Pakar Politik Undip Sebut Jokowi Jadi 'Free Man' Usai Dipecat PDIP

Pakar Politik Undip Sebut Jokowi Jadi 'Free Man' Usai Dipecat PDIP

Angling Adhitya Purbaya - detikJateng
Selasa, 17 Des 2024 21:35 WIB
Jokowi usai salat Jumat di Masjid Raya Al-Mashun Medan. (Foto: Nizar Aldi/detikSumut)
Jokowi usai salat Jumat di Masjid Raya Al-Mashun Medan. (Foto: Nizar Aldi/detikSumut). Foto: Nizar Aldi/detikSumut
Semarang -

PDIP memecat 27 kadernya termasuk Joko Widodo (Jokowi) dan putranya, Gibran Rakabuming Raka. Pakar politik Universitas Diponegoro (Undip), Wahid Abdulrahmah, menilai PDIP menjaga etika dalam pemecatan ini.

Wahid mengatakan pemecatan 27 kader tersebut merupakan penegakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Penegakan itu juga diperlihatkan tanpa pandang bulu.

"Dalam perspektif kelembagaan partai, keputusan PDIP memberhentikan mantan Presiden Joko Widodo sebagai anggota adalah upaya menegakkan AD/ART untuk memberikan pembelajaran bagi seluruh anggota bahwa aturan ditegakkan tanpa pandang bulu. Sebagai upaya membangun partai modern, ketaatan dan komitmen menjalankan aturan partai menjadi penting," kata Wahid kepada detikJateng, Selasa (17/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP masih ada pertimbangan etika dalam pemilihan waktu terbaik untuk mengumumkan keputusan tersebut.

"Meskipun kemudian, nampaknya Megawati sebagai ketua umum, masih menggunakan pertimbangan 'rasa dan etika' untuk menentukan waktu terbaik mengambil keputusan tersebut. Dimana dilakukan pascajabatan sebagai presiden berakhir dan pascapemungutan suara Pilkada," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Dengan keputusan itu, menurut Wahid, kini Jokowi menjadi "free man" dan punya ruang untuk memilih partai atau bahkan mendirikan partai baru. Saat ini sosok Jokowi masih memiliki daya tarik secara elektoral.

"Bagi mantan presiden Jokowi, keputusan tersebut semakin memberikan ruang dan pijakan etis untuk bisa memilih partai baru, mendirikan partai baru atau tetap tidak menjadi anggota dari partai manapun. Jokowi saat ini ada 'free man' yang secara elektoral masih memiliki daya tarik," tegasnya.

Hubungan simbiosis mutualisme antara PDIP dan Jokowi pun resmi berakhir dengan keputusan tersebut. Sejak 2005 hingga 2015 baik PDIP dan Jokowi saling menguntungkan.

"Keputusan tersebut juga menjadi penanda resmi berakhirnya relasi simbiosis mutualisme antara Jokowi dengan PDIP. Relasi simbiosis mutualisme antara Jokowi dan PDIP sejatinya sudah lama terbangun sejak 2005 hingga 2019. Eksistensi Jokowi terbukti mampu menghadirkan insentif elektoral bagi PDIP tidak saja di Kota Surakarta namun juga secara nasional," tegas dosen Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Undip itu.

Hubungan tak harmonis antara PDIP dan Jokowi beberapa waktu ini juga berpengaruh besar untuk PDIP. Namun menurut Wahid, situasi tersebut bisa saja hanya sementara seiring berkurangnya pengaruh Jokowi. Namun bisa juga efeknya akan panjang bagi PDIP.

"Sebaliknya, hubungan disharmoni keduanya menjadikan pengaruh cukup besar bagi PDIP. Hal ini terbukti dari perolehan suara PDIP di Kota Surakarta yang berkurang signifikan di 2024 meski masih menjadi pemenang. Demikian halnya mengacu dengan hasil Pilkada di Jawa Tengah. Ketiadaan Jokowi memberikan disinsentif bagi PDIP," kata Wahid.

"Situasi yang demikian bisa jadi bersifat temporer, jangka pendek, seiring dengan potensi meredupnya pengaruh Jokowi. Atau sebaliknya, memiliki efek panjang dimana pengaruh elektoral Jokowi masih kuat sehingga memperlemah elektoral PDIP," imbuhnya.

Untuk diketahui, dilansir detikNews, terdapat 27 nama kader PDIP dari berbagai daerah yang dipecat. Untuk pemecatan Jokowi dari PDIP, hal itu berdasarkan Surat Keputusan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024.

Sedangkan pemecatan Gibran dari PDIP berdasarkan Surat Keputusan nomor 1650/KPTS/DPP/XII 2024. Kemudian ada juga pemecatan Bobby Nasution dari PDIP yang berdasarkan Surat Keputusan nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024.




(apl/ahr)


Hide Ads