemilih tetap (DPT).
Respons Tim MULIA di halaman selanjutnya.
Tim MULIA Nilai Gugatan INIMI Keliru
Menanggapi gugatan tersebut, Anggota Tim Hukum MULIA, M Jamil Misbach menilai INIMI keliru, terlebih meminta MK mendiskualifikasi MULIA. Pelanggaran politik uang yang dinilai TSM disebut harusnya selesai di Bawaslu Makassar.
"Mengenai persoalan bahwa dia (MULIA) menggunakan politik uang, itu harus selesai di Makassar, dalam hal ini dilapor dan ditangani Bawaslu. Bukan lagi di ranah MK. Pertanyaannya, ada tidak rekomendasi ke Bawaslu bahwa ada dugaan politik uang? Harus selesai di Makassar," ujar Jamil kepada wartawan, Rabu (11/12).
Menurut Jamil, permohonan sengketa INIMI yang meminta MK mendiskualifikasi paslon MULIA tidak tepat. Dia menilai gugatan itu akan sulit dikabulkan MK.
"Keliru itu. Kalau diskualifikasi, saya kira agak sukar itu kalau diskualifikasi. Harus kuat buktinya, makanya itu di MK ada yang populer yakni TSM (terstruktur, sistematis, dan masif)," jelasnya.
"Itu harus dibuktikan. Jadi di mana letak pelanggarannya itu TSM, apakah satu kelurahan, satu RT/RW, atau kecamatan. Kalau mereka bisa membuktikan itu maka bisa PSU," tambahnya.
Sekalipun jika permohonan PSU dikabulkan, kata dia, maka tetap akan sulit menyalip suara MULIA. Jamil menegaskan selisih perolehan suara antara INIMI dan MULIA sangat besar.
"Misalnya di satu kelurahan dengan penduduknya sekian, apakah kalau misalkan INIMI bisa memenangkan PSU. Pertanyaannya apakah INIMI bisa menyaingi suara MULIA? Apakah ngaruh secara signifikan dan bisa memenangkan pertarungan? Persentase suara MULIA dan INIMI sangat jauh," tuturnya.
Kendati begitu, pihaknya tetap menghormati upaya hukum yang ditempuh INIMI di MK. Pihaknya pun akan mempersiapkan diri sebagai pihak terkait jika disetujui oleh MK.
"Tapi kami tetap menghormati upaya mereka (menggugat ke MK). Semua tim hukum itu siap, kami sangat siap. Tentu kami sudah mencermati apa sih alasan-alasan atau prinsip mereka sehingga mau diskualifikasi paslon (MULIA)," pungkasnya.